Home BERITA In Memoriam Mgr. Herman Joseph Sahadat Pandoyoputro O.Carm, Kenal di Ranjang RKZ...

In Memoriam Mgr. Herman Joseph Sahadat Pandoyoputro O.Carm, Kenal di Ranjang RKZ (2)

0
Dr. Eric Rahardi setia mendampingi almarhum Mgr. Herman Joseph Sahadat Pandoyoputro O.Carm (1939-2016) sepanjang proses tahbisan episkopal Uskup baru Keuskupan Malang Mgr. Henricus Pidyarto Gunawan O.Carm, Sabtu 3 Oktober 2016. (Ist)

KESAN saya mendampingi almarhum Uskup Emeritus Keuskupan Malang Mgr. Herman Joseph Sahadat Pandoyoputro O.Carm selama sebulan terakhir menjalani masa pengobatan dan  perawatan di RS ini sungguh  mendalam. Itu karena awalnya saya kurang mengenal beliau. Saya kenal, paling-paling hanya karena sering mendengarkan paparan firman almarhum Mgr. Pandoyoputro saat memimpin perayaan ekaristi –dan ternyata–  saya malah sering mengomel karena kotbahnya sedemikian panjang. Saat-saat sebelum kenal di ranjang RS, saya sama sekali tidak ada nyali mendekati dan apalagi berbicara langsung dengan almarhum.

Namun selama  sebulan terakhir inilah saya telah mendapat kesempatan bisa mengenal beliau lebih dekat. Itu berawal dari kondisi beliau yang makin melemah, karena efek penyakit dan karenanya direkomendasikan harus menjalani opname di RS RKZ Malang.

Baca juga:  In Memoriam: Mgr. Herman Joseph S. Pandoyoputro O.Carm, Magister Novis Karmelit tahun 1983 (1)

Nekad hadiri proses tahbisan Uskup baru dan malam resepsi

Saya mengerti betul bagaimana kondisi sakit beliau. Namun, sungguh tak disangka-sangka, karena beliau memaksakan diri harus bisa menghadiri upacara tahbisan episkopal Uskup baru untuk Keuskupan Malang yakni Mgr. Henricus Pidyarto Gunawan pada tanggal 3 September 2016 lalu.

Sebagai dokter spesialis penyakit dalam, sungguh saya tak gagal paham bagaimana almarhum mampu ‘bertahan’ dan kuat. Namun, nyatanya beliau sungguh mampu bertahan mengikuti prosesi tahbisan Uskup baru untuk Keuskupan Malang dari awal sampai akhir selesai.

Itu pun harus disediakan tabung oksigen yang selalu stand by di tempat terdekat. Tabung oksigen ini harus diletakkan di bawah panggung tahbisan, berikut semua peralatan medis lengkap dan ambulans yang sewaktu-waktu dibutuhkan kalau situasinya mendesak. Intinya harus  selalu bersiaga penuh. Namun, ternyata tidak terjadi apa-apa.

Bahkan dalam perayaan misa tahbisan episkopal Uskup baruKeuskupan Malang Mgr. Henricus Pidyarto Gunawan O.Carm tersebut, almarhum Mgr. Herman Joseph Sahadat Pandoyoputro O.Carm mampu berdiri dan kemudian memberikan berkat pribadinya kepada Uskup baru yang akan menggantikan tugas dan tanggungjawabnya sebagai Gembala Gereja Lokal Keuskupan Malang.

Padahal, sejatinya skenario yang sudah disiapkan sudah sangat jelas: almarhum Mgr. Pandoyoputro harus rela duduk-duduk manis saja di kursi kesayangan beliau. Itu pun harus selalu disertai jeda  memasangkan selang-selang oksigen untuk membantu pernafasannya.

Sangat berbahagia

Usai mengikuti proses tahbisan episkopal Mgr. Henricus Pidyarto Gunawan dan kemudian kembali ke RKZ Malang, beliau mengatakan dirinya sungguh hepi dan senang bisa mengikuti prosesi tahbisan uskup baru Keuskupan Malang.  Beliau juga sempat ‘protes’ dan curhat kepada saya: Mengapa setiap kali ada babak perkenalan oleh setiap Uskup di hadapan ribuan umat, panitia tidak mengizinkan ‘acara’ tepuk tangan tanda gembira ribuan umat bisa mengenali setiap Uskup.

Saya menyadari bahwa mungkin saja beliau tidak terlalu puas karena hanya bisa duduk manis di depan dan kemudian harus dibawa pulang ke bed rumah sakit tempatnya menginap untuk perawatan dan pengobatan selama beberapa pekan sebelumnya.

Pada hari itu, semangat beliau memang luar biasa. Bahkan sepulang acara tahbisan, beliau berkata kepada saya:  “Nanti malam,  saya mau ikut acara resepsi uskup baru  di hotel.”

Terhadap keinginan tersebut, bahkan ada beberapa suster biarawati yang mencoba membujuknya agar tidak usah hadir mengingat kondisi kesehatan beliau. Namun, beliau  mengatakan demikian: “Saya ini tuan rumahnya, bagaimana mungkin tuan rumah malah tidak muncul?”

Maka pada petang hari tanggal 3 Oktober itu,  kami akhirnya berangkat  meninggalkan RS menuju acara tersebut. Sungguh tampak jelas bagaimana wajah almarhum Mgr. Pandoyoputro sungguh gembira, karena bisa  bertemu dengan umatnya dan kolega para Uskup dari seluruh Indonesia.

Bahkan beliau tidak pernah menolak saat diajak foto bersama.

Dan yang paling sukar dipercaya lagi, beliau malah mampu memberikan sambutan yang seharusnya diwakilkan ke romo lain dan –seperti biasa— kata-kata sambutan beliau memang lumayan sangat panjang.

Seusai acara, kami pun segera  ‘pulang kandang’  kembali ke RKZ. Saat dalam perjalanan pulang menuju RS ini, beliau malah berkata ingin menginap saja di Wisma Keuskupan karena banyak saudara yang bisa datang menjenguknya. Kami membujuk beliau dengan sangat susah hingga akhirnya beliau bersedia kembali ke RS tempat beliau harus diopname dan itu pun terjadi setelah banyak saudaranya boleh datang mengunjungi beliau di RS.

Sebelum saya pulang ke rumah, beliau masih berkata kepada saya: “Besok (Hari Minggu pagi tanggal 4 September di Gereja Katedral Malang –Red.),  saya mau ikut acara misa episkopal perdana Uskup baru Keuskupan Malang. Jadi, tolong ditemani ya.”

Wah, saya sampai geleng-geleng kepala. Saya saja yang sehat sudah merasa kecapaian, tapi beliau masih sedikit mendesak ingin mengajak saya datang mengikuti misa episkopal perdana tersebut.

Kondisi menurun

Namun keesokan harinya, ketika saya sudah bersiap mau  mengantarkan beliau ke acara misa, ternyata  sesampai di RS, almarhum Mgr. Pandoyoputro masih nyenyak tidur dan belum bangun.

Jadi memang sengaja tidak kami bangunkan supaya beliau bisa beristirahat.

Nah setelah hari itulah,  kondisi kesehatan beliau makin menurun.  Jelas sekali, andaikan acara tahbisan uskup Malang sampai mundur satu pekan saja, maka beliau tentu tidak akan kuat menghadirinya. Ini sepertinya sudah menjadi  ‘agenda’ rancangan Tuhan sendiri. Sungguhlah, rancangan Tuhan itu memang luar biasa untuk beliau.

Dan di saat menjelang ajal, saya melihat bagaimana rasa cinta umat terhadap beliau sungguh besar. Para Romo dan suster berdoa bersama, menyanyikan lagu bersama, dan banyak pihak secara bergantian memberikan HP-nya ke telinga Uskup untuk memperdengarkan suara orang-orang yang tidak bisa hadir di situ dan memberikan ucapan ‘selamat jalan’ kepada beliau.

Dan akhirnya perjalanan beliau di dunia ini telah selesai. Beliau menghembuskan nafas terakhir pada pukul 21.00 WIB didampingi orang-orang yang mencintainya.

Pelajaran hidup dari almarhum Mgr. Pandoyoputro

Banyak pelajaran yang bisa saya petik dari almarhum Uskup Emeritus Keuskupan Malang Mgr. Herman Joseph Sahadat Pandoyoputro O.Carm. Yakni  antara lain semangat beliau saat menghadiri tahbisan dan acara sesudahnya di malam harinya.

Secara medis, beliau sudah kita nyatakan tidak akan kuat, namun ternyata semangat beliau mampu mengalahkan rasa sakit. Yang kedua,  setiap kali saya datang, beliau  tidak pernah mengatakan ada keluhan.

“Apa kabar Monsinyur?,” kata saya menyapa.

Itu akan selalu dijawab beliau: “Baik-baik saja kok”.

Pada kondisi  sesak nafas pun, saya bertanya: “Apa terasa sesak Monsinyur?”

Dijawab dengan kalimat pendek:  “Sedikit saja.”

Bahkan selama sebulan terakhir di RS, beliau tidak pernah menolak umat yang mengunjungi, padahal pihak RS malah  membatasi jumlah pengunjung. Pengabdian total pada umatnya benar-benar telah beliau tunjukkan sampai akhir hayatnya dan dia tidak pernah mengeluhkan dan menunjukkan sakitnya kepada dokter bahkan beliau banyak menolak rencana tindakan medis yang akan kita berikan.

A good death

Dalam dunia medis, kita mengenal istilah ini: A Good Death:  The art of living well and dying well are one.

Saya percaya beliau telah mengalami kematian yang indah itu. Beliau melakukan kontrol terhadap proses pengobatannya sendiri, menolak embel-embel  ICU, dan meninggal dunia dengan iringan doa yang dipimpin oleh Bapak Uskup baru Keuskupan Malang: Mgr. Henricus Pidyarto Gunawan O.Carm  disertai dengan umat yang mencintainya.

Selamat jalan Mgr. Herman Joseph Sahadat Pandoyoputro O.Carm. Terima kasih atas pengalaman spiritual yang engkau berikan selama sebulan terakhir.

Saya percaya bahwa Tuhan Yesus telah menggandeng tanganmu pada saat ini di dalam Firdaus.

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version