KALAU seandainya almarhum Romo Wisnumurti SJ masih hidup, tentu pastor Jesuit asal Magelang ini kaget setengah mati.
Betapa tidak. Waktu masih muda remaja, almarhum Romo Sarto Miktada SVD ini dikenal sebagai anak nakal khas remaja.
Kenangan lawas mengalir kembali ke tahun 1977 silam. Saat saya dan alm Romo Wisnumurti SJ menjalani tugas pengutusan dari Serikat Yesus melaksanakan Tahun Orientasi Kerasulan (TOK) di Saumlaki, Maluku Tenggara.
Saat itu, almarhum Romo Sarto masih anak remaja. Postur badannya kecil. Ia menjadi murid saya sampai SMP kelas 2.
Temani kunjungi kampung-kampung Katolik
Saat itu, bersama keluarganya Romo Sarto Miktada SVD tinggal di Kota Saumlaki.
Kalau liburan, saya dan almarhum Romo Wisnumurti SJ sering datang berkunjung ke rumah-rumah siswa di kampung-kampung di luar kota Saumlaki,
Romo Sarto suka menemani saya dan almarhum Romo Wisnu bertandang mengunjungi keluarga-keluarga murid di kampung-kampung Katolik.
Strategi jitu
Paling jauh jaraknya sekitaran 60-an kilometer. Kami bertiga jalan kaki. Sekali jalan butuh waktu tiga hari.
Setiap sore, kami bertiga menginap di pastoran kampung. Kadang harus berani jalan menyusuri pantai.
Juga harus punya strategi. Cermat menunggu air laut surut sehingga bisa potong jalan melalui teluk.
Perjumpaan terakhir dg almarhum Romo Sarto terjadi saat almarhum datang berkunjung ke Paroki Kalvari di Lubang Buaya, Pondokgede, Jakarta Timur.
Saya kaget melihat postur tubuhnya.
Saya goncang-goncang tubuhnya yang tinggi besa. “Tuhangalale… Romo subesar sekali.”
Lalu, almarhum lngomong bahasa Tanimbar. Dan saya jawab “yakumlufe tanimbar lirin…”
Requiescat in pace et vivat ad vitam aeternam.