MARKUS. Dulu kami biasanya memanggilnya dengan nama itu.Ia senang melukis dengan cat air dengan cara “dipletetin” gaya Affandi.
Di mata kami, anak-anak KPP saat itu, tekniknya itu revolusioner, ground
breaking, mencengangkan.
Catnya jadi cepat habis soalnya. Juri Malam Kreativitas tidak peduli soal boros atau hemat, lukisan Marlon jadi salah satu pemenang penghargaan.
Gitaris andal
Tapi,kami teman-temannya lebih mengingat dia sebagai gitaris. Marlonlah yang memperkenalkan kami anak-anak ndeso dan kampung pinggiran kota pada lagu jazz.
Lagu-lagu Utha Likumahuwa, Chris Kayhatu, melodi yang sweet, chord-chord yang serba minor 7, dim, sus, aug, dan sebagainya.
Kerap kali di sepanjang lagu dia memainkan senar EAD dengan cara bukan dipetik, tapi dibetot.
Baru belakangan, setelah berpuluh-puluh tahun kemudian, kami tahu teknik itu dinamai “slap“. Saat itu, buat kami, permainannya itu lagi-lagi revolusioner, groundbreaking, mencengangkan.
Dan itu yang membuat Marlon melekat kuat dalam ingatan kami.
Selamat jalan, sobat Markus Marlon.
Merto 82-86
