In Memoriam Errol Jonathans: Cerlang Cahya di Gelapnya Post Truth (1)

0
268 views
RIP Errol Jonathan, CEO Suara Surabaya Media dan Penggiat Komisi Komsos KWI.

RIP Mas Errol Jonathans (27 April 1958–25 Mei 2021)

Hari-hari ini, masyarakat kita sedang diperhadapkan pada persoalan ‘klasik’ yang cukup pelik.

  • Klasik karena sudah pernah terjadi, sering terjadi, dan sulit untuk memprediksi bahwa hal serupa tak akan (pernah) lagi terjadi.
  • Pelik karena melibatkan berbagai komponen masyarakat dan acap memecah tatanan sosial, mengoyak keguyuban, dan merusak keadaban publik sebagai suatu komunitas bangsa Indonesia.

Ke-beragam-an dan ke-bernalar-an

Persoalan tersebut adalah persoalan ke-beragam-an dan kebernalar-an.

Celakanya, lebih banyak sang empunya otoritas dan institusi berwenang tak berbuat apa-apa, kecuali melayani saling-lapor nan kian membingungkan.

Celakanya lagi, masyarakat hanya bisa mengelus dada sembari menggumamkan umpatan, baik secara nyata atau pun secara virtual-digital.

Bangsa ini seolah tak henti berputar dari satu ironi ke ironi lainnya, melompat berjumpalitan dari satu absurditas ke absurditas lainnya tanpa jeda, tanpa tanda jemu, apalagi muak.

Seolah ironi dan absurditas telah jadi jamak.

Jagat maya segendang-sepenarian dengan dunia nyata.

Media sosial dijadikan ajang pembenaran sudut pandang masing-masing sembari menghujat pihak lain yang berseberangan.

Lebih runyam bila hal itu segera dilakukan bersama deru emosi tinimbang melakukan klarifikasi atau tabayyun.

Warganet kerap kali menumpahkan segala uneg-uneg tanpa bekal literasi yang cukup, demikian pernah disampaikan Mas Errol Jonathans saat webinar bersama penulis bulan November 2020 lalu.

Nyaris semua hal yang senada dengan pemikiran sendiri langsung disebarkan (sharing) tanpa konfirmasi dan klarifikasi.

Berita-berita yang belum tentu benar pun dikabarkan ke penghuni jagat maya tanpa menguji kebenaran sumbernya.

Jadilah jagat maya penuh kebenaran berbaur sesak dengan kebohongan.

Era post-truth hadir dalam semangat serba instan, menelikung, membius nalar sehat yang memang membutuhkan upaya (effort) lebih.

Pada gilirannya, makin keringlah lahan lahirnya gagasan alternatif nan kreatif. Lantaran massif dibelenggu kedangkalan-kedangkalan.

Atas nama keberhasilan instan banyaknya likes dan subscribes; beserta derivasi bentuk-bentuk kedangkalan lainnya nan serba rupa-rupa menawan serta ramah pasar.

Suatu ironi tak terpermanai (tak bisa dilukiskan dengan kata-kata), tatkala para selebritas youtuber bergelimang harta mewah. Sembari memanfaatkan kedunguan adab publik dengan konten-konten tak mendidik, apalagi mencerahkan.

Pada titik inilah, Radio Suara Surabaya dan jajaran Suara Suara Media hadir sebagai suluh penerang, menjernihkan hoax dan menegakkan kewarasan akal sehat publik nyaris 38 tahun lamanya.

Tanpa mengecilkan peran pendiri dan awak Suara Surabaya lainnya, derap SS selama ini tentu tak bisa lepas dari sosok Errol Jonathans.

Awas, jangan salah eja.

Jonathans memang harus ada huruf S-nya; bukan berarti jamak. Karena huruf S di nama itu menandakan keturunan klen Depok Belanda.

Begitu tutur beliau suat saat mengoreksi kesalahan saya dalam menuliskan namanya.

Begitulah sosok Mas Errol yang saya kenal selama ini, selalu lugas dan bernas. Tetapi tetap santun dan menjunjung tinggi etika.

Konsistensi dan kedisiplinan beliau menjadi teladan tersendiri, khususnya bagi para mitra kerja maupun jajaran SS.

Terkait soal pemanggilan Mas Errol memang diminta oleh almarhum. Mungkin agar terasa akrab, memangkas jarak sosial sembari tetap menjunjung tinggi profesionalisme.

Kata terakhir ini sungguh dimaknai dan dihidupinya hingga akhir.

Semoga kawan-kawan SS tetap tabah, tawakal, dan tegar menyikapi kehilangan yang amat memilukan ini di tengah suasana menyambut hari ulang tahun ke-38 Radio Suara Surabaya.

Besar harapan kami, sepak-terjang SS kian berkibar, kian konsisten menjaga keadaban akal sehat di tengah makin banalnya nalar.

Semoga kawan-kawan SS tetap konsisten menegakkan kecerdasan kolektif masyarakat walau tak lagi didampingi sang guru dan pemimpinnya yang berpulang.

Segenap legacy Mas Errol mesti kita jaga. Kita tumbuh-kembangkan bagi kemashalatan publik.

Tak hanya di Surabaya sekitarnya, mungkin bagi bumi pertiwi Indonesia juga.

Selamat jalan Mas Errol, kawan, guru, dan teladan kami.

Teriring selaksa doa dilumuri rasa duka atas kehilangan sosokmu, lagu Tears in Heaven Erick Clapton kiranya cocok mengiringi kepergianmu.

Sampai jumpa di lain kesempatan, kawan.

Malang, 25 Mei 2021

Salam duka teramat dalam dari dosen dan pemikir bebas yang pernah dimentori oleh Mas Errol Jonathans.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here