“SIAPA yang mau menjadi guru di Lampung?,” tanya Romo Albertus Hermelink SCJ.
“Di Lampung saat ini, masih banyak anak-anak belum sekolah. Karena tidak ada guru,” tambah Pastor Hermelink SCJ yang di tahun-tahun kemudian bahkan menjadi Uskup Keuskupan Tanjung Karang.
Kala itu, Romo A. Hermelink SCJ tengah datang ke Ambarawa, Jawa Tengah, Juli 1937. Ia datang dari Pringsewu, Lampung, hanya untuk mencari tenaga pengajar.
Mendengar permohonan itu, Arnolde kecil tergerak hatinya. “Kasihan,” ujarnya dalam hati.
Arnolde kecil langsung tunjuk jari. Tetapi, ketika menoleh ke belakang, tak seorang pun teman-temannya yang tunjuk jari.
Ia terkejut. Takut. Ternyata hanya dia sendirian. Ampun, tak ada kawan.
Namun, rasa takut itu kemudian berhasil ditepisnya. Arnolde kecil lebih melihat kebutuhan yang lebih besar lagi.
Akhirnya, bersama Irma, seorang ibu dan tiga anaknya, dia memutuskan berangkat ke Lampung, 20 Juli 1939.
Arnolde kecil tak lupa pamit pada Sr. Seraphine ADSK (Abdi Dalem Sang Kristus)– kini Abdi Kristus (AK)
Dikatakannya, kalau dia hanya mau dua tahun saja tinggal di Lampung.
Mereka berangkat dari Ambarawa, Jawa Tengah, naik kereta api ke Jakarta. Naik kapal. Turun di Panjang. Lalu menuju Pringsewu, Lampung.
Tiba di sana, Arnolde kecil langsung menemui Romo Hermelink SCJ. Olehnya, ia lalu diantar ke susteran. Tepatnya, di Jalan Gereja 13.
Jatuh cinta
Hatinya berbunga, saat berjumpa dengan Moeder Suster M. Odulpha FSGM. Ramah. Bersahaja. Menggunakan bahasa Jawa halus.
Perjumpaan itu menimbulkan desiran halus di hati Arnolde kecil untuk menjadi suster di biara Pringsewu.
Ternyata, Arnolde kecil hanya dua pekan saja di Pringsewu. Ia diminta tinggal di Metro, Lampung Tengah, untuk mengajar di SD Simbawaringin.
Dengan taat, ia bergegas menuju ke tempat pengutusan baru. Benih-benih panggilan untuk menjadi suster tetap bergema di relung-relung hatinya.
Arnolde kecil menceritakan keinginan hatinya itu ke Moeder Sr. Odulpha.
Ia diterima sebagai Aspiran, Juli 1941. Dan mendapat tugas mengurus Sekolah Melania, Gadingrejo.
Transaksi mendebarkan
Tak disangka dan juga tak dinyana. April 1942, pasukan tentara Jepang tiba di Lampung dan Pringsewu. Semua pastor dan suster dibawa ke Tanjungkarang. Sementara para Aspiran dilarikan ke rumah umat, Bapak Rono.
Bala tentara Jepang lalu menghancurkan semua mobil. Keadaan rusuh.
Seiring waktu suasana agak aman.,Arnolde kecil dihantar ke Metro dengan membonceng sepeda. Di Metro, Arnolde kecil mendapat tugas sebagai bendahara Rumah Sakit yang waktu itu sudah dikuasai Jepang.
Selama lima tahun, Lampung tak “punya” pastor. Para pastor dan suster sudah diinternir. Sang Aspiran, Arnolde, tanpa takut menyamar menjadi orang dusun yang menjual bahan makanan, sayuran, tahu, tempe, pisang kepada para romo dan suster.
Jika romo dan suster membayar Rp.100,- akan dikembalikan menjadi Rp.200,-
Tujuannya, agar para pastor dan suster dapat belanja lagi.
Usai transaksi, Arnolde kecil cepat-cepat pergi. Hatinya berdebar. Takut.
Tetapi syukurlah, malaikat pelindungnya selalu melindungi kemana pun Arnolde melangkah. Ia tak pernah tertangkap.
Hati ibu
Berbagai pengalaman masa lalu telah menempa Sr. M. Arnolde FSGM menjadi seorang pemberani, mandiri, dan tak mau menyusahkan orang lain. Semua keperluan pribadi sejauh bisa, ia kerjakan sendiri.
Ia juga rajin dan terlibat aktif dalam kebersamaan baik doa, makan, dan rekreasi bersama.
Suster yang lahir 25 November 1925 ini juga seorang yang beriman mendalam. Ia memiliki devosi yang kuat kepada –Kerahiman Ilahi – Yesus, Kau Andalanku.
Mengenang almarhum Sr. M. Arnolde FSGM, berarti mengenang karakternya yang kuat. Juga sangat disiplin. Teliti. Tanggungjawab.
Rajin bekerja. Sederhana. Sopan. Siapa pun yang berhadapan dengannya pastilah segan.
Namun di balik karakternya yang super woman itu, ia sungguh memiliki hati seorang ibu.
Suster bertubuh kecil dan berkulit hitam ini memiliki perhatian pada semua orang. Baik kepada para suster di komunitasnya; juga kepada masyarakat sekitar di mana ia tinggal.
Ia seorang yang murah hati. Rela membantu siapa saja yang memerlukan pertolongan. Terlebih, bila ada yang butuh biaya sekolah. Sebisa mungkin akan dia usahakan; demi masa depan anak tersebut.
Pikirannya selalu positif terhadap semua orang. Ia tak pernah menaruh curiga pada orang lain. Apalagi bila yang datang butuh bantuan. Menolong ya menolong, begitu prinsipnya.
Baginya, lebih baik dibohongi daripada membohongi orang.
Mulai ringkih
Di usia kepala sembilan, kondisi fisiknya semakin lemah. Sr. M. Arnolde FSGM tinggal di Komunitas Maria Fatima Gisting di Lampung untuk mendapatkan perawatan.
Pada Hari Orang Sakit Sedunia, tanggal 11 Februari 2021 lalu, Sr. M. Arnolde menerima Sakramen Pengurapan Orang Sakit dari Romo YR Susanto SCJ.
Tanggal 12 April 2021 pagi, kondisinya masih seperti biasanya. Setelah minum dan snack ia kembali ke kamar.
Lalu dengan tenang, Sr. M. Arnolde dijemput “Saudari Maut “menuju rumah Bapa.
Kongregasi Suster FSGM kehilangan pionir pribumi pertama.
Namun, biji gandum itu yang jatuh ke tanah itu telah menghasilkan buah yang berlimpah ruah….
M. Fransiska FSGM