Hobi Melayat

0
25 views
Ilustrasi: Melayat.

Puncta 17 September 2024
Selasa Biasa XXIV
Lukas 7: 11-17

KETIKA bertugas di Paroki Cawas, Klaten, saya punya teman-teman yang hobinya melayat. Apalagi kalau ada romo atau keluarganya yang “kesripahan”, kelompok ini langsung berangkat ikut melayat.

Biasanya kami menyapa keluarga yang sedang kesusahan pada malam hari. Karena teman-teman ini punya kesibukan kerja di siang hari.

Mereka tidak pandang waktu, malam-malam pun siap berangkat walau jaraknya jauh-jauh. Pulang ke rumah bisa sampai tengah malam. Saya pernah sampai rumah pukul 01.30 tengah malam.

Saya pernah bertanya, “Kenapa punya hobi kok layat?” Salah satu menjawab sambil bergurau, “Sebelum kita didoakan orang, kita mendoakan mereka yang meninggal romo.”

Ada pula yang menjawab, “Idhep-idhep golek dalan padhang romo (kita perlu cari bekal jalan terang untuk nanti mati).”

Yesus bersama murid-murid-Nya pergi ke kota Nain. Ia bertemu dengan pelayat yang akan menguburkan seorang pemuda, anak tunggal seorang janda.

Yesus tergerak oleh belas kasihan. Ia menghampiri usungan keranda. Sambil menghampiri usungan itu Ia menyentuhnya, dan sedang para pengusung berhenti, Ia berkata: “Hai anak muda, Aku berkata kepadamu, bangkitlah.” Orang muda itu hidup kembali.

Semua orang itu ketakutan dan mereka memuliakan Allah, sambil berkata: “Seorang nabi besar telah muncul di tengah-tengah kita,” dan “Allah telah melawat umat-Nya.”

Hadir melayat adalah wujud nyata peduli bagi mereka yang sedang kesusahan. Mungkin kita tidak bisa membantu apa-apa. Tetapi kehadiran kita bisa menguatkan, meneguhkan dan menghibur bagi keluarga yang kehilangan.

Perasaan kehilangan itu sangat mendalam, bahkan ada yang bertahun-tahun tidak bisa lepas dari pengalaman kehilangan. Pada saat seperti itulah kehadiran yang meneguhkan akan sangat membantu.

Yesus hadir saat seorang janda kehilangan satu-satunya pegangan hidup yakni anaknya yang tunggal. Allah tidak meninggalkan kita. Ia selalu hadir dengan belas kasih-Nya melalui orang-orang di sekitar kita.

Kita bisa menjadi perpanjangan tangan Tuhan untuk menyapa mereka yang kesedihan. Sederhana tetapi sangat berguna.

Ke Purwokerto beli mendoan,
Ke Baturaden main karaokean.
Lebih baik kita mendoakan,
Sebelum kita nanti didoakan.

Wonogiri, mari kita berbelas kasih…
Rm. A. Joko Purwanto, Pr

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here