In Memoriam Pastor Yosef Seran SVD, Kakekku dari Lahurus, Atambua

0
238 views
In Memoriam Kakek Pastor Josef Seran SVD asal Lahurus, Atambua. (Romo Andy Fani SVD)

INI semacam catatan pinggir tentang kematian menurut Karl Rahner SJ. Pastor Yosef Seran SVD pergi selamanya tanpa tanda sakit serius.

Hari Sabtu 18 November 2023, ketika sedang asyik masyuk berbagi kisah dengan beberapa anggota Keluarga Katolik Indonesia (KKI) di West Melbourne, Australia, tiba-tiba aku dikejutkan dengan sebuah berita dari kampung halamanku: Lahurus, Atambua, Timor, Nusa Tenggara Timur.

Beritanya mengejutkan itu mengatakan bahwa Pastor Yosef Seran SVD telah pergi menghadap Sang Khalik untuk selama-lamanya.

Pastor Yosef Seran SVD telah pergi begitu cepat meninggalkan kita semua. Tanpa ada tanda-tanda sakit dan kematian itu datang sungguh sangat tiba-tiba. Suasana batinku yang semula ceria, berubah senyap dan sedih.

Spontan, aku mematikan ponselku, dan membaca dengan lebih teliti lagi beberapa pesan singkat di grup WA. Ternyata benar, bahwa Pastor Yosef Seran SVD telah kembali ke hadapan Tuhan di surga.

Almarhum Pastor Josef Seran SVD asal Lahurus di Atambua yang masih terbilang kakek penulis: Romo Andy Fani SVD. (Koleksi keluarga)

Pastor Josef Seran SVD itu masih kakekku

Menilik dari silsilah keluarga, maka almarhum Pastor Yosef Seran SVD adalah kakekku. Karena, beliau adalah saudara sepupu dari nenekku; ibu dari bapak.

Ia memberikan homilinya yang bagus pada misa perdanaku sebagai seorang imam di kampung halaman kami di Lahurus, Atambua, Timor. Itu terjadi tanggal 4 Oktober 2017.

Kakek Pastor Josef Seran SVD almarhum dilahirkan di Lahurus tanggal 13 September 1949. Ia ditahbiskan menjadi seorang imam SVD pada tahun 1979 bersama 10 teman angkatannya. Ia meninggal tanggal hari Sabtu siang tanggal 18 November 2023.

Semua aggota komunitas biara Santo Josef di Ende, Flores, sungguh sangat terkejut. Itu karena di pagi harinya, almarhum masih mampu memimpin misa di kapel Biara St. Yosep Ende. Tidak ada tanda-tanda kalau akan terjadi seperti ini.

Almarhum Pastor Josef Seran SVD (kanan) di tengah-tengah keluarga besar dari Lahurus di Atambua, saat penulis – Pastor Andy Fani SVD- merayakan misa perdana di kampung halaman di Lahurus. (Koleksi Romo Andy Fani SVD)

Berkarya di Provinsi SVD Ende

Almarhum Pastor Josef Seran SVD praktis telah menghabiskan seluruh tugas pelayanan misi di wilayah Provinsi SVD Ende. Menurut catatan, semasa hidupnya, ia pernah menjadi pastor Paroki Boawae, Rektor Seminari Mataloko, Deken Ngada, dan kemudian Vikep Bajawa.

Ia kemudian ia dipilih menjadi Vikjen Keuskupan Agung Ende. Setelah selesai tugasnya menjadi Vikjen Ende, ia kembali menjadi pastor rekan di Wolotolo; lalu terpilih menjadi rektor Biara Santo Yosef Ende. Ia menjalani tugas tersebut selama enam tahun.

Setelah kepergian Pastor Henri Daros SVD, almarhum kakek Pastor Josef Seran SVD setiap hari melayani tamu yang berkunjung ke Serambi Soekarno di Ende.

Dalam pesan singkat dengan Br. Justin Mau Ba SVD -misionaris Indonesia di Jepang yang juga pernah tinggal di Box Hill, Melbourne selama 5 tahun- almarhum Pastor Seran SVD rupanya juga pernah menghabiskan beberapa waktu lamanya di Melbourne. Almarhum juga tinggal di Box Hill. 

Tentu saja kepergiannya membawa duka yang dalam bagiku, bagi keluarga dan umat di kampung, umat di Flores dan Provinsi SVD Ende. Lama sekali aku merenungkan tentang sosok almarhum kakek pastor ini. Maka, aku pun lalu menulis catatan singkat seperti ini di halaman Facebook.

“Opa Pater Yosef Seran SVD yang terkasih, seorang imam agung yang sangat sederhana dan bersahaja. Selamat beristirahat dalam damai bersama Tuhan dan Para Kudus di surga. Sebetulnya, kita tidak berpisah. Kita hanya terlepas sementara untuk bertemu dan bernostalgia lagi di dalam ruangan yang sama di dalam Firdaus Abadi nanti. Kita selalu berjumpa dalam doa dan ekaristi.” 

Akhirnya, aku pun tiba pada satu titik kesimpulan yang sama dengan Rasul Santo Paulus. “Kalau kita hidup, kita hidup untuk Tuhan, dan kalau kita mati, kita mati untuk Tuhan. Jadi, baik hidup atau mati, kita tetap milik Tuhan.” (Rm. 14.8).

Ilustrasi: Saat divonis mati oleh dokter. (Ist)

Konsep umum tentang kematian

Kematian adalah salah satu peristiwa kehidupan manusia yang tidak dapat dihindari. Semua makhluk hidup -tak terkecuali manusia- akan mengalami dan menghadapi kematian mereka sendiri secara personal.

Kematian itu tidak bisa digantikan dengan yang lain. Sekeras apa pun manusia berusaha mempertahankan hidupnya, namun pada akhirnya mereka tetap akan mengalami kematian.

Hemat saya, sudah sejak awal peradaban manusia, manusia telah berulang kali mencoba merefleksikan mengapa terjadi kematian dan nilai apa yang dapat diambil dari kematian. Manusia dengan seluruh kemampuan akal budinya mencoba memahami dan memperoleh aneka macam jawaban mengenai arti sebuah kematian.

Namun, manusia lebih mudah melihat kematian sebagai kutuk dari pada berkat. Kematian menjelma menjadi musuh kehidupan yang sebisa mungkin dihindari dan harus dikalahkan.

Kematian menurut Karl Rahner

Karl Rahner -teolog Jerman- percaya bahwa kematian merupakan fenomena alamiah. Karena, siapa saja akan mengalami kematian. Namun, ia percaya bahwa kematian bukanlah akhir sebuah kehidupan. Kematian bukanlah sekadar terpisahnya jiwa dan badan, melainkan dimaknai sebagai ambil bagian dalam kematian Kristus.

Rahner berpendapat bahwa kematian manusia hanya dapat dimaknai secara penuh apabila diterangi oleh kematian Kristus sendiri. Berkaitan dengan kematian Kristus ini, Rahner mengatakan: “Sang Sabda, melalui inkarnasi dalam rahim Maria, menjadi sama dengan kita.”

Dari sini, dalam pengertian yang sebenarnya, Kristus mati dalam kematian kita. Dia mengalami penderitaan sebagaimana manusia jatuh karena Adam. Tetapi jika Dia menjadi sama dengan kita -kecuali dalam hal dosa seperti yang diwartakan Surat kepada Orang Ibrani- maka Dia juga menjadi seperti kita dalam kematian.

Iilustrasi: Melayat almarhum Romo Yoseph Suyatno Pr. (Markus Mardius)

Melalui pernyataan ini, Rahner hendak menunjukkan berikut. Yakni Kitab Suci juga mewartakan bahwa Yesus juga mengalami kematian yang sama seperti kita. Melalui kematian Kristus, kita dapat memahami bahwa karya penebusan manusia tidak hanya terjadi melalui pengurbanan atas tubuh dan darah-Nya yang telah diserahkan bagi manusia. Tetapi juga terletak pada kesabaran dan ketaatan-Nya untuk menderita hingga wafat di kayu salib.

Karena itu, kematian Yesus tidak hanya melunasi dosa manusia, tetapi juga menunjukkan bahwa penderitaan karena kematian merupakan perwujudan nyata dari dosa di dalam dunia. Dengan mengambil bagian dalam kematian Kristus, Rahner lalu menjelaskan bahwa kita tidak hanya “mati di dalam Kristus”, tetapi juga hidup di dalam Dia.

Lonceng kematian

Kematian akan bergerak cepat menghampiri kita di mana pun kita berada. Bahkan tidak peduli dengan kondisi dan kegiatan kita.

John Donne, seorang penyair Inggris yang hidup pada abad 16 dan 17 bahkan menulis demikian: “Tidak perlu mencari tahu untuk siapa lonceng kematian itu berbunyi. Lonceng itu berbunyi untuk anda. Tidak seorang pun lepas dari nasib itu”.

Ilustrasi: Lonceng di Atsji, Agats, Papua. (Mathias Hariyadi)

Ini berarti, kematian selalu mengintai kita setiap hari.

Tentang realitas kematian, kita tidak bisa tidak mengandaikan iman akan Yesus Kristus yang bangkit. Hanya iman yang dapat menjawab misteri kematian dan kehidupan di seberang kematian.

Tanpa iman akan Kristus yang bangkit, berbicara mengenai kematian hanya akan dipandang sebagai kematian tubuh dan musnahnya kehidupan. Kebangkitan hanya menjadi imajinasi dan kehidupan kekal hanya menjadi harapan palsu semata.

Demikianlah Rahner berpegang pada iman dan harapan akan kebangkitan, meskipun misteri kematian sendiri melampaui uraian yang disampaikannya.

Salam kasih dan doa menembus langit Melbourne untukmu: almarhum kakek Pastor Yosef Seran SVD.

Baca juga: RIP Romo Josef Seran SVD, Pernah Jadi Vikjen Keuskupan Agung Ende.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here