DI tengah percakapan kami beberapa tahun silam, tiba-tiba alm. Pater (Pastor) Adolf Agatho Elsener OFMCap lalu mengungkapkan kecemasannya akan berita kondisi kesehatan adiknya di Swiss, tempat asal dan negara kelahirannya. Adik kandungnya adalah seorang suster biarawati.
Waktu itu, almarhum Pater bertanya apakah sebaiknya dia kembali ke Swiss apa tidak. Yang pasti, waktu itu dia sungguh merasa cemas kalau-kalau tidak ada kesempatan lagi untuk bertemu dengan adiknya kandungnya yang sangat dia sayangi itu.
Baca juga:
Waktu itu pula, kondisi kesehatan Pater sudah sangat menurun karena duka yang begitu mendalam yang dia rasakan sejak salah satu staf yang dikasihinya –almarhumah Mbak Tri—meninggal dunia. Kematian Mbak Tri menyisakan duka yang membekas dan kini (waktu itu) ditambah lagi dengan berita tentang kondisi kesehatan sang adik yang ikut menjadi perhatiannya. Pater malah tidak terlalu peduli dengan kondisi kesehatan dirinya sendiri.
Berharap bisa kembali ke Indonesia
Akhirnya, Pater Adolf Agatho Elsener OFMCap meninggalkan Indonesia dan pulang kembali ke tanah kelahirannya di Swiss. Namun, masih tetap dalam kadar harapan bahwa sekali waktu akan memperoleh kesehatan yang lebih baik hingga bisa pulang lagi ke Indonesia.
Pada waktu itu, menurut memori saya, tampaknya Pater Agatho telah memiliki perasaan tidak akan bisa kembali ke Indonesia lagi. Di bandara, sepertinya almarhum Pater sudah tidak mampu berpikir dengan ‘jernih’ lagi karena dibebani rasa berat meninggalkan Indonesia yang sudah beliau anggap sebagai tanahairnya kedua.
Pada waktu itu, tanpa pernah saya duga sama sekali, dia tiba-tiba menyerahkan semua tiket penerbangan internasional dan semua surat-surat yang diperlukan untuk bisa melakukan penerbangan internasional kepada saya. Menghadapi situasi tak terduga itu, saya tak bisa berkata-kata, karena hal itu beliau lakukan di tapal batas akhir beliau boleh saya antar. Selanjutnya, ditemani seorang bruder Kapusin dari Sanggau, Kalimantan Barat, Pater kemudian terbang pulang ke Swiss.
Sekali pulang wakt itu dan untuk selamanya Pater selama beberapa tahun terakhir ini tinggal di Swiss sampai akhirnya berita meninggalnya Pater –sang perintis pola bertani organis itu– mampir ke telinga saya.
Almarhum Pater Adolf Agatho Elsener OFMCap mulai merintis pertanian organis sebagai jawaban atas ajakan Romo G. Utomo Pr. Hal itu beliau lakukan, usai menyelesaikan tugas pastoral penggembalaan di Sanggau.
Sejak perkenalan dan persahabatan dengan Romo G. Utomo Pr itulah, kiprah merintis pola pertanian organis benar-benar beliau tekuni dan dikembangkan dari hari ke hari bersama YB. Daryanto yang dalam suka duka bersama-sama ikut membesarkan Yayasan Bina Sarana Bakti.
Saya pertama kali bertemu Pater Agatho di akhir tahun 1980-an ketika Pater meminta saya sebagai arsitek untuk merancang gedung Kantor Pertanian Organis di Jl. Gandamanah, Cisarua. Hari-hari kemudian, secara rutin kami sering bertemu setiap pekan untuk menangani berbagai rencana Pater.
Filosofi pertanian organis
Kekuatan Pater Agatho ada di dalam filosofi Pertanian Organisnya yang dia pegang teguh. Yakni, dimana organisme di kehidupan merujuk kepada fakta alamiah yang saling bertautan: saling melayani, kerjasama sinergis.
Dalam pertanian organis, upaya membudidayakan sayuran atau tanaman dilakukan dengan sikap menghargai keutuhan kehidupan dimana tanah tidak dipandang sebagai ‘tempat’ tetapi sebagai subkek yang hidup sehingga penggunaan pupuk kimia buatan pabrik yang didominasi oleh unsur kimia sungguh dihindari . Dalam pandangan Pater, pupuk kimiawi itu akan merusak keseimbangan ekologis dari kekayaan kehidupan tanah; apalagi kalau harus bicara tentang dampak penggunaan pestisida atau racun pembunuh hama yang sekaligus juga merusak kehidupan tanah.
Banyak eksplorasi yang dilakukan terhadap kualitas kehidupan dalam tanah. Berikut kualitas tanaman sayuran yang dihasilkan dengan berbagai pemecahan organisnya; entah dengan metode tumpang sari, rotasi, dan lainnya yang keseluruhannya diperoleh dari penghargaan terhadap alam secara terpadu .
Perjalanan kesadaran Pater Agatho untuk membawa ‘Pertanian’ Organis ke ‘Sikap’ Organis itu tidak terbatas hanya di lingkup bertani saja. Melainkan, meretas jauh sampai ke berbagai ranah kehidupan termasuk perdagangan. Untuk menjembatani lingkup dari ‘sikap’ organis itu, maka Pater Agatho mulai mengembangkan Komunitas ‘Cor Mundi’.
Untuk kegiatan Pertanian Organisnya, beliau membuka kesempatan untuk melakukan skursus/pelatihan Pertanian Organis yang sifatnya inklusif dan terbuka diikuti oleh berbagai kalangan, khususnya pelaku dan pemerhati pertanian. Beliau juga mengembangkan kemitraan dengan petani-petani di sekitar lokasi dengan tujuan utama untuk menanamkan sikap organis. Sama sekalli bukan untuk “jualan sayur organis”.
Gagasan besar yang sudah didiskusikan dan mulai dijajaki kemungkinannya bersama pemilik kawasan di sekitar tanah pertanian Pater Agatho adalah pengembangan ‘Taman Organis’. Inilah sebuah kawasan terpadu dimana para pengunjung dapat berekreasi sekaligus mendapatkan pemahaman akan sikap organis terutama melalui pengalaman dalam proses bertani secara organis.
Gagasan ini belum terealisir dan memang sulit direalisir mengingat tidak begitu populisnya gagasan ‘melayani’ dalam sinergi di kehidupan nyata. Tapi bukan berarti gagasan ini tidak dapat direalisir, walau Pater Agatho telah meninggalkan kita semua.
Memang dibutuhkan “Agatho-Agatho” muda yang dapat mewujudnyatakannya. Saya sungguh yakin kalau almarhum Pater Agatho merindukan orang-orang yang memahami dan meyakini sikap organis sebagai jalan keluar dari berbagai masalah kehidupan kita .
Bekasi, 31 Agustus 2016
Djohan PC