Pada Hari Kitab Suci Nasional hari ini, kita diajak melihat bagaimana Kitab Suci menjadi pegangan dalam hidup kita. Musa mengajak kita untuk melaksanakan hukum dan perintah; dan Yakobus mengajak kita untuk menjadi pelaku sabda, bukan hanya pendengar sabda. Tetapi bagaimana pelaksanaannya?
Injil kali ini merupakan salah satu contoh. pembasuhan tangan sebelum makan termasuk kesalehan yang dijalankan oleh para imam dan mereka yang berurusan dengan ibadat. Adat seperti itu dirincikan di dalam Talmud, yakni kumpulan penjelasan aturan dan hukum agama yang terangkum dalam Misyna. Misyna sendiri merupakan penjabaran dari hukum-hukum Taurat.
Kaum Farisi itu orang-orang yang sebetulnya dengan sungguh-sungguh mau hidup menjalankan perintah agama secara radikal. Bahkan harfiah. Mereka mau menunjukkan begini inilah hidup mengikuti ajaran agama turun-temurun. Jadi mereka memperluas hukum najis, karena menyentuh barang/orang yang najis sebelum ibadat, kedalam hidup sehari-hari.
Hal-hal yang mendapat perhatian lebih dari Hukum Taurat adalah bagian yang berhubungan langsung dengan Allah, yaitu bagian ibadat, kurban dan aturan hari Sabbat. Dari kecenderungan itu ada dua sikap yang muncul: kewajiban agama dipersempit dalam sejumlah ritual/upacara dan bahwa memenuhi ritual itu sudah menjamin keselamatan.
Tanggapan Yesus juga ada dua: Ibadat sejati itu keluar dari hati, yang mendekatkan diri pada Tuhan. Ibadat sejati seperti itu, akan memurnikan hidup, sehingga yang dapat mengotori diri hanya hati yang tidak bersih.
Masalah ini masih ada sampai sekarang. Banyak orang merasa, asal sudah melakukan kewajiban ibadat, sudah cukup. Kalau rajin, sudah menabung pahala. Apakah kita lebih dekat dan lebih kenal dengan Tuhan? Tidak penting.
Pada masa sekarang, memelihara batin yang murni, yang menjaga agar hati tidak dikotori, sering diabaikan. Akibatnya, meski ibadat nampak penuh dan meriah, kejahatan tidak berkurang. Orang-orang ini ingin menjadi pelaksana Sabda, tetapi mereka hanya melaksanakan kata, huruf demi huruf. Yesus memberi daftar pelbagai macam kebobrokan moral.
Jumlahnya 13. 1. pikiran jahat (=itikad buruk), 2. percabulan (=kelakuan birahi yang tak bisa dibenarkan), 3 pencurian, 4. pembunuhan, 5. perzinahan (=ketaksetiaan di antara suami istri), 6. keserakahan (=bibit korupsi dan kolusi), 7. kejahatan (=tindak kekerasan), 8. kelicikan (=tipu daya untuk mencelakakan), 9. perbuatan tak senonoh (=tak menghargai perasaan orang lain), 10. iri hati (dulu terutama tenung dan santet karena iri akan keberhasilan orang lain), 11. hujat (=fitnah menjatuhkan nama orang), 12. kesombongan (sikap takabur, termasuk sikap kurang menghormati yang keramat), 13. kebebalan (tak bisa membeda-bedakan apa yang boleh dan tak boleh dikerjakan). Bila orang tak punya sikap batin bijak (kebusukan no. 13), maka yang ada dalam pikirannya ialah rencana yang akhirnya buruk belaka (kebusukan no. 1).
Tiadanya kebijaksanaan batin akan menelurkan 11 kebusukan yang didaftar. Yesus tidaklah mendaftar kebusukan begitu saja, melainkan mengajar mereka di mana benih kebusukan sendiri merajalela, yakni dalam batin manusia yang tak peduli lagi akan sisi-sisi rohani. Batin yang demikian itu memupuk kebusukan. Bagaimana keluar dari sana? Tumbuhkan kepekaan rohani sehingga kebusukan tak subur lagi.
Bagaimana menumbuhkan kepekaan rohani: lebih mengenal pribadi Yesus dalam Kitab Suci. Selama sebulam ini kita diajak membaca dan merenungkan tentang Yesus. Semoga kita dapat mengenal Dia lebih baik. Dengan demikian, Sabda Allah tidak hanya kita laksanakan, tetapi kita hidupi. Kita menjadi penghidup Sabda dalam situasi nyata kita sekarang ini. Sehingga hidup doa, kegiatan ibadat dan sikap hidup kita sehari-hari semakin mendekati Yesus, Tuhan dan Penyelamat kita. Amin.
MINGGU BIASA 22, B; 2 September 2012
Kel. 16:4-5.13-16; 1Kor. 11:23-28; Mrk. 7:1-8.14-15.21-23