Home BERITA HUT Jogja Sehat

HUT Jogja Sehat

0
Ilustrasi form klaim kesehatan by http://www.westernsussexhospitals.nhs.uk

PADA Minggu, 7 Oktober 2018, Kota Yogyakarta merayakan ulang tahunnya yang ke-262. Apa yang perlu disehatkan?

Yogyakarta didirikan oleh Pangeran Mangkubumi, adik kandung Sunan Paku Buwana II di Keraton Surakarta. Pada hari Kamis, 7 Oktober 1756, Sri Sultan Hamengku Buwana I beserta keluarganya pindah dari Pesanggrahan Ambarketawang, Gamping, Sleman masuk ke dalam Keraton Ngayogyakarta.

Momentum kepindahan inilah yang dipakai sebagai dasar penentuan harijadi Kota Yogyakarta, karena mulai saat itu berbagai macam sarana dan bangunan pendukung untuk mewadahi aktivitas pemerintahan, baik kegiatan sosial, politik, ekonomi, budaya maupun tempat tinggal, mulai dibangun secara bertahap.

Penentuan harijadi Kota Yogyakarta pada tanggal 7 Oktober dikuatkan dengan Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 6 Tahun 2004.

Mandatory spending

Prioritas pembangunan Kota Yogyakarta pada 2018 ini meliputi bidang Sosial Budaya, Kesehatan, Pendidikan, Pertumbuhan Ekonomi, Pembangunan Wilayah dan Peningkatan Infrastruktur, Lingkungan Hidup dan Pemanfaatan Ruang, serta Kinerja Aparatur dan Birokrasi. Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta telah melaksanakan amanat peraturan perundang-undangan dengan memenuhi belanja dalam APBD 2018 (mandatory spending), seperti anggaran pendidikan dalam APBD 2018 tetap dijaga sebesar 20%. 

Mandatory spending lainnya ialah anggaran bidang kesehatan tetap dijaga sebesar 5%. Pemkot Yogyakarta telah menetapkan Peraturan Walikota (Perwal) 44 tahun 2018 tentang Perubahan Rencana Kerja Pemerintah Daerah Kota Yogyakarta tahun 2018, yang menjelaskan bahwa pendapatan daerah mencapai Rp 1,7 triliun, sementara untuk belanja daerah sebesar Rp 1,8 triliun. Terjadi defisit anggaran sebesar Rp 142 miliar yang nanti akan ditutup melalui pembiayaan netto dikurangi dengan pengeluaran pembiayaan.

Berdasarkan data BPJS Kesehatan, jumlah peserta JKN-KIS (Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat) Kota Yogyakarta pada bulan Oktober 2017 yang lalu sebanyak 390.417 jiwa dari total jumlah penduduk 410.262 jiwa atau 95,16 persen dari total jumlah penduduk. Dengan demikian di Kota Yogyakarta sudah tercapai cakupan jaminan kesehatan semesta (Universal Health Coverage) sejak tahun lalu.

Selain itu, Pemkot Yogyakarta sebaiknya juga memberikan jaminan kesehatan finansial segenap fasilitas kesehatan (faskes) di seluruh Kota Yogyakarta, terkait berbagai regulasi JKN. Terdapat 11 Praktik Dokter Keluarga, 18 Puskesmas, dan 21 Klinik Pratama yang merupakan faskes primer di seluruh Kota Yogyakarta. Selain itu, juga terdapat 9 RS umum dan 8 RS Khusus yang merupakan faskes sekunder dan tersier.

Masalah utama adalah defisit anggaran JKN dan regulasi yang semakin tidak murah di tingkat nasional, yang berimbas sampai ke daerah.

Klaim tunda sampai 3-4 bulan setelah layanan diberikan, menyebabkan banyak faskes mengalami gangguan arus kas (cash flow), baik faskes pemerintah maupun swasta. Pemerintah Pusat telah memutuskan anggaran DBH-CHT (Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau) sebesar Rp 1,48 triliun untuk dana talangan BPJS Kesehatan. Dana itu melengkapi dana talangan BPJS Kesehatan yang berasal dari APBN Rp 4,9 triliun dan pajak rokok Rp 1,1 triliun pada hari Senin, 24 September 2018. Meskipun dana talangan akhirnya turun juga, tetapi itu hanya sekitar 30% dari defisit secara nasional yang sudah terjadi.

Untuk itu, jaminan pencairan klaim untuk faskes di seluruh kota Yogyakarta masih belum dapat memadai secara tuntas. Meskipun Bank Mandiri telah menyiapkan dana talangan untuk membayar tagihan faskes, tetapi hanya untuk tagihan yang telah diakseptasi oleh BPJS Kesehatan.

Tujuannya adalah bahwa dana talangan ini dapat membantu faskes dalam mengelola ‘cash flow’, sehingga pelayanan tetap terjaga. Usulan agar faskes meminjam dana di bank, dengan aturan bunga pinjaman perbankan dengan aturan bunga pinjaman perbankan 7,5% per tahun untuk menutup klaim tunda, adalah anjuran yang dilematis.

Sebaiknya Pemkot Yogyakarta menerapkan status bencana daerah, sehingga pendanaan untuk ‘cash flow’ faskes dapat dianggarkan. Sesuai UU Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana, pada Pasal 1 menjelaskan bahwa bencana adalah peristiwa yang mengganggu penghidupan masyarakat, yang dapat disebabkan oleh faktor non alam, sehingga mengakibatkan timbulnya kerugian harta benda dan dampak psikologis. Pada Pasal 8 ditentukan bahwa tanggung jawab pemerintah daerah meliputi pengalokasian dana penanggulangan bencana dalam APBD yang memadai.

Regulasi faskes, khususnya ketentuan tentang akreditasi faskes oleh tim surveyor dari pusat, adalah persyaratan yang sangat mahal. Dengan biaya sekitar Rp. 50 juta, tentu tidak mudah ditanggung oleh faskes kecil dan sedang, apalagi faskes swasta. Ketentuan tersebut memang bagus secara legal formal, tetapi sulit dijangkau secara finansial.

Sebaiknya Pemkot Yogyakarta menerapkan mekanisme daerah, sehingga bantuan tim surveyor pusat yang berasal dari daerah untuk proses akreditasi faskes dapat diatur secara daerah, tidak harus menggunakan surveyor nasional.

Surveyor dari Yogyakarta dalam proses akreditasi faskes, tentu sangat memadai dalam hal jumlah SDM dan persebarannya, sehingga Pemkot dapat melakukan pengorganisasian proses akreditasi di seluruh kota Yogyakarta. Selain itu, bantuan pendanaan dan pendampingan akreditasi untuk semua faskes kecil dan menengah, dapat diatur melalui mekanisme subsidi silang.

Momentum HUT Jogja 2018 ini seharusnya dapat menyehatkan dan menjadi inspirasi bagi kota lainnya di Indonesia. Tidak hanya segenap warga kota Yogyakarta yang akan terjamin biaya layanan kesehatannya, tetapi juga segenap faskes terjamin kesehatan finansialnya, untuk terus beroperasional .

Apakah kita sudah terlibat membantu?

 

 

 

Exit mobile version