In Memoriam Romo Yoseph Suyatno Hadiatmojo Pr: 19 Tahun Lalu, Saat Pisowanan Agung (5)

0
643 views
Alm. Romo Suyatno Pr yang dikenal dengan nama akrab "Tuyet" di kalangan alumnus Seminari Mertoyudan tahun 1977. (Dok. Sesawi.Net)

PAGI ini banjir ucapan duka cita mengalir di banyak group WhatsApp dan itu juga diunggah di sejumlah media sosial yang merespon kabar meninggalnya Romo Yosep Suyatno Hadiatmojo Pr semalam di Jakarta paska operasi jantung. Banyaknya pihak yang merasa kehilangan atas berpulangnya Romo Yatno menjadi salah satu tanda kiprah dan jaringan meluas almarhum di tengah masyarakat.

Pisowanan agung

Ingatan saya melayang 19 tahun lalu. Saya lupa harinya. Yang pasti, hari itu  tanggalnya 19 Mei 1998.

Kami aliansi besar sejumlah organisasi  gerakan mahasiswa yang bernaung di bawah Gerakan Rakyat Yogyakarta tengah rapat akhir di Kampus Universitas  Janabadra di kawasan  Pingit, Yogyakarta. Kami rapat untuk memantapkan  finalisasi aksi Pisowanan Agung di Pagelaran Kraton.

Baca juga:  In Memoriam Romo Y. Suyatno Pr: Motivator Umat Katolik Mau Bergaul dengan Kelompok Lain (4)

Ditengah rapat seorang rekan memberi tahu bahwa ada tamu mencari saya. Dalam hati, saya berkata dia pasti Romo Yatno. Beberapa hari sebelumnya melalui perantara rekan lain, kami janjian ketemu untuk membicarakan keterlibatan Forum Persaudaraan Umat Beriman (FKUB) dalam aksi massa 20 Mei.

Saat saya keluar dari ruang rapat dan menjumpai beliau langsung tersenyum. Saya berucap “Romo Yatno njih?”

Saya memang belum pernah bertemu secara langsung. Hanya beberapa rekan menceritakan tentang beliau. Istilahnya kenal nama. Sejurus kemudian, saya langsung menyampaikan konsep acara, run-down dan hal-hal teknis lain.

Mendiang Presiden Abdurrahman “Gus Dur” Wahid dan almarhum Romo Yosep Suyatno Pr.(Dok. Seminari Tinggi Kentungan

Singkat cerita,  saat aksi sejuta massa Pisowanan Agung di Pagelaran Kraton  tanggal 20 Mei 1998,  kawan-kawan FKUB dari berbagai lintas agama –termasuk Romo Yatno–  turut tampil ke atas panggung dan secara bergantian mereka memadahkan doa untuk keselamatan NKRI.

Paska Reformasi 1998 hingga tahun 2017 tak terhitung kami terus bersinggungan dalam kiprah sosial dengan Romo Yatno. Baik aksi-aksi lapangan, rapat-rapat konsolidasi, forum dialog, acara-acara kebudayaan, dan lain sebagainya.

Romo Yatno juga berpindah-pindah tugas. Sepengetahuan saya,  sejak merampungkan tugas di Paroki Jetis, maka beliau pindah ke Paroki Somohitan dan selanjutnya di Paroki Kemetiran. Dalam rentang waktu itu,  beliau banyak menginisiasi munculnya gerakan-gerakan sosial lintas elemen masyarakat seperti relawan tanggap bencana, recovery paska gempa bumi Jogja dan erupsi Gunung Merapi.

Enteng kerja dan tak suka banyak diskusi

Saya pribadi mencatat sejumlah kesan atas Romo Yatno.

Beliau tipe orang yang lebih suka aksi nyata daripada berlama-lama larut berdiskusi. Sering kali tatkala kita janjian ketemu praktis tidak butuh waktu lama membicarakan substansi namun langsung teknis lapangan.

Berikutnya,  beliau adalah sosok yang entengan alias ringan tangan. Beliau tidak wigah-wigih (ragu) turun jalan terlibat dalam aksi-aksi jalanan yang dikemas dalam bentuk aksi budaya. Jubah Romo yang disandangnya bukan penghalang untuk ajur ajer alias membaur dengan masyarakat.

Status imam  baginya seolah “hanya” berlaku saat ngunjukke misa (memimpin perayaan ekaristi). Selepas itu,  Romo Yatno adalah aktivis yang  suka tlusap-tlusup (blusukan) kesana kemari mengkonsolidir pembangunan kawasan pedesaan seperti pembuatan instalasi air, pembangunan jembatan, penanaman pohon dan lain sebagainya.

Komitmen tinggi

Hal kuat lain yang memancar dari pribadi Romo Yatno adalah komitmennya terhadap persoalan kemanusiaan dan kebangsaan. Romo Yatno sangat getol terhadap isu-isu yang menciderai kemanusiaan seperti maraknya aksi-aksi kekerasan, kemiskinan, intoleransi, ketidakadilan, persaudaraan lintas iman, responsif terhadap dampak sosial bencana alam serta problem-problem kebangsaan.

Dalam sejumlah kesempatan ia banyak menyitir metode perjuangan Romo YB Mangunwijaya yang lebih berpihak dalam perspektif korban dalam membela masyarakat.

Sejujurnya,  di tengah situasi kebangsaan seperti ini,  kita masih sangat membutuhkan karya-karya kemanusiaan seperti yang dikerjakan Romo Yatno. Namun Tuhan lah Sang Pemilik Kedaulatan atas hidup manusia. Tentu Ia memanggil pulang Romo Yatno mengandung maksud yang harus kita resapi.

Sugeng tindak Romo Yatno. Semangat juangmu semoga menular kepada generasi muda mengikuti jejakmu sebagai pejuang kemanusiaan. Berkah Dalem.

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here