SESI perkenalan dan pertemanan kami berdua dengan almarhum Yakobus Siswata (71) sangat pendek. Sungguh sangat singkat. Hanya 30 menit saja. Terjadi di sebuah klinik di Kota Pringsewu – tempat almarhum Mas Siswata dan isterinya dr. Niken berkarya dan berpraktik sebagai tenaga medik profesional (baca: dokter).
Saat itu, Maret 2023 lalu, kami baru saja merampungkan program pendek kunjungan ke Rumah Retret Laverna milik Kongregasi Suster-suster FSGM Lampung. Dengar-dengar, lokasi rumah almarhum Mas Siswata tidak jauh dari kompleks Rumah Retret Laverna tersebut.
Namun, pertemuan kami dengan almarhum Mas Siswata dan dr. Niken bersama kedua anak mereka malah terjadi di tempat kerja. Usai interpiu dengan Sr. Catharina FSGM di rumah singgah Pringsewu, kami diantar menuju tempat karya almarhum Mas Siswata.
Kakak kandung Sr. Theresien SPM
Tentu perlu disebutkan alasan kuatnya mengapa saya sangat “tertarik” menemui almarhum Mas Siswata.
Sejarahnya terjadi saat jelang tahbisan episkopal Uskup Keuskupan Agung Semarang Mgr. Robertus Rubiyatmoko. Itu terjadi di Komplek Akpol Semarang tanggal 20 Mei 2017 silam.
Saat itu dan bersama Mbak Harini dari Dokpen KWI dan almarhum Pipit Prahoro, kami bertiga meluncur dengan mobil pinjaman dari rumah teman kami di Bukitsari kawasan Gombel Semarang Atas. Dalam perjalanan menuju acara tahbisan episkopal Mgr. Robertus Rubiyatmoko.
Kami sejenak mampir di sebuah hotel tempat para tetamu undangan menginap. Usai ngobrol sana-sini dengan sejumlah tamu, saya kemudian nebeng kendaraan umum – berupa sebuah bus sedang menuju lokasi Akpol Semarang. Duduk di samping saya adalah Sr. Theresien SPM – saat itu Provinsial Kongregasi Suster-suster Santa Perawan Maria dari Amersfoort (SPM) Provinsi Kalimantan.
Sekali waktu di bulan Februari 2018, saya pernah menginap dua hari di Provinsialat Kongregasi Suster SPM Provinsi Kalimantan berbasis di Samarinda, Kaltim – di mana Sr. Theresien SPM pernah berkarya. Maka, saat di Laverna Pringsewu, Lampung, itulah saya punya keinginan kuat mau sowan menemui Mas Siswata.
Sekadar uluk salam kenal dan sekaligus ungkapan terimakasih, karena sudah pernah dijamu boleh menginap dan makan durian bersama para Suster SPM Provinsi Kalimantan: Sr. Elsa SPM, Sr. Anita SPM, Sr. Rafaela SMP, Sr. Catharina SPM, Sr. Theresiani SPM. Meski saat itu, Sr. Theresien SPM justru malah tidak bisa saya temui karena tengah pergi tugas ke Jawa.
30 menit pertemuan intensif
Bulan Maret 2023 itu, kami berdua datang menemui Mas Siswata di klinik tempat almarhum berkarya selama ini. Kami dibawa masuk ke kamar kerjanya di lantai tiga – kalau tak salah ingat.
Saat itu, Mas Sis tengah sibuk melakukan rekap data karyawan untuk penggajian bulanan. Juga berkisah bahwa dalam beberapa tahun terakhir itu, almarhum sering bolak-balik berobat untuk menangani sakit kankernya yang belum sembuh.
Namun, di tengah kesibukannya itu, almarhum tetap sangat ramah menerima kami berdua. Ini juga menjadi pertemuan pertama kami dengan almarhum. Namun, ketika saya menceritakan pertemuan dengan adik kandungnya Sr. Theresien SPM, maka pertemuan dan perkenalan pertama itu menjadi lebih akrab dan hangat lagi.
Hari itu menjadi hari terakhir kami di Laverna Pringsewu. Berhasil mengunjungi Pringsewu dari Tanjungkarang, karena jasa baik teman saya sejak di SD Kanisius Murukan I Wedi, Klaten: JB Warsana dari Beku, Kel. Gadungan, Wedi.
Bersama isterinya, kami berdua diantar menuju Laverna. Kami inap semalam di Laverna untuk merasakan kesunyian di kompleks peziarahan maha luas ini, sementara JB Warsana dan isterinya sore itu langsung pulang kembali ke Tanjungkarang.
Tawaran menarik
Mendengar kisah saya bertemu Sr. Theresien SPM, almarhum Mas Siswata langsung menawari kami berdua: “Mau apa dan pergi kemana saja, ayo saya antar?”. Begitu tawaran spontan yang menandakan keramahan dan kebaikan hatinya.
Sebenarnya saat itu, kami ingin pergi ke Sekincau – tempat para rubiah Suster Kapusines (OSCCap) berkarya. Namun, waktu kunjungan ke Rumah Kasepuhan Panti Wredha Griya Nugraha di Tanjungkarang, Lampung, masih harus kami lakukan sebagai lanjutan dari keberadaan kami di sana tiga hari sebelumnya. Saat itu, kepada Suster Hati Kudus yang mengelola PWGN kami hanya pamit sehari saja pergi ke Laverna.
Tentu, pertemuan singkat tidak lebih dari 30 menit dengan almarhum Mas Siswata itu sangat mengesankan pada diri kami berdua. Berkat Sr. Theresien SPM, kami dibuat “akrab” dengan Mas Siswata.
Matur nuwun Mas Siswata dan dr. Niken serta anak-anak mereka yang dengan sangat hangat sudah menerima kami di klinik.
Requiescat in pace et vivat ad vitam aeternam. (Berlanjut)