KONON kabarnya, selain ahli merakit senjata api khusus untuk menembak celeng (babi hutan), almarhum Bruder Philippus Satidja Mulyoharjono SJ (94) juga dikenal piawai membuat anggur produksi rumah tangga.
Nama anggur produksi rumahan itu disebutnya “Jesuitin” alias anggur made by the Jesuits. Begitulah kira-kira maksud sebutan nama tersebut.
Kisah mengenai “Jesuitin” dan keahlian menembak celeng itu sudah saya dengar sejak tahun 1980-an, ketika mentor saya almarhum Br. Godefridus van Dooren SJ sering berkisah tentang hebatnya para Jesuit –termasuk para brudernya—dalam menggarap ladang “persemaian panggilan” di Tanah Jawa ini.
Jesuitin Cap Kulit Jeruk
Tentang Jesuitin, kata almarhum Br. van Dooren SJ, anggur made in rumah tangga ini mengambil bahan dasarnya yakni kulit jeruk keprok.
Daripada kulit-kulit jeruk peras yang manis ini dibuang begitu saja, maka almarhum Bruder Mul lalu mengumpulkannya dan kemudian mengeringkannya dan setelah melalui proses fermentasi, jadilah “anggur” bernama Jesuitin.
Anggur “Jesuitin Cap Kulit Jeruk”, begitu narasi nakal saya berkreasi, yang diproduksi almarhum Bruder Mul ini cukup laris manis sebagai minuman penyegar di sela-sela waktu rekreasi para Jesuit era tahun sebelum 1980-an.
Selain Martini dan Bolls produksi negeri seberang dari Italia dan Belanda, Jesutin Cap Kulit Jeruk itu juga laris manis di meja rekreasi.
Rasanya “nano-nano” alias ada sepet, manis, kecut, dan greng di ujung lidah –rasa khas anggur mirip mirip minuman soda atau limun zaman tahun 1970-an.
Penembak celeng
Tentang ahli tembak khusus target celeng, kisah cemerlang Bruder Mul itu juga sudah saya dengar di tahun 1980-an.
Ceritanya begini. Waktu itu diperkenalkan kata fusil, kata bahasa Perancis untuk senjata api. Entah bagaimana ceritanya, Bruder van Dooren SJ lalu mengambi contoh tentang le fusil itu dari kisah yang memang dilakoni oleh almarhum Bruder Mul.
“Ia sering masuk hutan ikut rombongan menembak celeng,” demikian Bruder van Dooren SJ menerangkan pengertian fungsi le fusil dalam sistem persenjataan.
http://www.sesawi.net/rip-br-philipus-mulyaharjono-sj-perakit-senjata-api-penembak-celeng/
Namun, target yang ditembak dengan le fusil itu bukan manusia, tandas “Bruder Kupu-kupu”, melainkan babi hutan.
Sisa-sisa kejayaan almarhum Bruder Mul SJ masih bisa terlihat, setiap kali dia mampir ke Novisiat SJ Girisonta dengan kendaraan jipnya dari KPTT Salatiga menemani Romo Bentvelsen SJ.
Kegagahan jip “bau-bau” semi militer itu sangat terasa, karena di depan bemper jip Land Rover itu masih ada terpasang sling –kawat baja untuk menarik atau mengikat beban berat.
Saya sendiri tidak pernah melihat le fusil buatan Bruder Mul ini.
Tapi seorang mantan Jesuit yang kini jadi wartawan malah berani menyebut, Bruder Mul SJ ini mungkin satu-satunya Jesuit Indonesia yang punya kartu anggota PERBAKIN.
Konon, keahlian menembak ini berhasil dia kuasai, karena sebelum menjadi Jesuit, almarhum Bruder Mulyoharjono SJ ini pernah “berbaju hijau” alias menjalani pendidikan militer dan karier sebagai serdadu.
Pas benar seperti Ignatius de Loyola: ia menjadi serdadu dulu, barulah kemudian menjadi peziarah rohani.
Requiescat in pace et vivat ad aeternam.