Ingin Tahu dan Belajar dari Orang Papua, Saya Merayakan Trihari Suci di Wamena (1)

0
597 views
Pesawat yang membawa saya menuju Wawena di Papua. (Romo Ferry Sutrisna Widjaja Pr)

SALAM 3 April dari Wamena.

Saya berangkat dari Jakarta tanggal 2 April pukul 15.30 WIB dan tiba di Wamena, Papua, esok harinya tanggal 3 April pukul 11.50 WIT. Sesudah penerbangan melakukan transit di Denpasar, Makassar, Timika, dan Jayapura.

Dari Jayapura saya terbang bersama Romo Paul Tan Pr, mam diosesan Keuskupan Manokwari-Sorong yang sekarang menjadi Ketua Sekolah Tinggi Pastoral Kateketik di Jayapura.

Bandar Udara Wamena yang semakin representatif sebagai bandara. (Romo Ferry Sutrisna Widjaja Pr)
Romo Korneles Basa Kopon Pr, Pastor Deken Pegunungan Tengah di Wamena, Papua. (Romo Ferry Sutrisna Widjaja Pr)

Dekenat Pegunungan Tengah Wamena, Papua

Di Wamena kami dijemput Romo Korneles Basa Kopon Pr, Pastor Deken Pegunungan Tengah di Wamena yang meliputi sembilan paroki.

Romo Korneles ini berasal dari Pulau Adonara di Flores Timur. Ia memilih menjadi imam diosesan Keuskupan Jayapura.

Saya berjumpa beberapa imam lain yang akan melayani Pekan Suci di berbagai paroki dan stasi di Dekanat Wamena.

Penulis bersama Romo Paul Tan Pr dari Keuskupan Manokwari-Sorong yang sekarang menjadi Ketua Sekolah Tinggi Pastoral di Jayapura.

Biara St. Fransiskus Wamena milik Kongregasi Suster FSGM

Malam pertama kami menginap di Biara St, Fransiskus di Wamena, biaranya para suster Kongrehasi FSGM. Ada Sr Bonita FSGM, Sr. Lidia FSGM, Sr. Kristina FSGM, Sr. Silviana FSGM, dan Sr. Anna FSGM.

Di wilayah Papua, para suster FSGM juga ada di Yiwika Wamena, Jayapura, dan Agats.

Kongregasi Suster-Suster Fransiskan Santo Georgius Martir (FSGM) didirikan tahun 1869 oleh Muder Maria Anselma Bopp bersama Romo Gerhard Dall – waktu itu imam parokial di Thuine, Keuskupan Osnabruck, Jerman.

Biara Santo Fransiskus Wamena milik Kongregasi Suster FSGM. (Romo Ferry Sutrisna Widjaja Pr)

Mereka menghormati Hati Kudus dan mengikuti teladan St. Fransiskus Assisi untuk kehidupan religius yang diwarnai cinta akan kemiskinan, gembira dalam berkarya, dan setia dalam doa.

Hidup miskin berarti sederhana dan bersahaja dalam sikap, kata-kata, pakaian, dan segalanya.

Buku bertitel “Kebudayaan Suku Hubula Lembah Balim Papua” karya Pastor Frans Lieshout OFM yang sejak tahun 1964 mulai menjadi misionaris di Lembah Balim, Papua. (Romo Ferry Sutrisna Widjaja Pr(

Buku “Kebudayaan Suku Hubula Lembah Balim”

Hari ini, saya membaca buku Kebudayaan Suku Hubula Lembah Balim Papua yang ditulis Pastor Frans Lieshout OFM. Ia sejak tahun 1964 menjadi misionaris di Lembah Balim. Juga selama puluhan tahun mempelajari bahasa dan kebudayaan Suku Hubula yang suku asli Lembah Balim.

Suku Hubula menghormati Pencipta sebagai misteri, mementingkan kebersamaan, bekerja keras, mandiri, hidup harmonis dengan alam, tidak mau mengemis, mempertahankan pilar kehidupan sosial yang kuat, jujur, berani mengakui kesalahan, dan pemimpinnya berpihak pada kepentingan masyarakat.

Makan bersama Bakar Batu

Salah satu bagian yang menarik adalah adat makan bersama bakar batu.

Sesudah makanan yang dimasak bersama dibagikan kepada semua, barulah mereka makan bersama dalam keheningan. Adat ini terganggu, ketika ada banyak sambutan yang membuat makanan terburu dingin.

Keheningan bersama saat makan terganggu oleh bunyi musik yang diputar keras.

Yang juga menarik adalah keberanian dan kejujuran orang Hubula dalam upacara rekonsiliasi bersama di mana setiap orang berani mengakui kesalahan dan dosanya dengan jujur dan terbuka secara publik.

Kantor Gubernur Papua Pegunungan. (Romo Ferry Sutrisna Widjaja Pr)

Hawa dingin tanpa nyamuk

Wamena cuaca dan airnya dingin. Tidak ada nyamuk. Kota Wamena kalau siang panas dan baru saja jadi ibukota propinsi baru yaitu Propinsi Papua Pegunungan.

Saya masih bertanya tanya apa yang menggerakkan hati saya untuk pergi sampai ke Wamena di Papua, saya juga belum tahu saya akan belajar apa dari Wamena.

Semoga APUK yaitu nama Sang Pencipta yang misterinya sangat dijaga dengan rasa hormat yang tinggi dan dalam akan mengajarkan makna kehidupan sejati.

Saya ke Papua ingin belajar untuk lebih memahami kehidupan orang Papua.dan dengan itu sekaligus meneropong kehidupan dan panggilan saya.

Salam hangat dari Wamena, 3 April 2023.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here