In Memoriam Romo Nico Dumais SJ: Bahasa, Musik, Cinta Alam, dan Ke-Indonesiaan (5)

0
616 views
Romo Nico Dumais SJ by Ist

HARI ini tanggal 6 Februari 2019, Pater Nico Dumais SJ memulai peristirahatan panjang di Girisonta, setelah 80 tahun menyusuri kehidupan yang penuh berkat: mengasihi dan dikasihi.

Kemarin, Selasa 5 Februari 2019, sekitar pukul 15.00, saya melihat wajah Pater yang teduh untuk terakhir kali, terdiam dalam kesunyian Kapel Kanisius, Menteng, Jakarta Pusat.

Seperti saya tulis dalam Ode untuk Pater Nico Dumais SJ menyusul acara HUT ke-80 Pater, ingatan terhadap Pater berdimensi masa lalu, masa kini, dan masa depan.

In Memoriam Romo Nico Dumais SJ: Menggores Dalam

Masa lalu, karena interaksi intens berlangsung saat saya masih menjadi siswa di Kolese Loyola, 1972-1974, khususnya saat Pater menjadi guru bahasa Inggris.

Saya menyukai pelajaran yang Pater berikan, dan mendapat nilai 8 di Loyola itu sungguh satu kebanggaan. Pater menanamkan cinta pada ilmu kebahasaan (linguistik) yang terus saya tumbuhkan hingga hari ini.

Saya menyukai Bahasa Inggris dan menggerakkan hati untuk mempelajari bahasa2 lain (a. l. Perancis).

Sebagai wartawan, tidak terkira besarnya peran bahasa, dalam hal ini Bahasa Inggris selain Bahasa Indonesia.

Dalam soal mengajar, satu hal yang menginspirasi adalah Pater menanamkan cinta bahasa melalui lagu. Semua murid sukacita menyanyikan lagu The Happy Wanderers, juga Melody Fair, serta beberapa lainnya.

Itulah rupanya yang menjadi benih kecintaan saya yang besar pada musik, baik lagu-lagu evergreen hingga berikutnya ke musik klasik.

Jika Pater menebarkan benih cinta musik di ruang kelas di mana murid menyimak, saya sebagai jurnalis menebarkan cinta musik kepada para pembaca harian Kompas, di mana saya bekerja dari 1981 hingga hari ini (awal 2019, dus sudah 38 tahun) dan tetap menulis musik.

Terakhir tentang Konser Queen di Kompas.Id awal pekan ini.

Untuk musik ini, saya merasa bersyukur bisa menyanyi untuk HUT ke-80 Pater yang dirayakan 9 Desember 2018 lalu. Ada 5 lagu yang saya nyanyikan untuk Pater dalam lima bahasa (Spanyol  Perancis, Italia, Inggris, dan Jawa) untuk meyakinkan Pater bahwa pendidikan Pater untuk mencintai bahasa berhasil.

Yang ketiga adalah kesenangan Pater mengajak murid-murid naik gunung dan berenang di laut. Saya hanya berkesempatan ikut sekali, yaitu ke Gunung Muria, di perbatasan Kabupaten Jepara, Kabupaten Pati, dan Kabupaten Kudus, Jawa Tengah.

Kita mulai mendaki lepas tengah hari dan tiba petang. Menghabiskan malam yang dingin di puncak gunung berketinggian 1.602 meter ini. Saat itu langit cerah, dan kita semua bisa menikmati ribuan bintang bertaburan di angkasa raya yang gelap namun mengundang pesona.

Dalam kilas balik, saya sempat bertanya-tanya, itu kah saat saya mendapat inspirasi untuk mendalami ilmu astronomi? (Saya mencari konfirmasi tentang hal ini juga kepada mendiang Pater Warno selain melalui Ensiklopedi Sains yang dengan rajin saya jaga tiap sore di Loyola dulu).

Dengan mengajak murid naik gunung, memang Pater bermaksud mengajar mereka cinta alam, menggembleng tekad dan menguji keteguhan hati, serta mengembangkan karakter.

Namun sesungguhnya dengan itu Pater juga telah menanamkan cinta ilmu, khususnya vulkanologi (ilmu tentang gunung api) dan geologi. Ilmu-ilmu tersebut di masa itu (tahun 1970-an) relatif belum banyak dikenal.

Tetapi sesudah ada banyak informasi tersiar, khususnya setelah terjadi bencana alam besar seperti letusan Gunug Merapi, terbukalah wawasan masyarakat Indonesia tentang kegunungapian.

Murid-murid Pater kini termasuk yang tergolong dini mengenali perspektif Indonesia sebagai negara yang berada dalam Busur Cincin Api dengan 130 gunung berapi  yang setiap saat 16 di antaranya aktif dan 5 di antaranya meletus.

Dalam konteks itu lah Pater secara tidak langsung juga telah mengajarkan cinta Indonesia melalui pemahaman tentang gunung-gunung.

Terima kasih Pater sudah mendidik kami dengan cara-cara canggih dan visioner. Apa yang Pater ajarkan terus hidup menyinari alam pikir dan sanubari kami.

Sungguh Pater sosok pendidik yang luar biasa, hingga tak heran Pater begitu dicintai.

Sekarang beristirahatlah dengan damai. Hormat kami selalu, dengan iringan doa, semoga Pater damai di surga bersama orang2 kudus dan cendikia.

Jakarta, 6 Februari 2019.

Dr. Ninok Leksono MA, Redaktur Senior Kompas, Rektor UMN

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here