In Memoriam: Hendrikus Tjiasaka, Ringan Tangan Penuh Senyum

0
415 views
In Memoriam Hendrikus Tjiasaka, Ringan Tangan Penuh Senyum

KENAL dengan Hendrikus Tjiasaka?

Tiba-tiba pertanyaan itu dilontarkan Lenny, sepupuku, waktu kami berbincang di WA.

Iya, ia kakak kelas di SMA – dua tingkat di atasku, kenal karena ketemu di ekstrakurikuler drama, jawabku.

Langsung bermunculan di benakku pengalaman waktu SMA. Siswa wajib ikut minimal satu ekstrakurikuler (eskul). Eskul yang paling keren di alma mater-ku -SMA St. Paulus- waktu itu adalah marching band.

Tapi saya jelas tak akan lolos tes, maka tak pernah terpikir untuk daftar. Drama mungkin menarik – pikirku, sesuai untuk orang yang suka baca buku cerita dan nonton film.

Kilasan ingatan masa SMA yang tiba-tiba berseliweran terhenti mendadak, ketika kutangkap kalimat berikutnya, “Ia meninggal dunia, belum lama ini.”

“Hah, serius?”

“Benar,” jawab Lenny.

“Bukan hoaks? Seingatku, ia selalu sehat waktu SMA,” saya mencoba menyanggah. Tak mau percaya berita mengagetkan tersebut.

“Iya, beritanya di WAG alumni Panca Bakti, infonya sudah dimakamkan pekan lalu,” jawaban ini membuatku harus menelan bantahan lain yang mau disuarakan.

“Oo turut berduka.. Sebenarnya aku tak tahu kondisinya setelah SMA, karena tak pernah bertemu lagi sejak lulus SMA.”

Memang, kami tak pernah bertemu lagi, sejak Hendrikus tamat SMA. Pertemuan kami hanya setahun.

Hanya setahun, tapi berkesan.

Pastor, Yesus, orang baik

Ketika pertama bertemu almarhum Hendrikus, kesan ramah dan cerianya mudah ditangkap.

Berbicara dengan senyum yang tak pelit dibagi. Suaranya empuk, wajahnya teduh. Dari balik kacamata minus yang tak pernah lepas, matanya menyapa ramah kami, anak-anak kelas satu yang baru gabung dalam eskul drama.

Mirip pastor, mendadak gambaran itu yang kutangkap dan tanpa ragu kuceletukkan saat itu. Ia ketawa, dan menjawab, teman-teman kadang memanggilnya Yesus – karena jadi pemeran Yesus waktu drama Paskah.

Kesan awal itu tak bergeser jauh setelah pertemuan-pertemuan kami berikutnya.

Plus ringan tangan, tak keberatan diberi tugas apa pun oleh Mas Yoseph Oendoen, pelatih drama kami.

Yoseph Oendoen merupakan aktor yang pernah terlibat dalam berbagai film nasional termasuk film wajib tonton saat itu Serangan Fajar.

Lumayan banyak kegiatan eskul drama kami. Kami pentas di acara perayaan sekolah, di Perayaan Paskah di Gereja Katedral Pontianak yang jaraknya hanya sepelemparan batu dari sekolah kami. Kami juga pernah latihan di Pantai Sikka, latihan vokal teriak-teriak di pantai.

Hendrikus, Stivenes dan adiknya Genoveva kelas tiga, Jerry kelas dua, dan Jeremias Nyangoen kelas satu tapi lain kelas, itu antara lain nama-nama yang saya ingat mengikuti eskul drama saat itu.

Jeremias yang akhirnya serius menekuni akting dan menjadi aktor, penulis, dan produser di Jakarta. Ia pernah menjadi pemeran utama dalam film Kanibal – Sumanto.

Ketika ada lomba pidato dalam rangka ulang tahun sekolah, Hendrikus menjadi juara tiga dan saya juara harapan 1. Maka kami berdiri berjejeran ketika menerima hadiah waktu acara perayaan sekolah tersebut. Bangga, walau tidak yang pertama.

Ada satu lagi pengalaman lain yang melibatkan kami di luar drama. Yaitu ketika Hendrikus, Genoveva dan saya mewakili sekolah ikut lomba cepat tepat Bulan Kitab Suci. Kami menjadi satu tim yang kompak dan lumayan berhasil saat itu.

Ada satu pertanyaan yang paling cepat kami jawab. Ketika itu ada model pertanyaan menggunakan pantomim, satu orang memperagakan dan dua teman lain mencoba menebak kata yang dimaksud.

Geno yang peragakan, setelah melihat kata tsb dia menunjuk-nunjuk Hendrikus, langsung saya tebak maksudnya: “Yesus”.

Kesan ‘saleh’ kuat melekat dalam memori saya tentang Hendrikus. Tidak hanya ramah, tapi juga pintar. Ia juara umum untuk angkatannya, jurusan sosial.

Lenny yang kenal lebih lama mengatakan Hendrikus orang yang penuh perhatian sama teman. Waktu itu ada satu teman mereka sakit kronis, Hendrikus rajin mendampingi dan mencarikan pengobatan alternatif.

Juga ketika Gata, anak Lenny ada tugas sekolah ‘paper doll going around the world’ Hendrikus yang pertama menawarkan bantuan untuk menerima kiriman paper doll Gata.

Sepenuh hati melayani Gereja

Walau Hendrikus tidak menjadi pastor benaran, tetapi dia dekat dengan Gereja.

Ia pernah menjadi anggota Dewan Pastoran Paroki (DPP) Katedral Santo Yosef Pontianak, menjadi Ketua Lingkungan St. Bonaventura, aktif di Kursus Evangelisasi Pribadi (KEP), dan juga sebagai Prodiakon sampai akhir hidupnya.

Ancella Lily, Sekretaris DPP Katedral Santo Yosef Pontianak, mengenang almarhum Hendrikus sebagai orang yang humoris dan selalu siap membantu Gereja dengan tulus. Demikian juga istrinya yang sekarang menjadi anggota DPP dan sekaligus Ketua Lingkungan.

Kebaikan dan ketulusan persahabatan Hendrikus dirasakan banyak orang. Tidak hanya Gereja, ia juga aktif di Lions Club Pontianak Red Borneo. Maka tak heran, melimpah pelayat yang hadir memberikan penghormatan terakhir di Rumah Duka St. Mikael tempat ia disemayamkan.

Selamat jalan Hendrikus, requiescat in pace et vivat ad vitam aeternam.

Peziarahanmu di dunia telah berakhir dengan baik.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here