ALMARHUM Romo Dumais SJ adalah seorang “minoritas” dalam Serikat Yesus Provinsi Indonesia.
Saya sebut ‘minoritas”, karena almarhum adalah orang Manado bukan orang Jawa seperti kebanyakan anggota Serikat Yesus Indonesia.
Dalam perbincangan sehari-hari, ia selalu berbahasa Indonesia atau Inggris dan tidak memakai bahasa Jawa, berolahraga tenis bukan bulutangkis atau sepakbola.
Ketika di Loyola, rambutnya dicat merah (sesuatu yang “tidak wajar” untuk seorang pastor), mengajar bahasa Inggris dengan aksen Inggris bukan aksen Jawa, tidak malu malu berdansa, dan berbagai “ketidaklaziman” lain.
Namun, dengan “ketidaklaziman” ini, almarhum memberi contoh keberagaman penghayatan hidup sebagai Jesuit dan sebagai imam.
In Memoriam Romo Nico Dumais SJ, Motivator Belajar Bahasa Inggris (1)
Dalam kotbahnya ketika misa bersama para frater Jesuit sekitar tahun 1990, Romo Dumais SJ mengatakan bahwa menjadi Jesuit itu unik dan kadang-kadang tidak mengikuti stereotype tertentu.
Agar misi Jesuit tercapai dengan efektif, kadang kadang kita harus masuk dengan cara mereka.
Itulah mengapa rambutnya dicat agar tidak ada jarak dengan siswa siswa Kolese Loyola. Berolahraga tenis, agar bisa masuk di kalangan penyuka olahraga tenis.
Berbahasa Inggris dengan benar agar bisa masuk di kalangan expatriates yang dilayani.
Dan dalam keunikan itu, Romo Dumais SJ tetap melayani dan menyelamatkan jiwa-jiwa sebagai perutusan utamanya sebagai imam Jesuit.
Kini dosen bahasa Inggris-ku dan bekas Pater Unit Pulo Nangka ini telah kembali kepadaNya.
Selamat jalan Romo Dumais SJ, terimakasih telah menjadi salah satu formatorku.
AMDG