Hukum Kasih

0
394 views
Ilustrasi: Ibu dan anaknya. (Ist)

Puncta 31.10.21
Minggu Biasa XXXI
Markus 12: 28b-34

KALAU ditanya siapakah yang paling tahu tentang kasih? Jawabannya jelas, ibu.

Seorang ibu punya pengalaman nyata tentang kasih.

Ketika ia baru melahirkan, -itu adalah pengorbanan dan sakit yang tak terkira- dalam kondisi belum pulih, ia harus memberi air susunya kepada anaknya.

Ia tak pernah tidur nyenyak, karena tangisan bayinya; mengganti popok, menidurkan, menggendong, menjaga sepanjang waktu, tanpa kenal lelah.

Selagi enak-enaknya makan, sang ibu diganggu oleh bayinya yang berak di popok dan menangis.

Apalagi kalau bayinya sakit, demam, pilek atau mencret-mencret, ibu harus berkurban tidak tidur untuk berjaga siang dan malam.

Namun tak ada ibu yang mengeluh atau menyesal melakukan semua pengurbanan itu. Semua dilakukan karena cinta. Cinta kepada bayinya, terlebih cinta kepada Tuhan yang telah membuat mimpinya terwujud.

Cintanya kepada Tuhan diwujudkan dengan mengasihi anaknya tanpa pamrih.

Hari ini ada Ahli Taurat yang bertanya kepada Yesus tentang hukum yang paling utama. “Perintah manakah yang paling utama?”

Yesus menjawab, “Perintah yang paling utama ialah, kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hati, dengan segenap jiwa, dengan segenap akal budi dan dengan segenap kekuatanmu. Dan perintah kedua ialah: kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.”

Kasih adalah hukum yang utama dan pertama. Kasih adalah sifat Allah yang paling nyata. Kasih melebihi segalanya.

Maka hati, pikiran, jiwa, akal budi dan segala kekuatan kita harus ditopang oleh kasih. Kita harus sadar bahwa kasih itu diberikan Allah kepada kita dan harus kita wujudkan secara nyata.

Maka Nabi Musa selalu dan terus menerus mengingatkan bangsanya agar hanya mengasihi Allah saja, dan tidak menyembah allah-alah lain.

Yesus pun menghargai pikiran Ahli Taurat itu. “Engkau tidak jauh dari Kerajaan Allah.”

Tidak jauh itu artinya sudah dekat, tetapi belum sampai masuk ke dalam Kerajaan Allah. Kita bisa masuk Kerajaan Allah, jika kita sungguh-sungguh melaksanakan kasih secara nyata dalam tindakan.

Ahli Taurat itu baru menegaskan, belum berbuat kasih. Ia baru memahami secara pikiran atau akal budi, tetapi belum melakukan tindakan kasih yang kongkret.

Supaya kita makin dekat dengan Kerajaan Allah, maka marilah kita mewujudnyatakan ajaran kasih Tuhan itu.

Kasih itu tidak berhenti pada kata-kata yang indah. Kasih yang indah terbukti dalam tindakan nyata. Ketika kasih menuntut pengurbanan, di sanalah kesediaan kita diuji.

Beranikah kita mengasihi dengan sepenuh hati, jiwa, akal budi dan kekuatan kita dalam tindakan nyata?

Memandang langit di saat senja.
Menikmati keindahan yang tak terkira.
Kasih itu bukan omongan belaka.
Kasih itu terwujud dalam tindakan nyata.

Cawas, terimakasih cinta…

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here