DALAM kesaksiannya, Rektor pertama STFT Widya Sasana Malang, almarhum Romo Haryanto CM pernah mengisahkan kenangan akan sebuah cerita lawas berikut ini.
Suatu hari di awal tahun 1969, Romo FX Hadisumarta O.Carm yang waktu itu menjabat Provinsial Ordo Karmel Indonesia datang mengetuk “pintu” Seminari Tinggi Congregatio Missionis (CM) di Kediri.
Kedatangan Romo Hadisumarta O.Carm waktu itu adalah untuk mencoba melakukan sebuah terobosan baru. Yakni keinginan beliau mau melakukan kerjasama dalam karya membangun lembaga pendidikan calon imam.
Demikianlah “benih” STFT Widya Sasana berada dalam masa awalnya. Dibicarakan sekilas di Seminari Tinggi CM di Kediri, Jatim.
Tekad Romo Provinsial Karmelit Provinsi Indonesia ini yang beliau wakili itu tentu saja tidak berasal dari dirinya sendiri.
Melainkan hal itu sesuai dengan keputusan rapat para formatores seluruh “seminari tinggi” milik Kongregasi atau tarekat religius Indonesia yang pada waktu baru saja melakukan rapat dan bertemu di Batu, Jawa Timur tahun 1966.
Tak lama segera setelah Konsili Vatikan II berakhir.
“Keputusan pertemuan di Batu” waktu itu dibawa pulang oleh para formatores-nya ke masing-masing Kongregasi dan Ordonya.
Keputusan Kapitel Karmelit
Tahun 1967, dalam sebuah notulensi rapat Ordo Karmel tentang formatio, diputuskan untuk melakukan negosiasi dengan Kongregasi lain untuk kerjasama pendidikan calon imam agar menjadi “solida instituto”.
Romo Hadisumarta, yang baru saja terpilih menjadi Provinsial, lalu melanjutkan “keputusan Batu” dengan mengetuk pintu seminari tinggi CM, St. Joseph, di Kediri.
Provinsial Kogregasi CM waktu itu -Romo C. Reksosubroto CM- langsung menyambut rencana kerjasama tersebut dengan gembira sekaligus sebuah langkah yang kemudian ditoreh dengan penuh perjuangan.
Perjalanan di tanah terjal membangun STFT Widya Sasana
Langkah berikutnya merupakan kisah-kisah “perjalanan di tanah terjal” yang harus dilalui oleh kedua tarekat yang berkarya di Keuskupan Malang dan Keuskupan Surabaya ini: Ordo Karmel dan Kongregasi Misi (CM).
Kedua lembaga tareka religius di Jawa Tmur ini bekerja serius dan penuh perjuangan. Hanya untuk mewujudkan kolaborasi yang juga telah diserukan oleh Konsili Vatikan II dan mulai juga diidam-idam kan oleh Gereja Katolik Indonesia.
Dan, selama “perjalanan di tanah terjal” tersebut, Romo kemudian menjabat Bapak Uskup Keuskupan Malang Mgr. FX. Hadisumarta (1973) benar-benar memainkan peran pentingnya dengan menjadi sosok pendamping, sahabat, pembimbing yang tekun dan tulus dalam mewujudkan kolaborasi itu.
Untuk menggambarkan “perjalanan tanah terjal”, dapat disimak antara lain dari secarik kertas surat dengan tulisan tangan rapi -tertanggal Kediri, 23 September 1970- yang berasal dari Romo Reksosubroto CM kepada Romo FX Hadisumarta.
Dalam surat tersebut, Romo Reksosubroto CM menegaskan kecemasannya perihal rencana penyatuan Seminari Tinggi Ordo Karmel di Batu dan Seminari Tinggi CM di Kediri.
Di antaranya karena perbedaan pendapat dari komunitas para imam Kongregasi CM dan terjadinya kekurangan finansial.
Surat kecemasan Romo C. Reksosubroto CM
Demikian satu-dua nukilan surat Romo Reksosubroto CM tersebut.
- Grija ingkang dipun tjotjogi sedaja ingkang bersangkutan dereng wonten. Djl .[Jalan] Langsep sebagian setudju, sebagian mboten. Sapunika teksih njobi-njobo pados.
- Kesukaran ingkang serius: angel njade gedung Seminari Kediri. Kula pijambak mboten ngertos kedah punapa utawi bade punapa, saupami/jen Seminari Kediri mboten saged kasade kanti cepet. Awit perpindahan sedikit banyak tergantung pada hasil pendjualan gedung Seminari.
- Sarehning wekdal sampun njlepeg sanget, sapunika kula wiwit godjag-gadjeg punapa rentjana konsentrasi wiwit th kuliah ’71 saged dipun laksanakaken.
Terjemahannya:
- Rumah yang dirasa cocok oleh semua yang berkepentingan [para pembina seminari CM] belum ada. Mengenai rumah Jalan Langsep [No. 45], sebagian orang menyatakan pendapatnya setuju, sebagian tidak. Sampai sekarang kami masih terus mencari (solusi).
- Kesulitan yang serius: Sulit bisa menjual gedung Seminari Kediri. Saya sendiri tidak tahu dan harus berbuat apa, seandainya Seminari Kediri tidak terjual segera. Karena perpindahan [ke Malang] sedikit banyak juga akan tergantung pada hasil penjualan gedung Seminari [Kediri].
- Karena waktu sudah sangat mendesak, sekarang saya mulai ragu apakah rencana “konsentrasi” [penyatuan seminari CM Kediri dan Seminari Tinggi O.Carm Batu] awal tahun kuliah 1971 bisa dilaksanakan.
Melewati ujian pertama
Sejarah mencatat bahwa awal yang “mendebarkan” itu ternyata bisa dilewati. Bahwa momen “kritis” itu bisa dilewati adalah juga berkat kehadiran Romo Hadisumarta yang turut memungkinkan itu terjadi.
Tanpa uluran tangan Beliau yang tulus dan dukungan penuh, kolaborasi itu pasti sulit terjadi.
Berkat kebaikan almarhum Mgr. FX Hadisumarta O.Carm itu pula, akhirnya “bayi baru” lembaga pendidikan calon imamat STFT Widya Sasana dapat mengatasi berbagai kesulitan konkret yang menjadi keterbatasannya.
Beliau yang adalah dosen Kitab Suci masih berkenan mengajar di sela-sela kesibukan yang hebat sebagai Uskup.
Kelak, kerjasama yang indah ini berlanjut dan mekar serta menyebar menjadi nada dasar pendidikan para calon imam dalam institusi ini.
Terharu dan bangga
Dalam kunjungan terakhir ke kampus STFT Widya Sasana, Romo Edison O.Carm yang menemaninya berjalan berkeliling kampus lalu berkata berikut ini.
Mgr. Hadi sempat terharu melihat benih “biji sesawi” yang dulu kecil itu kini sudah bisa berkembang besar menjadi “pohon”, yang terus berbakti kepada Gereja dan Bangsa.
Benih yang bukan hanya kecil, tetapi juga “rapuh” dan penuh kekurangan itu, kini telah diberkati Tuhan dengan banyak buah yang berguna bagi seluruh Gereja.
Dari “Pohon itu” kini banyak Kongregasi dan Keuskupan di seluruh dunia telah beroleh manfaat buah-buahnya. (Berlanjut)