In Memoriam Romo Antonius Benny Susetyo (1968-2024)

0
0 views
RIP Antonius Benny Susetyo (Kompas TV)

PRIBADI almarhum Romo Antonius Benny Susetyo (1968-2024), mantan diosesan Keuskupan Malang tahbisan 3 Oktober 1996,yang biasa dipanggil “Romo Benny” telah melejit bak shooting star.

Ia sering tampil di TV dan aneka medsos sosial. Tulisannya dimuat di banyak surat kabar. Sedangkan, seminar-seminarnya mempunyai tema dengan spektrum luas. Mulai dari soal agama, lingkungan hidup, pendidikan, budaya hingga soal-soal peka dalam bidang sosial-politik; misalnya soal HAM dan kritik atas Pemerintah.

Kemungkinan besar, ada kaitannya dengan dua tema yang disebut terakhir ini maka pada tanggal 11 Agustus 2008, Benny pernah dikeroyok. Juga digebuki oleh tiga orang tak dikenal yang kemudian lari setelah merenggut HP dari kantongnya, lengkap dengan data-data di dalamnya.

Awal di Situbondo

Apa pasalnya hingga anak Malang kelahiran 10 Oktober 1968 ini menjadi tempat rujukan banyak orang; kadang bukan tanpa kontroversi?

Latar belakangnya berawal di tahun 1996, saat Benny mendapat tugas baru sebagai pastor di Paroki Situbondo, Jawa Timur. Sepekan sebelumnya, terjadi kerusuhan hebat di kota santri ini.

Sedikitnya selusin gereja dibakar habis; termasuk Gereja Katolik Situbondo. Benny ditugaskan ke sana untuk “ membangun persaudaraan sejati” dengan para tokoh dan saudara di Situbondo dan Bondowoso.

Sejak itulah pergumulan sosial-politik Benny kian mendalam. Dia punya banyak pengalaman baru bertemu dengan para kiai, berkunjung ke pesantren, hingga menggelar sejumlah acara bersama. Posisinya sebagai Pastor Paroki Situbondo memberikan nilai tambah. Berupa keluasan dan keleluasaan bergaul dengan banyak tokoh masyarakat di kota kecil itu.

Benny kemudian diundang ke mana-mana untuk diminta bicara tentang refleksi dan pandangannya atas kasus Situbondo dan soal-soal sosial-politik era Orde Baru.

Gaya bicaranya yang Jawa Timuran yang berciri blak-blakan, tanpa tedeng aling-aling, namun tulus-terbuka hingga membuat dirinya diterima oleh para tokoh lintas agama di sana; khususnya aktivis Muslim dan pemuka Islam.

Ketua Pengurus Besar Nahdaltul Ulama (PBNU) waktu itu, KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pun menjadi sahabat dekat Romo Benny. Begitu juga KH Hasyim Muzadi, KH Ali Maschan Moesa, KH Said Aqil Siradj hingga Ulil Abshar-Abdalla.

Kisah-kisah tentang Romo Mangun. (Ist)

Dulu, sebelum Reformasi 1998, Gus Dur selalu mengajak Benny untuk diskusi atau ceramah di pesantren atau komunitas Islam. Sebaliknya, Gus Dur pun mampir, makan siang atau makan malam, di Pastoran Situbondo.

Setiap Lebaran, Benny Susetyo bersama sejumlah rohaniawan Katolik, Protestan, serta Kong Hu Chu untuk bersilaturahmi ke rumah-rumah para tokoh Islam.

Semua yang dialami dan direfleksikan itu kemudian dijadikan bahan tulisan olehnya. Adapun sang mentor yang dahulu menyemangati Benny untuk biasa menuliskan pikirannya adalah Romo Mangunwijaya.

”Saya diimbau oleh Romo Mangunwijaya agar membuat tulisan tentang apa yang saya alami di Situbondo,” demikian kenang Benny atas sosok imam diosesan Keuskupan Agung Semarang yang multi talenta yang yang dia dikagumi itu. Pada tulisannya orang menemukan jejak-jejak pemikiran humanisme Romo Mangunwijaya juga.

12 tahun di KWI

Sejak tahun 2002 hingga November 2013, Benny ditugaskan di Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) sebagai Sekretaris Eksekutif Komisi Hubungan Agama dan Kepercayaan (HAK) menggantikan Romo Ismartono SJ.

Sekali lagi, posisi ini memungkinkan ia bisa bergerak ke mana-mana dan membentuk aneka jejaring yang menembus sekat-sekat agama, kepercayaan, serta latar belakang lainnya. Karya khusus ini ia tekuni dengan setia.

“Yah, saya mendapat penugasan sebagai pastor bidang karya kategorial. Tidak mengurusi umat di gereja paroki lagi. Saya berusaha melaksanakan itu dengan sebaik-baiknya,” ujarnya.

Isu tentang lingkungan hidup

Begitu misalnya, searah dengan dengan perhatian KWI pada tahun 2008 tentang lingkungan hidup, khususnya pengelolaan sampah, Benny pernah berkata bahwa soal ekologi kini sudah menjadi masalah bersama yang memerlukan langkah politik yang berkelanjutan.

“Jangan lupa, kerusakan lingkungan yang terjadi sekarang lebih disebabkan oleh budaya serakah,” sebutnya.

Mengapa keserakahan terjadi? Mengapa perusahaan-perusahaan raksasa menggunduli hutan dan mengeksploitasi alam untuk pertambangan?

Ini semua, kata Benny, hanya bisa distop oleh para penyelenggara negara yang punya moral dan hati nurani. “Selama masih ada korupsi, izin bisa dibeli, politik masih transaksional, maka kehidupan akan rusak. Dan itu merupakan dosa sosial yang sangat berat,” katanya.

Reformasi sudah berubah jadi “repot-nasi”

Di sini repotnya. Sudah sejak tahun 1998 Reformasi dicanangkan, namun korupsi dan politik duit tetap saja berjalan. Benny mengaku harapannya pada Gerakan Reformasi yang sudah berlangsung selama ini telah pupus.

Reformasi bukannya membawa kebaikan, tapi justru menimbulkan persoalan baru yang tak kalah kompleks.

“Sekarang kan bukan Reformasi, tapi repot-nasi. Sejak awal, Reformasi mempunyai ‘musuh bersama’ yakni Pak Harto dan para kroninya – semua terlibat dalam KKN.

Para mahasiswa memang telah berhasil menjatuhkan Pak Harto. Namun orang-orang Orba telah membajak Reformasi dan berkuasa sampai hari ini, -lewat KKN lagi- yang dahulu mau diganyang oleh mahasiswa,” ujar Benny dengan aksen Malangnya.

Prihatin dengan parpol minus ideologi politik

Benny juga prihatin dengan partai-partai politik yang sama sekali tidak punya ideologi. Api idealisme perjuangan untuk rakyat tidak ada. “Ironis, partai tidak membina kader sehingga punya akar. Ideologinya, ya hanya cari uang, posisi lewat menjilat penguasa.”


Demikian ini menurut Benny:

“Kita perlu pemimpin yang memilik wawasan kebudayaan. Sosok pemimpin yang mampu membawa kita keluar dari sistem feodalisme ‘Asal Bapak Senang’ ke sistem yang egaliter,” urainya. Apakah ada pemimpin macam itu?”

“Jelas ada lah. Orang Indonesia kan ratusan juta,” katanya diplomatis.

Benny enggan menyebut nama, namun ia mengagumi almarhum Sri Sultan Hamengkubuwono IX.

“Beliau memberikan harta miliknya untuk RI, tanpa mau jasanya dicatat. Takhtanya benar-benar untuk rakyat,” ujarnya memuji mendiang Wakil Presiden RI dan Raja Keraton Jogjakarta itu.

Menjadi penulis

Di sela-sela kesibukannya sebagai pastor, Romo Benny Susetyo selalu menyempatkan waktu untuk menulis. Setiap bulan kira-kira ada empat tulisannya tersebar di pelbagai koran berkelas.

Benny sendiri mengaku, menulis itu sudah menjadi kebiasaannya sejak masih mahasiswa pada masa studi filsafatnya dahulu di Malang.

“Menulis itu kan pergumulan. Selama kita masih bergumul dengan berbagai masalah, ya, selalu akan ada tulisan-tulisan saya yang lahir,” tutur imam yang tulisannya tentang “Revolusi Mental” (Koran Sindo, 10 Mei 2014) ini pernah membuat dirinya dikira sebagai aktor intelektual dalam program Gubernur DKI Joko Widodo yang juga menulis tentang “Revolusi Mental” (Kompas 10 Mei 2014) dalam rangka pencalonan kepresidenannya saat itu.

Benny memang penulis artikel yang sangat produktif. Banyak rekannya yang adalah aktivis dan tokoh gerakan Islam telah meminta agar artikel-artikel tersebut dibukukan.

Alhasil, hingga kini Benny sudah merilis sekitar 20 buku, belum termasuk artikel. ”Saya sendiri malah sudah tidak ingat persis judulnya apa saja, ‘ paparnya.

Dapat banyak royalti dong?

“Royalti opo? Kalau pun ada ,yang dapat ya teman-teman yang menerbitkan. Dananya untuk gerakan, pemberdayaan, membangun jaringan, dan sebagainya. Aku sendiri malah nggak ngurus royalti,” celotehnya.

Tiba-tiba saja

Tanpa ada angin apalagi badai, tiba-tiba 19 Desember 2023 datang surat dari Ordinariat Keuskupan Malang, asal Romo Benny. Surat itu menyatakan, Romo Benny telah mengundurkan diri sebagai pastor diosesan Keuskupan Malang atas dasar “permohonan pengunduran dirinya” sendiri.

Sontak banyak orang bertanya mengapa? Apakah ini berhubungan dengan kiprah R. Benny yang banyak bersentuhan dengan dunia politik-praktis?

Sebagai informasi, semua rohaniwan Katolik memang dilarang Paus untuk terlibat pada politik praktis anara lain lantaran sebagai imam ia harus menjadi pemersatu semua golongan; tanpa memandang pernedaan orientasi partai umatnya.

Tapi isu ini tidak kena. Sebab politik praktis dalam Gereja Katolik berarti memanfaatkan jabatan pastornya dan melakukan segala ikhtiar untuk memobilisasi masyarakat guna memperoleh jabatan atau tahta/kuasa politik bagi dirinya.

Benny tidak melakukan itu.

“Yang saya lakukan adalah menyampaikan suara profetis atau memberikan opini publik. Ini adalah bagian hak azasi manusia. Tidak bisa dilarang siapa pun.”

Menurut Benny, hal sejak dahulu ia lakukan sebagai imam, bahkan mendapat dukungan dari Uskup Keuskupan Padang waktu itu: mendiang Mgr. Martinus Dogma Situmorang dan Uskup Keuskupan Surabaya mendiang Mgr. Vincentius Sutikno – dua uskup yang dikatakan Benny mengerti panggilannya dalam bidangnya kini.

Kedua uskup itu kini sudah meninggal dunia.

Hari ini, Sabtu tanggal 5 Oktober 2024, R. Benny pun telah berpulang menghadap Sang Pencipta. Selamat jalan sobat.

Aku berdoa, semoga engkau kini bertemu dan bersatu dengan Tuhan – tempat jiwa kita yang resah ini akhirnya mendapatkan istirahatnya.

Requiescat in pace et vivat ad vitam aeternam.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here