“WAKTU itu, saya baru kelas V SD di Warak”, demikian Julius Widiantoro mengisahkan drama pilu di keluarga besarnya ketika mengenang almarhumah Suster Franceline CB,. “Hanya budhe Suster yang tampak tegar hati saat menerima kenyataan bahwa Frater Diakon Hartoko Pr telah meninggal dunia lantaran tertabrak. Itu terjadi hanya beberapa pekan menjelang om kami akan menerima tahbisan imamatnya.”
Waktu itu menunjukkan tahun 1978.
Alm. Fr. Hartoko Pr adalah calon imam Keuskupan Agung Semarang. Namun, malang menimpa dirinya, ketika hendak menyeberang jalan persis di depan Seminari Tinggi St. Paulus Kentungan Yogyakarta, ia tertabrak dan kemudian meninggal karena pendarahan di kepala.
Menurut ingatan Julius, beberapa bulan sebelumnya, almarhumah Sr. Franceline CB yang masih terbilang budhe-nya datang menyempatkan diri pulang dari Jakarta ke Warak, Sleman, untuk mengadakan rapat keluarga “menyambut” acara tahbisan adiknya: alm. Fr. Hartoko Pr.
“Budhe Suster Franceline CB sungguh amat terpukul dengan meninggalnya Om Frater Hartoko Pr,” kenang Julius.
Seragam batik yang sudah disiapkan untuk menyambut tahbisan Fr. Hartoko Pr akhirnya dipakai untuk misa requiem dan prosesi pemakaman. “Waktu itu, budhe Suster Franceline sangat sedih, namun juga tampak tegar menerima kenyataan pahit seperti itu,” kenang Julius.
Menurut Julius, almarhumah budhe Suster Franceline CB sangat senang melantunkan lagu There is a Joy.
Demikian ungkatan Kata Julius di jaringan WA Paguyuban Sesawi (Sesama Sahabat Warga Ignatian): “Mungkin kegembiraan dan optimisme yang selalu dinyanyikan lewat lagu There is joy joy joy joy. Deep down in my heart…dan itu memang jadi kekuatan budhe Suster Franceline CB.”