DARI berbagai tulisan ringan oleh sejumlah alumni Institut Filsafat Teologi (IFT) -kini menjadi Fakultas Teologi Wedabhakti (FTW) Universitas Sanata Dharma- yang tergabung dalam WAG IKAFITE (Ikatan Alumni IFT-FTW), Sesawi.Net mencoba merangkai tulisan ringan in memoriam ini.
Semacam obituari sederhana ini dikerjakan untuk mengenal lebih dalam sosok almarhum Romo Sukamartoyo Hadiwijoyo Pr (1947-2022). Imam diosesan Keuskupan Agung Jakarta yang meninggal dunia di RS Sint Carolus Jakarta, Senin tanggal 29 Agustus 2022 kemarin.
Pemuda Katolik Yogyakarta
Nama kecil pemberian orangtua almarhum Romo Hadiwijoyo adalah Sukamartoyo. Ia dulu pernah aktif di organisasi Pemuda Katolik Yogyakarta.
“Saya mengenal almarhum, ketika masih misdinar di Paroki Bintaran, Yogyakarta. Kami, anak-anak misdinar, suka menyaksikan almarhum saat ia memimpin kelompok musik drumband Mudika Paroki Bintaran,” kenang Prof. Dr. Anton “Dipo” Sudiarjo SJ, imam Jesuit dan guru besar filsafat SFT Driyarkarta Jakarta.
“Waktu saya mulai masuk kuliah teologi IFT dan duduk di tingkat IV, almarhum menjadi teman satu kelas dengan kami,” tutur Romo Dipo SJ.
Saat Romo Dipo SJ mengampu tugas sebagai Pastor Mahasiswa di Wisma Margasiswa Yogyakarta, almarhum Romo Hadiwijoyo Pr juga selalu aktif terlibat dengan gerakan kaderisasi.
“Ia punya gaya pendekatan yang sangat mumpuni terhadap mahasiswa sehingga banyak mahasiswa tergerak ikut serta. Saya mengagumi keramahtamahannya dan semangat almarhum memotivasi orang lain,” kenang Romo Dipo Sudiarjo SJ.
Mantan frater MSF
Awalnya, selepas lulus dari Kolese de Britto Yogyakarta, Romo Martinus Sukamartoyo Hadiwijoyo Pr masuk Seminari Mertoyudan di kelas KPA. Kemudian, Romo Hadiwijoyo bergabung masuk dengan Kongregasi Imam Misionaris Keluarga Kudus (MSF).
Barulah tahun-tahun kemudian, almarhum Romo Hadiwijoyo lalu berinkardinasi dengan Keuskupan Agung Jakarta, Almarhum Romo Hadiwijoyo Pr menerima Sakramen Imamatnya dari tangan Uskup KAJ waktu itu Mgr. Leo Soekoto SJ dan ditahbiskan sebagai imam diosesan KAJ.
Selalu suka membantu sesama
Menurut Ketua Paguyuban Brayat Minulya Nusantara (PBMN) Andre Sumaryatmo, almarhum Romo Hadiwijoyo Pr adalah sosok imam dengan pribadi yang selalu bersikap hormat kepada orang lain.
“Istilahnya selalu nguwongke, selalu menghargai, menghormati, tidak mengadili, tidak merendahkan orang lain,” tulis Andre, alumnus Seminari Mertoyudan Angkatan tahun 1975.
Juga punya semangat berbelarasa yang luar biasa kepada teman dan saudara.
“Ketika ada mantan imam, frater, atau seminaris keluar dan kemudian harus mencari pekerjaan -bahkan butuh bisa hidup-, almarhum langsung memberi uang supaya ada pegangan dana secukupnya. Juga sering menawari kamar kosong di pastoran untuk sekedar tempat tinggal sementara,” terang Andre.
Romo Hadiwijoyo kemudian memberi rekomendasi agar para mantan ini bisa diterima bekerja di sebuah perusahaan.
“Inilah kelegaan yang terasa manis bagi para mantan untuk memulai meniti karier bisa hidup kecukupan,” papar Andre.
Semangat selalu optimis
Menurut Andre Sumaryatmo, sosok almarhum Romo Hadiwijoyo Pr termasuk sosok motivator yang piawai. Itu karena almarhum sendiri punya jiwa dan semangat yang selalu “positif” dan optimis. “Nggak ada wajah putus asa pada almarhum,” kenang Andre.
“Romo Hadiwijoyo itu sungguh menghayati betul sebagai figur seorang ayah yang baik dan saudara yang semanak (hangat dan ramah). Almarhum selalu aktif memberi semangat, motivasi baik untuk para mantan seminaris -termasuk mantan frater dan imam- juga kepada umatnya yang lagi terpuruk.
Selalu berkeinginan mau memotivasi mereka agar tetap tabah melewati ‘hari-hari sulit’ dan juga memberi keteladanan dengan mau mendampingi dan memberi semangat untuk tetap setia terhadap panggilan Kristus,” tulis Andre.
“Matur nuwun Romo Hadi. Panjenengan sampun kathah mbiyantu umat lan konco-konco. Sugeng tindak sowan Gusti Yesus. Nyuwun sembahyangan kagem konco-konco di IKAFITE ini,” tulis Andre Sumaryatmo.
Seni beladiri khas Indonesia: pencak silat
“Almarhum saya kenang sebagai sosok imam pembangun militansi beriman kristiani bagi anak-anak muda Katolik di Indonesia. Dan menariknya, semua itu dilakukan melalui kecintaan mereka akan seni beladiri sangat khas Indonesia: pencak silat.
Itu sungguh luar biasa. Dan ini pula yang juga sering disalahpahami. Namun sebagai pengelana rohani, almarhum Romo Hadi selalu menjalni hidup imamatnya dalam kesetiaan,” kenang Laurentius Suryoto yang pernah satu bangku mata kuliah yang sama di IFT Kentungan zaman dulu.
“Selepas dari Seminari Mertoyudan dan Kolese de Britto, almarhum Romo Sukomartoyo Hadiwijoyo masuk MSF dan kemudian kuliah di IFT Kentungan, sedangkan teman sekelasnya di KPA Seminari Mertoyudan masuk Novisiat SJ Girisonta,” tulis Alex Susilo Wijoyo.
“Kelompok kelas BC -khususnya A dan kelompok non-seminari- adalah pribadi-pribadi yang istimewa. Mereka amat sadar bahwa mereka masuk seminari bukan lewat jalur ‘normal’. Sebagai imam, mereka adalah kelompok pastor yang amat baik dan rendah hati.
Mereka sadar diri tidak pernah mendapatkan pendidikan bahasa Latin dan ‘perks’ lain yang selalu diajarkan dulu di Seminari Mertoyudan.
Romo Mas Suko adalah guru pencak silat kami di Merto. Senyum dan keredahan hati mereka amat mengesan. Aku bersyukur boleh mengenal mereka. Semoga boleh ‘nempil’ keredahan hati mereka,” tulis Alex S. Wijoyo dari Amerika.
“Tahun 1984 silam, almarhum Romo Hadiwijoyo melakukan misa perdana usai tahbisan imamatnya di sekolah alma mater-nya di SMA de Britto,” kenang PC Prantara yang di tahun itu menjadi sub pamong Kolese de Britto Yogyakarta.
“Requiescat in pace: Rev. Do. Martinus Hadiwidjaja. Pie Jesu Domine, Dona ei requiem sempiternam. Tuhan yang memberi. Tuhan yang mengambil. Terpujilah nama Tuhan (Ayub 1:21).
Selamat jalan Rama Hadiwidjaja,” tulis Romo Jack Tarigan Pr, teman sekelas dan teman angkatan tahbisan imamat di Balai Sidang Senayan tanggal 4 Juli 1984. (Berlanjut)