In Memoriam Romo FA Tedjasuksmana MSF: Menapaki Jalan Sunyi

0
0 views
In Memoriam Romo Fransiskus Assisi Tedjasuksmana MSF. (FX Juli Pramana)

ROMO Fransiskus Assisi Tedjasuksmana MSF telah menghadap Bapa di surga pada hari Senin, 24 Februari 2025. Pada Selasa, 25 Februari 2025, pukul 08.00, diadakan Misa Pelepasan di Gereja St. Petrus Paroki Purwosari, Solo.

Umat, saudara, dan kerabat hadir memadati gereja; mendoakan jiwa Romo FA Tedjasuksmana MSF yang kemudian diantar ke Gereja Keluarga Kudus Banteng, Yogyakarta, sebelum akhirnya dimakamkan di Makam Sasana Golgota Banteng, Yogyakarta.

Berikut ini adalah kesaksian Romo Yusuf Widiarko Pr, saudara alarhum Romo Tedja. Romo Widiarko Pr kini berkarya di Gereja St. Petrus Paroki Pekalongan, Keuskupan Purwokerto.

Kesaksian ini disampaikan dalam homili Misa Pelepasan.

Romo Tedja hadir untuk keluarga

Di tengah tantangan dunia saat ini, banyak yang berbicara tentang fatherless, motherless, familyless—keadaan di mana seseorang memiliki orangtua dan keluarga, tetapi merasakan seolah-olah mereka tidak ada.

Romo Tedja mengajarkan bahwa kehadiran fisik, dukungan, dan doa adalah wujud nyata dari cinta terhadap keluarga. Ia ingin memastikan bahwa tidak ada yang merasa kehilangan ayah, ibu, atau keluarga dalam hidupnya.

MSF sejati dan cinta wayang

Romo Tedja bisa dikatakan sebagai seorang MSF sejati. Ia meninggal tepat pada tanggal kelahiran Pater Berthier, pendiri Kongregasi Imam-imam Misionaris Keluarga Kudus (MSF_ yang lahir tanggal 24 Februari 1840 di Chatonnay, Perancis.

Selain itu, Romo Tedja sangat mencintai dunia wayang. Tokoh favoritnya adalah Bisma atau Dewabrata, seorang ksatria yang memilih jalan sunyi dalam hidupnya—meninggalkan tahta, kuasa, kekayaan, dan duniawi untuk menjadi seorang resi. Keutamaan ini sangat menginspirasi Romo Tedja dalam menjalani hidupnya.

Bisma atau Dewabrata sebagai pandita. (wayangpurwa.blogspot.com)

Menghidupi jalan sunyi

Romo Tedja adalah sosok yang dekat dengan doa. Seperti yang disampaikan oleh Romo Tjoek Prasetyo MSF, setiap hari Romo Tedja sudah bangun pukul 04.00 untuk beribadat pagi.

Ia membiasakan diri dalam aktivitas yang memerlukan ketenangan, seperti menulis homili, membuat kliping berita dan artikel, serta menyalin dokumen. Selain itu, ia juga gemar menyulam kristik — sebuah keterampilan yang membutuhkan ketekunan, fokus, dan keheningan.

Kepergian yang damai

Kepergian Romo Tedja juga diwarnai oleh jalan sunyi. Sebelum meninggal, ia memastikan bahwa keluarga dan komunitas Dawungan tetap dalam keadaan tenang. Kondisinya baik, masih bisa berbincang, tertawa, dan makan dengan baik. Saat makan siang bersama, ia mempersilakan yang lain untuk makan lebih dulu, lalu berkata bahwa ia ingin “ngaso” atau beristirahat. Dalam keheningan itulah, ia dipanggil kembali ke rumah Bapa.

Jalan sunyi sebagai teladan

Jalan sunyi yang dipilih Romo Tedja adalah teladan bagi umat Kristiani. Yesus sendiri menapaki jalan sunyi melalui jalan salib-Nya, menanggung sendiri penderitaan demi keselamatan manusia. Dengan memikul salib hidup, kita dapat semakin menyatukan diri dengan Kristus.

Alternatif pilihan di tengah hiruk-pikuk dunia

Di tengah dunia yang menawarkan sorotan, popularitas, tahta, kekayaan, dan jabatan, Romo Tedjasuksmana memilih jalan sunyi sebagai alternatif. Jalan ini mengajarkan bahwa kekuasaan, jabatan, dan harta hanyalah sementara dan tidak akan dibawa mati.

Mari kita belajar dari Yesus dan Romo Tedja yang memilih jalan sunyi untuk menyatukan hidup dengan Kristus.

Terimakasih Romo Tedja. Selamat jalan menapaki jalan sunyi menuju keabadian. Semoga damai selalu menyertaimu.

Baca juga: Renungan Hari Raya Tritunggal Mahakudus

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here