Ingin Puasa, Apa Motivasimu?

0
2,205 views

Puasa berasal dari bahasa sansekerta, “upa” yang berarti dekat dan “wasa” yang berarti berkuasa. “Upawasa” yang biasanya dilafalkan sebagai puasa merupakan cara untuk mendekatkan diri pada Sang Pencipta Kehidupan. Orang Jawa menafsirkan puasa sebagai “mepes hawa kalawan nepsu sajroning urip kangge urip sajroning pati”, yang berarti mengendalikan nafsu ketika masih hidup untuk bekal sesudah mati.

Puasa bukan sekadar pengendalian terhadap segala macam nafsu, tetapi memberi makna terhadap kehidupan dan kematian. Dalam buku “Ritual Puasa Orang Jawa” (2009), karangan Aulia, disebutkan konsep spiritual Jawa yang kurang lebih berbunyi,”matikanlah dirimu sebelum kau mati.” Artinya, jika kita sering “menyiksa” tubuh, jiwa akan menjadi kuat.

Ini sangat berkaitan dengan pengertian orang Jawa bahwa yang abadi adalah jiwa. Tubuh kita (raga wadag) suatu saat akan musnah. Ada berbagai macam cara puasa, misalnya pasa mutih (berbuka hanya dengan nasi dan air putih), pasa Senin Kamis (puasa di hari Senin dan Kamis), pasa wungon (tidak makan, minum, dan tidur sehari penuh atau 24 jam), dan masih banyak lagi. Masing-masing mempunyai makna dan tujuannya sendiri.

Orang dapat memilih “jenis puasa” apa saja yang cocok bagi dirinya. Mungkin beberapa hal di bawah ini dapat dipertimbangkan:

Motif berpuasa
Hendaknya berpuasa disertai dengan motivasi yang lurus, yakni untuk mencari Tuhan. Motivasi jasmani sah-sah saja, tapi hendaknya ditempatkan kemudian. Motivasi jasmanipun harus dikaji, apakah mendukung kehidupan rohaninya? Jika motifnya untuk membuat badan sehat, tentu tetap dapat diterima.

Namun jika puasa untuk mencari kekayaan, atau hanya mencari pujian ari orang lain, tentu  harus sungguh dipertanyakan apakah niat kita berpuasa benar. Puasa pada dasarnya untuk mendapat “keuntungan rohani” bukan kepentingan jasmani. Bisa juga, di awal hari puasa kita mulai dengan doa permohoan kita pada Tuhan sebagai ujub puasa kita.

Waktu berpuasa
Puasa hendaknya tidak menganggu aktivitas. Orang harus mengukur kekuatannya. Jika kondisi sedang sakit, tentu disarankan untuk tidak melanjutkan puasa. Sehubungan dengan hal ini, Ignatius pernah menulis agar orang mengamati dorongan-dorongan dalam dirinya dalam melakukan sesuatu.

Apakah awal, proses, dan akhir dari tindakan orang menuju kebaikan (Latihan Rohani 332 dan 333). So, jika badan sedang sakit dan tidak kuat, perlu kita lihat apakah hal ini akan menuju kebaikan atau justru memberikan banyak masalah dalam kehidupannya sehari-hari.

Tahapan berpuasa
Jika baru belajar berpuasa, tentu harus kita tentukan tahapan-tahapannya. Antusiasme yang berlebih juga harus diwaspadai. Mulailah dari yang kecil, misalnya puasa tengah hari seminggu sekali. Setelah kuat, sehari seminggu. Setelah itu meningkat lagi, dua hari seminggu, misalnya Senin Kamis, dan seterusnya.

Anda mau mencoba? Selidiki dulu motivasi anda.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here