Puncta 29.07.23
PW. St. Marta, Maria dan Lazarus
Yohanes 11: 19-27
SAYA punya teman yang sukanya melayat. Saya sering berjumpa dengannya di acara perkabungan, kadang di rumah duka, kadang di tempat pemakaman.
Bahkan kalau tidak bisa hadir pada saat pemakaman, dia sudah lebih dahulu melayat pada malam harinya. Kepeduliannya pada keluarga yang ditinggalkan sungguh besar.
“Kenapa senang melayat?” tanyaku suatu saat.
“Aku hanya bisa hadir menemani keluarga yang sedang berduka, Rama. Hanya itu yang bisa kulakukan,” jawabnya santai.
Hadir saat orang sedang berduka adalah wujud nyata dari cinta pada sesama. Kehadiran kita bisa memberi kekuatan dan penghiburan.
Kematian adalah pengalaman kehilangan. Kehilangan orang yang dicintai pasti sangat menyesakkan. Ada sesuatu yang tiba-tiba terenggut lenyap dari kebiasaan yang telah dijalani bertahun-tahun.
Pada saat kejadian mungkin kita bisa tegar. Ada banyak orang yang hadir menemani. Tetapi ketika mereka semua pergi, kesepian dan kehilangan itu terasa menyesakkan.
Yesus datang melayat setelah empat hari Lazarus dimakamkan. Tidak ada kata terlambat bagi Tuhan. Ia ingin menunjukkan kuasa-Nya sebagai Allah yang mengatasi waktu, kehidupan dan kematian.
Kepada para murid-Nya, Ia berkata, “Syukurlah Aku tidak hadir pada waktu itu, sebab demikian lebih baik bagimu, supaya kamu dapat belajar percaya.”
Ia ingin menuntun murid-murid-Nya untuk mengerti siapa Dia sesungguhnya dan percaya kepada-Nya.
Hal itu juga sejalan dengan pikiran Marta. Ia menyambut Tuhan dengan penuh harap dan berkata, “Tuhan, sekiranya Engkau ada di sini, saudaraku pasti tidak mati.”
Tidak ada kejadian yang serba kebetulan. Semua sudah diatur oleh Tuhan.
Yesus menegaskan kepada Marta, “Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, tidak akan mati selama-lamanya.”
Lalu Marta mengungkapkan credo kepercayaannya, “Ya Tuhan, aku percaya, bahwa Engkaulah Mesias, Anak Allah, Dia yang akan datang ke dalam dunia.”
Melalui Marta dan keluarganya, kita semua dibimbing ke dalam inti keyakinan iman, bahwa Yesus adalah Mesias, Anak Allah yang datang ke dunia.
Marta merumuskan imannya kepada Yesus karena Ia membangkitkan Lazarus dari kematian.
Yesus hadir saat orang sedang mengalami kesedihan, kehilangan, keterpurukan, kegagalan dan hari-hari yang gelap.
Apakah kita mampu merasakan kehadiran Tuhan melalui sesama saat kita sedang sedih dan terpuruk dalam kegagalan?
Apakah kita juga tetap mampu mengimani Allah saat Ia menyapa kita dalam peristiwa-peristiwa yang pahit sekalipun?
Berenang di dekat pantai Lovina.
Menikmati tarian ikan lumba-lumba.
Tuhan slalu datang tepat waktunya.
Ia tidak pernah meninggalkan kita.
Cawas, tetap percaya pada Tuhan