“YUNG.” Begitu fasihnya lidah kami memanggilnya. Yung adalah panggilan akrab untuk almarhumah Sr. M. Norberti FSGM.
Yung, kepanjangan dari kata ‘biyung.’ Bahasa Jawa yang artinya ibu.
Baik suster muda mau pun suster yang lebih tua akan memanggilnya: Biyung. Bila kita berteriak, “Yung!”, maka dengan segera Sr. M. Norberti akan menengok dan siap mendengarkan.
Jumat, 29 Januari 2021 pkl. 10.15 di Susteran Panti Secanti, Gisting Sr. M. Norberti menghadap Yang Maha Kuasa. Ditemani adik kandungnya, Sr. M. Ludgeri FSGM hingga Saudari Maut kemudian menjemputnya.
Sederet karakter
Mengenang Sr. M. Norberti adalah mengenang karakter dan semangatnya. Sebagian besar suster merasakan hal yang sama. Terlebih yang pernah mengalami hidup bersama dalam satu komunitas.
Sr. M. Norberti adalah sosok yang keras dengan dirinya sendiri. Mandiri. Cekatan. Tekun. Sederhana. Disiplin. Pantang menyerah.
Pekerja keras. Setiap tugas dilaksanakan dengan penuh tanggungjawab. Baik sebagai pimpinan komunitas maupun ketika bertugas di rumah tangga
Sederet karakter itu sungguh dihidupi oleh almarhumah Sr. M. Norberti. Sampai-sampai para suster yang usianya jauh lebih muda merasa malu.
“Semua ia lakukan sendiri sejauh ia bisa lakukan,” jelas Provinsial Kongregasi Suster FSGM Sr. M. Aquina saat menyapa khusus Sr. M. Norberti pada akhir misa requiem, 30 Januari 2021.
Misa requiem di Kapel Biara St. Yusup, Pringsewu ini dipimpin oleh Romo Laurentius Pratomo Pr dan Romo Agustinus Sunarto Pr.
Para suster yang dapat hadir adalah dari komunitas terdekat: Gisting, Panutan, dan La Verna.
Di luar komunitas itu, dimohon datang melayat saat disemayamkan, 29 Januari 2021. Dan esok harinya, pukul 10.00 WIB dapat mengikuti misa live streaming.
Usai misa, dilanjutkan dengan proses pemakaman. Lonceng gereja dibunyikan sepanjang perarakan menuju makam biara sekitar 200 meter dari biara pusat.
Terserah Tuhan
Usia Sr. M. Norberti mencapai 88 tahun. Terlahir di Gayamharjo, 3 Desember 1933.
Ini berarti berkat dari Tuhan. Selain usia, juga rahmat kesehatan yang cukup. Sr. M. Norberti bersyukur untuk itu. Kedekatannya dengan Tuhan, ia tunjukkan dengan sikap menerima dan pasrah pada Yang Maha Kuasa.
Memasuki usia 80-an, jalannya mulai terhuyung-huyung. Namun, itu bukan menjadi penghalang baginya untuk setia mengikuti kebersamaan dalam komunitas.
Baik dalam doa, makan, maupun acara rekreasi.
Kesan terakhir saat malam rekreasi bersama di Komunitas Pringsewu. Tiba-tiba Sr. M. Norberti berkata,”Kita ini harus selalu siap. Kapan pun Tuhan memanggil.”
Pernyataan itu dibalas oleh Sr. M. Aquina, “Meski sudah siap, ‘Yung…mohon pada Tuhan jangan sekarang-sekarang ini. Lagi covid.”
Sr. M. Norberti heran dengan jawaban itu. “Lha kenapa?,” tanyanya.
“Nanti tidak ada yang melayat,” balas Sr. M. Aquina.
Lalu dengan tangan merentang Biyung mengatakan, “Terserah… terserah… terserah… Tuhan yang punya. Terserah kapan Tuhan akan memanggil,” ujarnya dengan tegas.
Buku Putih
Berikut cuplikan refleksinya:
Waktu yang silam tak ‘kan kembali. Waktu yang datang ada di tangan Tuhan. Itulah anugerah nan indah. Bagaikan buku putih yang harus kuisi setiap saat. Yakni: bakti, cinta, amal, kasih, dan pengabdian.
Syukur kepada-Mu, Oh Tuhan atas segala rahmat-Mu yang berlimpah dan tiada henti.
Lalu, apa jawabanku, ya Tuhan dan Allahku?
Kuserahkan segenap hati-jiwa dan raga. Rahmat yang mengagumkan indah ‘tuk dikenangkan. Rahmat yang menyelamatkan setiap insan.
Dahulu aku tak mampu ‘melihatnya,’ maka aku sakit dan gelisah. Syukur kini aku telah sembuh.
Suster Biyung memang telah tiada. Namun, nama itu tak akan pernah sirna. “Biyung!” begitu pula para malaikat di surga memanggilnya.
Suster Biyung pun menengok dan tersenyum.