In Memoriam Romo Jerry Martinson SJ: Serius Berkutat dengan Multimedia (2)

0
311 views
In Memoriam Romo Jerry Martinson SJ.

DALAM konteks berhasil mendidik para tenaga profesional di bidang multimedia inilah,  jejak invisible hand almarhum Romo Jerry Martinson itu lalu dapat dilacak.

Produk didikan KPS di Taipei

Sebagian besar tenaga perofesional kerasulan multimedia di SAV Puskat ternyata di-format oleh Kuangchi Program Service (KPS) di Taipei, sebuah lembaga produksi dan pendidikan produser program televisi dan film milik Jesuit yang digawangi salah satunya oleh almarhum Rm. Jerry Martinson. Selain melatih para profesional multi media — terutama program radio, televisi dan film–  KPS juga memproduksi sendiri serial program televisi yang edukatif.

Baca juga:   In Memoriam Romo Jerry Martinson SJ: Menemukan Tuhan di Layar Kaca (1)

Bagi mahasiswa STKat/IPPAK hampir pasti mengalami kuliah teori dan praktik tentang teater rakyat, katekese audio visual dan filsafat komunikasi dengan dosen utamanya yakni almarhum Romo Ruedi Hofmann SJ dan timnya. Kuliah tersebut hendak menggali secara baru bahwa pendekatan group media dapat digunakan bukan saja sebagai sarana pewartaan dan evangelisasi, tetapi juga sebagai instrumen pengembangan masyarakat.

Konsep group media dalam konteks ini meliputi media audio maupun visual sederhana seperti potongan berita, cerita bergambar, film dokumenter, docu-drama, teater, foto dan video yang dapat mengekspresikan situasi natural dan kultural sebuah masyarakat.

Pendekatan group media ini  mula-mula dikembangkan oleh Fr. Pierre Babin OMI dari Perancis dengan menggunakan bahasa foto.

Bila media mampu meninabobokkan dengan kesedaran palsu, sarana yang sama juga bisa digunakan membangkitkan kesadaran kritis, menggugah kepedulian dan menggerakkan keterlibatan.

Itulah mengapa dulu  SAV Puskat,  misalnya, bukan hanya memproduksi media dan melatih profesionalnya,  tetapi juga memberikan ruang ekspresi yang hidup melalui balai budaya.

Balai budaya tersebut menjadi jembatan pemain dan penonton, produser dan audience serta antar warga masyarakat sendiri yang menghidupkan budaya. Proses ini yang kemudian dapat dilacak bahwa konsep dan praksis liberative pedagogy dan konsientisasi Paulo Freire-lah yang menjadi pegangan teoritisnya.

Almarhum Romo Jerry Martinson SJ dengan segenap temannya tahun 1986. (sjapc.net)

Jalan buntu temukan salurannya: seni

Kurang lebih 13 tahun lalu,  saya berkesempatan belajar rural and community development di Asian Social Institute (ASI) di Manila, Filipina. Di situ saya menerima  kuliah teori dan praktik dengan topik popular art and popular culture sebagai sarana menginisiasi transformasi masyarakat. Khususnya masyarakat sederhana dan terpinggirkan.

Alasannya sederhana bahwa ketika jalan politik dan massa mengalami jalan buntu, instrumen seni dan budaya sebagai alternatifnya. Mural, poster, komedi drama, pantomim, lelucon, ketoprak, pantun dan seni tradisional lainnya digunakan sebagai medium kritik terhadap dominasi kekuasaan.

Itu menemkan kebenaranya persis sebagaimana dapat kita temukan dalam buku monumental The Weapon of the Weak-nya James C. Scott. Ia mengatakan bahwa orang-orang yang dianggap kalah pun memiliki senjatanya sendiri untuk melawan.

Saya bertanya soal penting ini kepada beberapa instruktur waktu itu: dari mana metode ini didapatkan?

Ternyata mereka pernah mengenyam serangkaian pelatihan di Kuangchi Program Service (KPS) di Taipei, Taiwan tersebut.  Konsep dan metode yang didapatkan dari KPS kemudian dikembangkan sendiri untuk konteks Filipina yakni dalam rangka Basic Christian community.

Dengan demikian, jejak apostolik Romo Jerry Martinson SJ itu sebenarnya telah tersebar luas di Asia. Bukan saja di bidang media dan komunikasi tetapi juga multi efeknya yakni bidang pewartaan, pengembangan masyarakat, pendidikan dan jembatan lintas budaya.

Menemukan Tuhan lewat kamera

Almarhum Romo Martinson SJ itu mengawali kerasulannya di KPS yang sebelumnya telah dirintis oleh Fr. Philip Bourret SJ, sesama Jesuit dari California sejak 1958. KPS itu semula hanya  sebuah stasion radio.

Sebagaimana diberitakan oleh beberapa portal seperti sjapc.net dan americamegazine.org, Rm. Jerry dilibatkan berkarya di bidang tersebut kerena memiliki sejumlah talenta.

Fr. Jim McDermott SJ, dalam tulisanya pada majalah Jesuit-America menyebutkan,  semula Rm. Jerry itu berkeinginan untuk menjadi misionaris di Afrika untuk melayani orang miskin di sana. Namun, pembesarnya Jesuit (Provinsial Provinsi SJ California) kemudian  mengutusnya ke Taiwan pada tahun 1967 hingga meninggalnya 31 Mei 2017 yang lalu.

Sebagai Jesuit tulen, almarhum Romo Jerry bersikap ingin  mentaati  tugas pengutusannya dan kemudian menekuni kerasulannya hingga masyarakat Taiwan dan Daratan China (Tiongkok)  pun mulai mengenal dan kemudian mencintainya.  Sejak berkarya di KPS, Rm. Jerry kemudian mengembangkannya dengan memproduksi program-program televisi yang humanistik dan edukatif. (Bersambung: Spiritualitas Jesuit dan Kerasulan melalui Layar Kaca)

Kredit foto: SJAPC.Net

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here