Jumat, 8 Maret 2024
- Hos. 14:2-10.
- Mzm. 81:6c-8a,8bc-9,10-11ab,14.17.
- Mrk. 12:28b-34.
“UBI caritas et amor, Deus ibi est”. Ungkapan Bahasa Latin mengandung makna “Di mana ada cinta kasih di situ Tuhan hadir”. Perbuatan-perbuatan kasih akan menciptakan ruang dan kesadaran akan kehadiran Tuhan yang sedang menyapa dan berkarya di tengah-tengah kita.
Melalui kebiasaan praktik hidup penuh kasih kepada Tuhan dan sesama, Tuhan juga sedang mendidik kita bahwa hukum utama terletak pada hati yang mencinta Allah dan sesama dengan sepenuh hati.
“Apabila kebiasaan praktik hukum kasih diterapkan dalam peziarahan hidup kita, itu berarti kita harus memberikan ruang keterlibatan ilahi dan kehadiran Tuhan dalam diri kita,” kata seorang bapak.
“Situasi kehidupan yang terlalu keras dan suasana otoriter berlebihan dalam hidup bersama dapat menjauhkan pengalaman iman kita akan keterlibatan dan kehadiran Tuhan. Sebaliknya, suasana nyaman penuh praktik kasih di mana Tuhan hadir akan membuat diri kita semakin peka akan Sabda Tuhan dan kehadiranNya yang terus menggema dalam setiap peristiwa.
Iman kemudian menjadi suatu pengalaman yang sangat berharga, yang terus tumbuh, berkembang dan diperjuangkan pada tiap sudut kehidupan. Sebagai contoh pribadi yang melecehkan cinta kasih dengan menodai kesetiaan pada Allah dan pasangannya,” paparnya
“Selingkuh itu soal pilihan, sama dengan setia pada pasangan itu juga pilihan. Seringkali kejatuhan orang pada ketidaksetiaan didasari pada lemahnya komitmen pada diri sendiri dan pada orang yang dia cintai.
Jika orang menilai pasangannya adalah pribadi yang paling berharga maka meski banyak godaan orang akan setia. Dengan sadar dan meski sulit dia akan memilih setia dan tidak membiarkan diri ditarik dalam ketidaksetiaan.
Ketidaksetiaan dipilih karena komitmen melemah dan orang itu melihat janji dan relasi hanya sekadar pemanis bibir, hingga dia terseret arus ketidaksetiaan,” ujarnya
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian, Jawab Yesus: “Hukum yang terutama ialah: Dengarlah, hai orang Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu esa. Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu.”
Ketika mengasihi menjadi hukum yang terutama, maka kasih hendaknya menjadi rujukan pokok dari setiap perbuatan dan tindakan hidup manusia. Pola perilaku dan sikap hidup mesti berakar pada hal ini.
Maka kualitas keberimanan kita sebagai pengikut Kristus dinilai sejauh mana sikap hidup kita mengekspresikan kasih terhadap Allah dan sesama manusia.
Dunia saat ini semakin induvidualis. Sering kali kita menjadikan kepentingan pribadi yang egois sebagai sumber dan tujuan dari sikap dan tindakan kita. Orang seperti ini akan sulit untuk mencintai. Sebab dalam pikirannya bukan lagi apa yang harus saya berikan kepada sesama, tetapi apa yang sesama harus berikan kepada saya.
Kita ditantang untuk membangun sikap hidup tanpa pamrih, yang terarah pada kemuliaan Tuhan dan kebahagian diri dan sesama.
Bagaimana dengan diriku?
Apakah aku mencintai Allah dan sesama dengan sepenuh hati dan sepenuh jiwa?