Home BERITA Implementasi Ajaran Sosial Gereja di Sekolah-sekolah Katolik

Implementasi Ajaran Sosial Gereja di Sekolah-sekolah Katolik

0
1,259 views
Para peserta seminar tentang Ajaran Sosial Gereja dalam konteks implementasinya di sekolah-sekolah Katolik. (Br. Dinus Kasta MTB)

INI berita lama. Tapi tetap saja menarik. Setidaknya untuk para pengampu karya pendidikan dan praktisi pendidikan di sekolah-sekolah Katolik. Utamanya di wilayah pastoral Keuskupan Agung Pontianak.

Bertempat di Gedung Bina Remaja, Jl. AR Hakim 95 Pontianak, Majelis Pendidikan Katolik (MPK) Keuskupan Agung Pontianak menggelar seminar dengan fokus bahasan tentang Ajaran Sosial Gereja (ASG). Temanya menarik. Yakni bagaimana kita bisa melakukan “Implementasi Ajaran Sosial Gereja (ASG) di Sekolah Katolik”.

Sebanyak 120 peserta hadir pada seminar ini. Mereka adalah para ketua yayasan, kepala sekolah, dan utusan guru. Datang mewakili sekolah-sekolah di lingkungan MPK Keuskupan Agung Pontianak, MPK Keuskupan Sintang, MPK Keuskupan Ketapang, dan dari Keuskupan Sanggau.

Seminar ini telah dilaksanakan tanggal 15 Pebruari 2020. Sebagai tindak lanjut kegiatan “Diklat Penguatan Kepala Sekolah” tanggal 15-21 Desember 2019 lalu.

Kompetensi Kepala Sekolah

Dalam Permendikbud No. 6 Tahun 2018 dijelaskan, guru yang mendapat tugas sebagai kepala sekolah atau kepsek yang sedang menjabat dan belum memiliki Surat Tanda Tamat Pendidikan dan Pelatihan Calon Kepala Sekolah wajib mengikuti dan lulus pendidikan dan pelatihan penguatan Kepala Sekolah.

Menjawab kebutuhan salah satu kompetensi yang harus dimiliki Kepala Sekolah, maka Majelis Pendidikan Katolik (MPK) Keuskupan Agung Pontianak bekerja sama dengan Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) Propinsi Kalimantan Barat dan Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Kepala Sekolah (LP2KS) Solo menyelenggarakan “Diklat Kepala Sekolah”.

Sambutan Ketua MPK Keuskupan Agung Pontianak Br. Vianney MTB.

Sebanyak 38 Kepala Sekolah dari Yayasan Persekolahan Katolik dari Pontianak, Sintang, Sanggau, dan Ketapang serta satu Kepala Sekolah dari Muara Teweh, Kalimantan Tengah  menjadi peserta Diklat ini.

Ketua MPK Keuskupan Agung Pontianak Br. YM Vianney Alexius Harnoto Trilaksono S.Kom, M.Pd, MTB menjelaskan sebagai berikut.

Diklat ini diselenggarakan secara mandiri, biaya ditanggung masing-masing peserta. Juga bertujuan memperkuat kompetensi kepala sekolah pada manajerial, kewirausahaan, supervisi, kepemimpinan, penguatan pendidikan karakter dan pengembangan sekolah berdasarkan delapan Standard Nasional Pendidikan (NSP).

Lebih kanjut, Ketua MPK KA Pontianak mengatakan demikian. “Kami MPK Kalimantan Barat bersepakat menyelenggarakan diklat ini untuk peningkatan kompetensi Kepala Sekolah dalam mengelola sekolahnya,” ujarnya.

Kepsek Persekolahan Katolik

Ketua MPK KA Pontianak menegaskan bahwa kepala sekolah di Persekolahan Katolik  –selain harus memiliki kompetensi dasar sebagai Kepala Sekolah— juga wajib memiliki lima dimensi kompetensi. Yakni, kepribadian, manajerial, kewirausahaan, supervisi, dan sosial. Lalu juga harus juga memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang Ajaran Sosial Gereja (ASG).

“Dengan pengetahuan dan pemahaman tentang ASG, seorang kepala sekolah dapat menanamkan nilai-nilai luhur ASG seperti keadilan, kedamaian, kasih, kerukunan, penghargaan akan harkat dan martabat manusia di unitnya,lingkungan sekolahnya  masing-masing,” lanjut Br. Vianney MTB.

Ajaran Sosial Gereja

Dalam kata pengantarnya, Pastor Prof. Dr. William Chang OFMCap menjelaskan apa itu Ajaran Sosial Gereja (ASG).

ASG, katanya, berawal dari kepekaan, kesadaran, dan tanggapan Gereja Katolik terhadap situasi sosial, ekonomi, dan kemanusiaan di kalangan kaum buruh di Eropa dan Amerika Utara dalam abad ke-19.

Pada saat itu terjadi penyakit sosial yang disebabkan oleh kemiskinan yang mengerikan. Terjadi karena perlakuan tidak adil kepada para pekerja oleh majikan, pemerasan tenaga, kesejahteraan pekerja  diabaikan. Akibatnya, masyarakat terkotak-kotak dalam kelas sosial (majikan dan buruh; kaya dan miskin).

Gereja prihatin menyaksikan kenyataan tersebut dan  kemudian mengambil langkah kongkrit dengan mengeluarkan ajaran tentang kerja, hak atas milik, prinsip kerja sama, hak-hak kaum lemah, keluhuran kaum miskin, kewajiban orang-orang berada.

Ini sebagai bentuk nyata bahwa Gereja bertekad memperjuangkan keadilan bagi semua memalui jalan kasih.

Pastor William Chang OFMCap sebagai narasumber utama.

Mengapa Ajaran Sosal Gereja (ASG)?

Berikut dijelaskan pula, Ajaran Sosial Gereja bersumber dari Kitab Suci. Terutama Injil dan Kisah Para Rasul, tulisan Bapa-Bapa Gereja, Doktor-doktor Gereja Abad Pertengahan dan magisterium.

Tonggak sejarah Ajaran Sosial Gereja diawali oleh Paus Leo XIII pada tahun 1891 dalam Ensiklik Rerum Novarum.

Para Bapa Gereja berikutnya mengambil alih prinsip-prinsip Rerum Novarum sebagai paradigma abadi untuk dianalisa, direnungkan dan direfleksikan secara lebih mendalam dalam ensiklik–ensiklik  sosial yang kemudian diterbitkan.

  • Dimulai dengan Rerum Novarum (Hal-hal baru tentang Keadaan buruh tahun 1891) oleh Paus Leo XIII.
  • Quadragesimo Anno (Tahun Keempat Puluh terbit tahun 1931) oleh Paus Pius XI.
  • Mater et Magistra (Ibu dan Guru: Kekristenan dan Kemajuan sosial, 1961) oleh Yohanes XXIII.
  • Pacem in Terris oleh Paus yang sama (1963)

Demikian seterusnya menyusul ensiklik ensiklik lainnya. Pada peringatan 100 tahun (satu abad) Ensiklik Rerum Novarum, Paus Yohanes Paulus II menerbitkan Centesimus Annus.

Disusul dengan ensiklik lainnya dari Paus-paus berikutnya.

Keluhuran martabat manusia

Pastor William Chang OFMCap menekankan pula bahwa Ajaran Sosial Gereja merupakan bagian integral pelayanan Injili. Dilahirkan sebagai pertemuan antara pesan Injil dengan hidup sosial. Nilai-nilai Injili diterapkan dalam ASG seperti cinta, belas kasih, kemanusiaan, damai, persaudaraan universal berdasarkan kehendak ilahi.

Diingatkan pula bahwa manusia diciptakan menurut citra Allah (Kej. 1:27). Dalam diri manusia hadir Sang Pencipta. Manusia mewarisi kekudusan, keluhuran dan kesetaraan. Untuk itu ditekankan bahwa “Sikap saling menghargai dan menghormati sebagai makhluk ciptaan Tuhan perlu dipupuk terus.”

Bahan refleksi

Di akhir seminar,  Pastor William Chang memberi bahan-bahan refleksi kepada peserta:

  • Bagaimana penanaman dan penerapan watak dan sikap saling menghargai dan menghormati sebagai sesama manusia? Apakah sebagai pendidik kita telah menunjukkan sikap demikian?Sungguh sadarkah saya bahwa Tuhan hadir dalam diri manusia (rekan sekolega dan peserta didik) sebagai ciptaan-Nya? Kalau belum, apa yang bisa dilakukan?
  • Bagaimanakan menerapkan nilai keadilan dalam dunia pendidikan formal? Kesimbangan hak dan kewajiban. Bagaimanakah dengan proses penilaian hasil kerja peserta didik? Transparansi dalam keadilan sedang dinantikan dunia pendidikan formal.
  • Bagaimanakah dengan lingkungan dunia pendidikan kita? Sudahkah mempelajari dan mengantisipasi kemungkinan terjadinya tindakan yang bertentangan dengan damai?

Menutup acara seminar Implentasi Ajaran Sosial Gereja (ASG) di sekolah-sekolah Katolik ini, pastor yang juga Vikjen Keuskupan Agung Pontianak ini mengajak para kepala sekolah untuk bertindak secara nyata dengan menerapkan Laudato Si di sekolahnya masing-masing, sehingga terwujud sekolah yang hijau, ekologis, dan persaudaraan universal.

Br. B. Sukasta, MTB

Foto penunjang naskah berita: Implementasi ASG di Sekolah Katolik.

Ket. Foto:

1. DSCF3289   Misa Penutup Seminar ( Tengah Pastor William Chang)

3. DSCF 3318 Sambutan Ketua MPK KA. Pontianak.

Terima kasih.

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here