DARI perjalanan hidup almarhim Romo Jerry Martinson SJ inilah, kita sadar bahwa melalui kamera dan layar kaca, kita semua bisa berbuat sesuatu demi kemuliaan Tuhan. Dan inilah yang dikerjakan almarhum Romo Jerry selama puluhan tahun hingga meninggal dunia.
Almarhum Romo Jerry bekerja di ladang Tuhan berupa kerasulan layar kaca dengan cara merekam dan menghadirkan secara dokumenter sisi-sisi kemanusiaan kita semua. Maka ia memotret sisi-sisi kehidupan para pekerja migran, aborigin, penderita keterbelakangan mental ataupun fisik, korban bencana alam dan masyarakat marginal lainnya.
Lewat karya medianya, ia hendak menggugah, membangkitkan, mengingatkan kepada publik bahwa setiap orang diajak untuk peka dan terlibat dalam penderitaan, keputusasaan, kesepian dan tragedi sesamanya.
Baca juga:
- In Memoriam Romo Jerry Martinson SJ: Serius Berkutat dengan Multimedia (2)
- In Memoriam Romo Jerry Martinson SJ: Menemukan Tuhan di Layar Kaca (1)
Apa yang direkamnya bisa saja menimbulkan cucuran air mata, tawa gembira, senyum pengharapan tetapi lebih-lebih untuk mengundang kepedulian dan kepekaan untuk terlibat. Sedih, gembira, bersemangat dan terlibat bersama Tuhan.
Bagi saya, ini persis dan tepat sekali bisa memberi jiwa atas semangat dan nafas Gaudium et Spes hasil Konsili Vatikan III: “Kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan orang-orang zaman sekarang, terutama kaum miskin dan siapa saja yang menderita, merupakan kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan para murid Kristus juga.” (GS art. 1)
Di sanalah Tuhan berkarya dan kehadiran Tuhan dan Gereja-Nya itu bisa ditemukan lewat wajah dan peristiwa yang terekam kamera dan tertayang di layar kaca.
Beyond the Killing Fields and Unce Jerry
Pada tahun 1986, almarhum Romo Jerry SJ ini berhasil membuat karya fenomenal berupa sebuah film dokumenter berjudul Beyond the Killing Fields. Film ini bicara tentang kondisi pengungsi di perbatasan Thailand dan Kamboja.
Karya almarhum ini berhasil mendapat penghargaan di Taiwan maupun kawasan Asia secara luas.
Almarhum Romo Jerry SJ juga dikenal luas oleh pemirsa televisi dan masyarakat luas di Taiwan dan di Tiongkok lewat serial televisi yang dibuatnya. Serial tontonan televisi ini dikerjakan agar generasi muda di Taiwan dan Tiongkok bersedia belajar bahasa Inggris.
Ia memakai nama layarnya sebagai “Uncle Jerry” di tontonan serial tersebut.
Uniknya, Uncle Jerry menggunakan kisah-kisah, perumpamaan dan nilai-nilai yang ada dalam Kitab Suci untuk mengajarkan bahasa Inggris pada tiap serialnya.
Serial terakhir yang dibuatnya bagi publik Taiwan adalah seri Oh My God, Hello Pope.
Dalam serial ini, ia menayangkan nilai-nilai, prioritas dan pesan pastoral Paus Fransiskus.
Lewat serial ini pula, ia memperkenalkan pelayanan sosial dan pastoral Gereja Katolik kepada publik di Taiwan.
Matteo Ricci abad ini?
Pada kurun waktu 10 tahun terakhir, ia juga membuat dokudrama tentang misionaris Jesuit di China seperti Adam Schall von Bell dan Giuseppe Castiglione. Bahkan, sebagaimana diberitakan oleh Jesuit Asia Pacific Conference, ia berniat untuk mendokudramakan misionaris besar di Tiongkok abad 17: Matteo Ricci.
Jejak karya almarhum Romo Jerry ini dengan sangat terang-benderang telah memperlihatkan bahwa karena daya jangkauannya yang luas, media itu dapat digunakan secara efektif untuk evangelisasi dan menggarami dunia. Lewat kamera dan keajaiban layarnya, kegembiraan, kecemasan dan harapan, terutama masyarakat lemah dapat dihadirkan dan kemudian menggerakkan kasih, kepedulian dan solidaritas.
Membumikan Spiritualitas Jesuit
Ini berarti membiarkan secara terbuka Allah berkarya lewat sarana-sarana tersebut, termasuk kamera dan layar kaca. Karena seluruh sarana dan ciptaan lainnya disediakan oleh Allah bagi manusia agar mampu memuji dan memuliakan-Nya, sebagaimana tersaji secara rapi dalam spiritualitas Ignatian yang masih sangat sedikit saya pahami.
Tanpa bermaksud melebihkan dan menyamakan apalagi membandingkannya, almarhum Rm. Jerry Martinson dapat dikatakan sebagai model ‘Matteo Ricci’ untuk konteks dan zaman kekinian. Dengan kerja keras dan ketekunannya, ia membangun jembatan panjang yang mendekatkan Gereja Katolik dengan masyarakat etnis Chinese baik di Taiwan maupun di Tiongkok.
- Kamera dan layar kaca adalah sarananya.
- Warta Gembira itu menjadi
- Taiwan dan Tiongkok itu menjadi medan perjumpaannya untuk mempertemukan Tuhan dan umat manusia.
Ini benar-benar sangat khas Jesuit.
Selamat jalan Uncle Jerry, meski sangat terlambat kami mengetahui kepergianmu. Doakan kami yang masih berziarah ini, agar juga dibuat mampu ‘menemukan Tuhan’ dalam aneka berita gosip artis maupun telenovela yang walaupun itu susah ditemukan.
Kami tak akan pernah bisa lagi melihat jejak kameramu dan karya layarmu. Namun, jejak karyamu itu sudah terpatri pada hati kami yang masih bisa merasa gema kerasulanmu yang luar biasa hebat di layar kaca di seluruh kawasan Asia.
AMDG (Ad Maiorem Dei Gloriam).
Bekasi, 18 Juli 2017
Kredit foto: SJAPC.Net, Signis