Belum lama ini, umat di paroki “St. Paulus” Lembean, Keuskupan Manado, mengeluh kepada saya, “Mengapa ya, para pastor jaman sekarang ini jarang mengadakan kunjungan keluarga?” Ini merupakan keluhan jujur, tulus tanpa pretensi. Para pastor bisa mengelak, tetapi kenyataan bahwa domba-domba itu sungguh-sungguh ingin dilindungi oleh gembalanya. Kutipan Injil yang menyebut hal ini sungguh mengharukan hati. Gembala yang baik sungguh mengenal domba-dombanya (Yoh 10: 14)
Gembala Mengenal Domba-Dombanya
Ketika ngangsu kawruh (jawa : belajar) di Seminari Menengah Mertoyudan (1982 – 1986) saya amat terkesan dengan Pastor Witjen SJ, yang kenal dengan persis orang-orang yang dijumpainya. Pastor itu bahkan memiliki data-data lengkap tentang orang ini dan itu. Tidak jarang keluarga itu menjadi heran karena pastor Witjen lebih tahu situasi orang tersebut daripada orang-orang di sekitarnya.
Suatu kali selesai misa, pastor paroki berdiri di depan pintu untuk memberi salam kepada umatnya yang hendak pulang ke rumahnya masing-masing. Di sela-sela memberikan salam, romo itu berkata kepada ibu, “Ibu, namanya siapa dan tinggal di mana ya?”
Ibu itu pun menjawab, “Romo, saya bernama Ibu Atiek, eh maaf mbak Atiek yang tinggal di belakang pastoran dan tugas saya adalah menyiapkan makanan bagi romo.”
Kisah nyata ini hendak menunjukkan kepada kita bahwa pengenalan kepada orang lain itu sangat penting bagi karya pastoral. Betapa senangnya seorang umat jika dikenal oleh pastornya. Tetapi umat pun akan merasa ‘tidak enak’ kalau pastornya tidak kenal, padahal setiap hari orang tersebut kerja di pastoran. Pengenalan pastor dengan umat ternyata sungguh amat penting bagi kehidupan menggereja. Dari situ pula, kunjungan amat berperan penting.
Makna Kunjungan
Ada seorang laki-laki yang sedang berpacaran dengan jantung hatinya. Pacarnya itu tinggal di luar kota, maka yang diandalkan adalah mengirim surat setiap saat. Setiap minggu, laki-laki itu tidak pernah absen menulis surat dan setiap minggu pula tukang pos membawa surat itu kepada wanita idamannya.
Karena setiap hari tukang pos itu mengunjungi sang wanita itu, maka dirinya lebih dikenal daripada pacarnya yang berada di luar kota. Sambil menghantar surat, tukang pos itu mengadakan kunjungan: cerita-cerita, saling mendengarkan, sehingga terjadilah interaksi yang intens. Ada pepatah jawa yang berbunyi, “witing tresna jalaran saka kulina” yang artinya orang bisa saling mencintai karena sering berjumpa.
Seorang pastor tentu dalam dirinya ada tugas yang mau tidak mau “sine qua non” mengunjungi umatnya. Berapa banyak umat yang berkerinduan untuk dikunjungi pastornya. Hermawan Kertajaya memberikan pelajaran berharga kepada kita bahwa kehidupan gereja harus menawarkan hal-hal yang menarik, supaya banyak umat yang tertarik dan datang untuk “membeli” sabda Tuhan itu.
Ahli managemen bisnis itu memperingatkan kepada gereja supaya lebih pro-aktif atau menjemput bola. Bukankah gereja-gereja lain amat gencar dalam mengadakan kunjungan ke jemaatnya. Maka janganlah menyalahkan umat, jika ternyata mereka “jajan sabda” di warung lain.
Kunjungan Yang Inspirasional
Ada seorang pastor yang mempunyai pengalaman amat menarik dalam menyiapkan khotbahnya pada hari Minggu. Dia mengisahkan bahwa selama 5 hari, pastor itu mengambil inspirasi dari kunjungan-kunjungan keluarga. Lewat perjumpaan-perjumpaan dengan umat, maka banyak hal yang dapat digali dari pengalaman keluarga itu sendiri.
Khotbah menjadi relevan karena setiap orang tentu pernah mengalami yang namanya: kecewa, putus asa, ketakutan, kegembiraan dan masih banyak lagi pengalaman-pengalaman keluarga lainnya. Dalam hati yang terdalam dari umat, pasti terkandung kerinduan bahwa pulang dari Gereja ada sesuatu yang dapat memberikan kesejukan.
Ada beberapa umat yang merindukan, bahwa setelah mendengarkan khotbah ada rasa bahagia karena masalah anaknya sedikit menemukan titik cerah. Keluarga yang kena masalah ekonomi merasa ‘plong’ setelah mendapat siraman rohani pada hari Minggu. Ini semua karena khotbah yang membumi (relevan).
Penutup
Kunjungan pastor paroki kepada umatnya tidak hanya penting tetapi sungguh istimewa bagi perkembangan iman umat. Umat merasa terdampingi di kala sedih (peristiwa kematian, duka) maupun di saat gembira (peristiwa pernikahan, ulang tahun, wisuda dan lain sebagainya). Segala peristiwa baik suka maupun duka, umat sungguh-sungguh membutuhkan kehadiran Pastor paroki.