DI bulan September 1983, saya tiba di Biara Karmel, Jl. Hasanudin 13 Batu, Malang. Saya datang sebagai novis untuk menjadi seorang Karmelit. Kedatanganku disambut dengan hangat dan senyum oleh alm. Rm Pandoyo. Beliaulah magisterku.
Itulah pertemuan pertamaku dengan beliau. Saya diajak keliling biara dan diberi tahu agenda rutin sebagai novis dan akhirnya dibimbing beliau selama 2 tahun dengan intens .Acara kehidupan di biara Karmel dimulai pukul 04.30 WIB dan berakhir pukul 22.00 WIB .
Setiap pagi, kami mandi dengan kedinginan, karena airnya waktu itu sungguh dingin sekali dan tidak ada air hangat plus hembusan udara dingin dari Gunung Panderman Batu. Acara rohani dimulai dengan meditasi, ibadat pagi, dan kemudian berlanjut dengan misa pagi. Lalu masuk kelas belajar spritualitas Karmelit, belajar ilmu pembedaan Roh, belajar Kitab Suci.
Baca juga: In Memoriam Mgr. Herman Joseph Sahadat Pandoyoputro O.Carm, Kenal di Ranjang RKZ (2)
Saat di novisiat Karmelit waktu itu, kadang kami digabung dengan para novis SVD. Di Novisiat Karmel, hanya saya sendiri datang dari Seminari Mertoyudan. Saudara lainnya dari Sumatera, Malang, dan Flores.
Kami belajar sampai siang, lalu dilanjutkan doa ibadat siang. Sore kembali meditasi di antara ratusan pohon apel, ibadat sore, sampai completorium ibadat malam. Semua rangkaian hidup saya diisi dengan doa, meditasi dan belajar dibawah bimbingan Magister alm. Romo Pandoyo.
Setiap hari lebih dari 12 jam kami hidup bersama almarhum Romo Pandoyo. Selama dua tahun, kami digembleng mengembangkan sikap dasar hidup dan berpusat pada Allah dalam hadiratNya (kontemplasi) dan mengembangkan sikap dasar persaudaraan dalam semangat Maria dan Elia yang merupakan teladan dan inspirasi bagi setiap anggota Ordo Karmel.
Intinya ada tiga
Pertama adalah unsur-unsur utama spiritualitas yang terdiri dari kontemplasi dan persaudaraan. Kedua adalah tindakan mengikuti Yesus, dan yang terakhir adalah keteladanan Maria dan Nabi Elia.
Dua tahun di Novisiat Karmel bersama Rm Pandoyo merupakan salah satu momen penting dalam perjalanan hidupku dan mungkin bagi sekian banyak novis. Almarhum Romo Pandoyo menjadi magister lebih 15 tahun sebelum akhirnya mendapatkan penunjukan dari Paus Yohanes Paulus II untuk diangkat menjadi Uskup Keuskupan Malang pada 15 Mei 1989.
Sikap sebagai magister terus terbawa dalam perjalanan hidup beliau
Dalam sakitnya, beliau tidak hilang kehangatannya. Kehadiran Romo Pandoyo tidak selalu terlihat tapi hasil tempaan dan dedikasi Romo senantiasa terlihat dan terasa di mana-mana.Hal yang paling penting adalah bukan siapakah Mgr Pandoyo, tetapi apa yang sudah beliau lakukan. Memberi Kehidupan dan membawa harapan adalah rahmat yang luar biasa perjalanan hidup Mgr Pandoyo.
Hari Jumat siang lalu, saat saya menerima kabar bahwa Mgr. Pandoyo telah menerima Sakramen Perminyakan Terakhir dan foto di jalur medsos itu saya perlihatkan itu kepada Mgr. Suharyo yang duduk di sebelah saya. Beliau mengatakan mari kita doakan. Kami berdoa.
Malam hari sekitar pukul 21.00, kami mendapat kabar Beliau telah berpulang. Saat Beliau berpulang seolah olah segumpal awan menjelma menjadi malaikat, dan melayang ke surga meminta Tuhan menerima kehadiran anak manusia yang telah selesai kehadirannya di dunia.
Kita janji untuk menjadi pribadi yang baik dimana pun kita berada, apakah imam atau awam. Intinya sebaik mungkin.
Itulah pesan yang saya terima saat saya memutuskan meninggalkan Karmelit dan pamit keluar dari Biara Karmelit. Janji inilah yang terasa abadi sampai saat ini. Seperti janji Allah adalah kehidupan bukan kematian. Hanya melalui kematian, orang mencapai hidup abadi. Janji Tuhan terpenuhi sudah: Tempat terindah bagi Mgr. Pandoyo.
Selamat Istirahat dalam damai Abadi Magisterku.
24 September 2016