DISPLIN itu adalah rohnya. Begitulah almarhum Bruder Amideus MTB ini di mata saya. Dan disiplin itu begitu berharga bagi Bruder Ami yang sudah beberapa tahun terakhir ini tidak punya kaki lagi.
Kedua kakinya sudah diamputasi sejak beberapa tahun lalu. Praktis, hidup sehari-harinya tergantung sepenuhnya di atas kursi roda.
Justru di situlah, disiplin tinggi itu lalu menemukan “kebenarannya”. Dengan hanya bisa hidup di atas kursi roda, maka disiplin itulah yang juga mengantarkan almarhum Br. Amideus MTB sampai menapaki pesta 60 tahun hidup membiaranya. Terjadi di bulan Agustus 2019 lalu.
Ditegur terlambat
Tahun 2010, saya sempat melayani komuni suci untuknya. Saat penerimaan komuni suci, beliau tidak suka lama lama berdoa. Sesekali dia tegur saya, karena telah terlambat memberi komuni.
Biasanya pukul 09.00, beliau sudah siap menunggu di kapel, tetapi entah kenapa saya lupa. Ketika saya masuk tepatnya pukul 09.30, dia marah. Dan berjanji jangan kasih komuni lagi, kalau tidak serius.
Saya hanya bisa diam dan minta maaf.
Selang satu pekan, saya mencoba mengklarifikasi persoalannya. Lagi-lagi jawabannya tidak bersahabat. Lain waktu, saya tidak hilang akal tiba tiba saya bergurau.
“Der.. muka saya kok mirip muka Bruder waktu Postulan,” kata saya mengajaknya bergurau.
Saat itu, langsung terjadi perdamaian bagi kami berdua.
Nasi goreng bumbu luar
Pernah saya juga “membohongi” Bruder Ami. Sampai saat ini, belum tahu kalau saya buat nasi goreng untuk beliau saya beli di super market Kaisar Pontianak.
Dia memuji saya, karena racikan bumbu saya, dia bisa menikmati nasi goreng enak.
Aduh Bruder, minta maaf ya, itu bumbu dari Kaisar.
Mengapa waktu itu saya tidak langsung katakan apa adanya ya. Pada bulan november 2019 itu, saya sempat kunjungi beliau. Tapi, beliau sudah lupa nama saya. Saya cerita panjang lebar, tetapi dia tidak ingat saya.
“Saya tidak bilang akan persetujuan Bruder Dismas, saya minta untuk melayani komuni beliau,” kata almarhum.
Bruder Ami, selamat jalan sampai jumpa di rumah Bapa di Surga. (Selesai).