DI rumah tempat tinggalnya yang sederhana, berhalaman luas dan dinaungi oleh keteduhan rumpun bambu di tengah perkampungan di perbukitan Dukun, Sumber, Muntilan, almarhum guru saya -Martinus Surawan- didoakan dan diantar pulang ke keabadian.
Ia adalah pensiunan guru Bahasa Inggris Seminari Menengah Mertoyudan yang berhasil meraih gelar doktor pada masa menjelang purna tugasnya.
Songkok penuh simbolis
80% kaum lelaki yang menghadiri ekaristi pemberkatan jenasah itu -baik tua maupun muda- mengenakan songkok atau peci hitam khas orang-orang kampung.
Songkok atau peci hitam adalah bagian dari pakaian adat Nusantara. Biasanya digunakan untuk menandai bahwa aktivitas yang dihadirinya adalah aktivitas yang penting dan terhormat.
Mengenakan songkok atau peci hitam adalah sebuah tanda untuk menghormati keluarga atau pribadi yang menjadi pusat dalam kegiatan itu.
Dalam sikap hormat khas kampung seperti itulah, bapak Martinus Surawan dihantar pulang menuju rumah Bapa di Surga.
Bapak Martinus Surawan yang kepulangannya diantar dalam suasana kultural khas kampung itu, dalam pengenalan saya, saya gambarkan sebagai Orang Majus dari perbukitan Dukun.
Dengan beberapa alasan
Pertama, Orang Majus dari Timur yang sanggup membaca tanda-tanda dan akhirnya menemukan dan mengunjungi Kanak-kanak Yesus (Matius 2:1-12).
Dalam pengertian yang paling substansial dan fundamental, saya pahami sebagai:
- Orang-orang yang memiliki kecintaan terhadap proses belajar terus-menerus.
- Demi memperluas dan memperdalam wawasan sebagai sarana fundamental;
- Untuk lebih sanggup memahami, mendengarkan, mencermati dan mengenali apa yang penting, yang baik, yang indah, yang luhur, yang adil dan yang bermanfaat bagi kehidupan.
Dalam konteks kisah Injil Matius, kecintaan terhadap proses belajar terus-menerus itu telah membuat Orang Majus mengenali apa yang penting dan indah dalam kehidupan dan menemukannya, yakni pribadi Yesus.
“Orang Majus”
Dalam pengertian fundamental semacam ini, Pak Surawan adalah “Orang Majus”.
Ia adalah pribadi yang memiliki kecintaan terhadap proses belajar terus-menerus sehingga mengenali dan menemukan apa yang penting di dalam hidupnya.
Sejak awal mula sebagai guru di Seminari Menengah Mertoyudan, meskipun tugas utamanya adalah menjadi guru Bahasa Inggris, ia secara otodidak juga mulai mempelajari Bahasa Latin, mengikuti kursus Bahasa Perancis, mengikuti kursus Bahasa Jepang, dan mempelajari bahasa Jerman.
Dulu, ketika menghadapi kesulitan dalam Bahasa Perancis, kepada Pak Surawanlah, saya bertanya, bukan kepada guru Bahasa Perancis.
Itu karena Pak Surawan memiliki cara khusus untuk memberikan penjelasan sambil memberikan perbandingan dengan Bahasa Latin atau Inggris.
Ia sanggup memberikan penjelasan dengan analogi komparatif bahasa-bahasa.
Fakta bahwa sampai masa purna tugasnya, ia masih sanggup menyelesaikan studi doktoral, adalah bukti bahwa ia adalah “Orang Majus” yang mencintai proses belajar terus-menerus.
Semangat magis
Boleh dikatakan pula bahwa ia memiliki semangat magis, semangat untuk terus maju selangkah, bergerak dalam transformasi.
Orang-orang yang memiliki kualitas kemajusan, yakni kecintaan untuk belajar sampai mati, pada umumnya memiliki sikap dan pandangan berikut ini.
Yakni, bahwa setiap orang adalah guru, setiap tempat adalah sekolah, dan setiap peristiwa atau pengalaman adalah media dan proses belajar.
Dalam sikap dan pandangan semacam ini, yang biasanya muncul adalah sikap santai, rendah hati, dan bergembira terhadap kemajuan belajar orang lain.
Ini semua, tampak nyata dalam kehidupan pribadi Pak Surawan.
Ia adalah pribadi yang asyik untuk diajak ngobrol, selalu memberikan tanggapan dan komentar yang santai dan santun tanpa pernah merendahkan siapapun.
Murid yang mengajukan pertanyaan kepadanya, disikapinya sebagai guru bagi proses belajar dirinya sendiri.
Cara ia menemani murid agar dapat memiliki pemahaman lebih baik juga dihayatinya sebagai proses belajar bagi dirinya.
Itulah sebabnya ia sendiri semakin merangsek maju dalam kualitas dan semakin berisi.
Ia adalah guru dan pribadi yang semerunduk padi.
Kedua, jika Orang Majus dalam kisah Injil Matius menemukan pribadi Yesus sebagai hal yang penting dalam kehidupan, dalam kehidupan Pak Surawan sebagai guru dan pendidik, apa yang penting dalam hidup itu dapat dirumuskan dalam dua hal.
- Yakni, spiritualitas pemberian diri yang otentik demi kemanfaatan bagi orang lain.
- Dan, semangat untuk memberikan jalan yang kokoh bagi para muridnya untuk mencintai proses belajar sehingga pada akhirnya sanggup menemukan sendiri apa yang penting bagi hidupnya.
Dalam hidup pribadi Pak Surawan, pribadi Yesus yang ditemukan itu dihayatinya secara konkrit dalam nilai-nilai pemberian diri yang otentik.
Ini sangat tampak pada orientasi hidupnya yang others-centered, bukan self-centered.
Ia tak begitu peduli pada apa yang oleh sebagian orang umumnya dinilai sebagai kehebatan, kemegahan, atau kesuksesan dalam rupa harta, benda, kekuasaan dan jabatan.
Rumah tinggalnya tetap sederhana, penampilan hariannya tetap ugahari, dan profesi hariannya tetaplah sunyi, jauh dari segala kemeriahan tepuk tangan.
Namun, ia tetap memancarkan kualitas dan kedalaman.
Ia masih terus bergelut dengan kesulitan-kesulitan hidup yang sangat konkret dan mungkin sangat berat. Namun, ia tetap sanggup memberi peneguhan kepada orang lain tanpa keluhan.
Ia tetap menjadi pribadi yang berkomitmen kepada tanggungjawab dan kapasitasnya sebagai laku panggilan hidupnya.
Ia bagaikan benih yang terus-menerus berupaya untuk merekah, meskipun seringkali ekosistemnya tak sepenuhnya memberi dukungan untuk pertumbuhan maksimal dan ideal.
Dalam pergulatan semacam itu, ia tetap produktif dan membagi sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain. Antara lain dengan menulis beberapa karya buku dan diterbitkan oleh beberapa penerbit.
Sebagai guru dan pendidik, ia tak pernah dibuat pusing oleh berbagai macam hiruk pikuk perubahan kurikulum sepanjang zaman.
Mau diubah seperti apa pun kurikulumnya oleh Kementerian Pendidikan, ia tetap menemani para muridnya belajar untuk mencintai proses belajar bahasa Inggris.
Dengan semua metode yang telah ia kembangkan secara grounded, seturut temuan melalui pengalaman, mengikuti pertumbuhan proses belajar natural dan fundamental yang dihayatinya.
Sebagai guru dan pendidik yang majusi, ia telah menemukan apa yang penting bagi para muridnya.
Yakni, metode-metode yang akan menjadi habitus untuk mencintai proses belajar sehingga pada akhirnya akan menemukan sendiri apa yang paling penting dalam hidupnya, terutama dalam mempelajari bahasa-bahasa asing.
Jauh-jauh hari sebelum Kementerian Pendidikan merumuskan kurikulum yang secara kurang tepat disebut sebagai Kurikulum Merdeka Belajar. Karena pada dasarnya tetap merupakan model link and match, ia telah menemani para muridnya untuk menjalani proses belajar secara merdeka.
- Menghafalkan vocabularies 10 kata setiap hari.
- Membaca buku-buku cerita sesuai dengan levelnya.
- Membuat rangkuman mingguan berupa book report.
- Memanfaatkan buku First Things First sebagai salah satu buku referensi belajar para murid.
- Melatih pengenalan gramatika utama dan sebagainya.
Semua di atas itu merupakan beberapa dari metode yang dikembangkannya dalam menemani para murid untuk mencintai proses belajar bahasa Inggris.
Yang juga berkesan, tulisan tangannya yang bagus baik di papan tulis maupun di dalam buku, membuat kalimat yang sulit itu pun tetap tampil secara menarik dan menyenangkan.
Tak mengherankan, sebelum komputer menjadi barang yang lazim, ijazah kelulusan para murid biasanya ditulis oleh tangannya.
Semua ini adalah jalan yang kokoh yang telah ia temukan sebagai apa yang penting sebagai guru dan pendidik.
Sekali lagi, ia telah mengenalkan metode komprehensif kepada para muridnya agar menjadi jalan yang kokoh dalam mencintai proses belajar bahasa.
Pada hari Selasa, 5 Juli 2022, Orang Majus dari perbukitan Dukun, Muntilan itu telah diantar pulang dalam hormat kampung tradisional oleh orang-orang berpeci hitam.
Sebagian murid-muridnya menyaksikannya dalam diam.
Tuhan memang telah memanggilnya untuk kembali, namun kehadirannya tak pernah tercerabut dari pengalaman kami.
Selamat jalan Pak Surawan yang majusi.
Kami tetap muridmu sampai detik ini.