Minggu, 10 November 2024
1Raj. 17:10-16.
Mzm. 146:7,8-9a,9bc-10.
Ibr. 9:24-28.
Mrk. 12:38-44 (Mrk. 12:41-44) .
MEMILIKI paras yang cantik adalah dambaan setiap wanita. Tak bisa dipungkiri, kecantikan menjadi poin yang selalu diinginkan oleh setiap wanita.
Sebenarnya, makna kecantikan tak hanya keindahan fisik saja. Ada banyak faktor yang menentukan kecantikan seorang wanita.
Makna kecantikan tergantung bagaimana seseorang memahami maknanya. Kita sebaiknya memahami dengan benar kecantikan yang sesungguhnya karena kecantikan bukan hanya kecantikan luar, namun meliputi kecantikan dalam.
Kecantikan bisa tergambar melalui kepribadian seseorang. Meski banyak orang sering kali dibutakan kecantikan fisik.
Karena fokus pada kecantikan luar saat ini banyak produk kosmetik, dan perawatan bahkan operasi plastik.
Hidup berimanpun bisa terjebak hanya pada penampilan, supaya mendapat pujian dan detak kagum dari sesama meski di Dalam hatinya menyimpan kebusukan dan niat yang tak baik. Perilaku semacam inilah yang disebut iman kosmetik.
“Iman kosmetik” sebuah iman yang tampak menarik dari luar, tetapi dangkal dan mudah pudar ketika menghadapi tantangan.
Seperti riasan yang hanya melapisi wajah, iman kosmetik hanya mengutamakan penampilan tanpa memiliki kedalaman hati.
Iman semacam ini mudah terpukau oleh hal-hal yang terlihat megah dan menyenangkan, tetapi goyah ketika menghadapi ujian kehidupan atau panggilan untuk hidup dalam kasih yang sejati.
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian, “Maka dipanggil-Nya murid-murid-Nya dan berkata kepada mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak dari pada semua orang yang memasukkan uang ke dalam peti persembahan.
Sebab mereka semua memberi dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, semua yang ada padanya, yaitu seluruh nafkahnya.”
Yesus mengkritik sikap hidup orang Farisi yang menunjukkan kesalehan hidup untuk dilihat orang.
Mereka blusukan ke mana-mana, bukan terutama untuk mengajarkan keutamaan keagamaan, tetapi lebih memamerkan kesalehan pribadi, agar mendapat pujian dan simpati banyak orang.
Mereka menyangka, dengan melakukan demikian, mereka telah melaksanakan perintah Taurat. Yesus amat tidak suka dengan cara hidup demikian.
Yesus menghadirkan figur alternatif. Dia adalah janda miskin yang diam-diam menunjukkan sikap keberimanan dengan bersedekah.
Sebuah tindakan konkret, yang jauh dari pemberitaan dan tidak semarak untuk dilihat orang. Bahkan orang pun tidak tahu kalau ia baru saja memberi seluruh yang ia miliki sebagai persembahan kepada Tuhan.
Janda miskin itu telah menunjukkan bahwa hidup rohaninya mendalam bukan iman kosmetik. Iman janda miskin itu sungguh dalam dan sejati tidak hanya bersinar dalam keberhasilan dan pujian, tetapi tetap kuat saat menghadapi kekecewaan, kehilangan, dan penderitaan. Bahkan dia mempersembahkan seluruh yang dia miliki kepada Tuhan.
Dunia membutuhkan saksi iman yang otentik, bukan sekadar penampilan yang indah tanpa kedalaman.
Ketika kita hidup dalam iman sejati, kita tidak akan mudah terombang-ambing oleh arus dunia yang mencari popularitas atau penampilan.
Iman yang sejati bersumber dari perjumpaan pribadi dengan Tuhan yang terus-menerus memperbarui dan memperdalam kasih kita kepada-Nya dan sesama.
Kehidupan yang terpusat pada Kristus menjadikan kita saksi yang autentik, dan bukan sekadar aktor dalam drama spiritual, penuh polesan bak badut yang menampilkan citra diri yang jauh dari hidupnya sendiri.
Bagaimana dengan diriku?
Apakah aku selama ini sibuk memoles penampilanku atau aku berusaha sungguh menghidupi iman yang benar?