Injil Hari Minggu Tubuh Darah Kristus 2 Juni 2024: Dalam Kesatuan Batin

0
315 views
Ilustrasi (misa)

Mrk 14:12-16, 22-26.

PERISTIWA yang dikisahkan dalam Injil bagi Hari Raya Tubuh dan Darah kali ini adalah perjamuan malam Yesus bersama para murid-Nya, Ini dikaitkan Markus dengan Perjamuan Paskah Yahudi (Mrk14:12-16, 22-26). Begitu pula dalam Injil Matius dan Lukas (Mat 26:2. 17-19; Luk 22:7-14) yang memang ditulis atas dasar bahan Markus.

Bagi Yohanes, peristiwa itu bukan Perjamuan Paskah, melainkan perjamuan perpisahan Yesus dengan murid-murid-Nya. Pada Hari Paskah Yahudi sendiri, menurut Yohanes, Yesus sudah meninggal (bdk. Yoh 18:28; 19:14) dan justru wafat-Nya diartikannya sebagai korban Domba Paskah.

Kapan terjadi?
Di kalangan Yahudi zaman itu, hari dihitung mulai dari terbenamnya matahari hingga magrib berikutnya. Jadi, satu hari terdiri dari sore dan malam hari serta siang hari berikutnya. Menjelang Paskah Yahudi, masih pada hari keenam (Jumat) domba kurban disembelih. Tetapi baru dipersembahkan dalam upacara pada sore harinya yang sudah terhitung hari berikutnya, yakni malam Paskah Yahudi.

Injil Yohanes mengartikan wafat Yesus di kayu salib sebagai penyembelihan domba yang terjadi pada hari Jumat. Sedangkan sore harinya, yakni malam Paskah orang Yahudi, Yesus dikuburkan dan tinggal di sana sampai bangkit pada hari pertama minggu berikutnya.

Ilustrasi: Perayaan Vigili Paskah di Stasi St. Faustina Asam Merah.

Injil-Injil Sinoptik (yakni Markus, Matius, dan Lukas) menampilkan penyaliban Yesus setelah Paskah Yahudi yang dirayakan Yesus bersama para murid-Nya.

Baik Injil Sinoptik maupun Injil Yohanes sama-sama menampilkan Yesus sebagai kurban Paskah. Tetapi kapan peristiwa ini terjadi, dan dalam bentuk mana, ada perbedaan.

Injil Yohanes memakai cara penggambaran yang “menghentikan” perjalanan waktu sejak awalnya; seolah-olah semuanya kembali ke keadaan sebelum penciptaan. Bagi Yohanes, Paskah Yahudi disertai kegelapan dalam kubur, dalam kematian.

Ini keadaan sebelum Sang Pencipta menyabdakan terang. Paskah Yahudi tampil sebagai yang tak berbentuk, keadaan kalang kabut (bdk. Kej 1:2). Perlu ada pengaturan dan terang. Dan Yang Maha Kuasa sendirilah yang memberikannya. Yakni, Paskah yang baru yaitu kebangkitan Yesus.

Ilustrasi: Semoga Hening Diammu Jadi doa, Senandung Amazing Grace-mu Jadi Kidung Paskah-Nya. (Romo Mudji Sutrisno SJ)

Dia itu terang yang disabdakan bagi jagat. Dan terang itu kini berada bersama Yang Maha Kuasa yang disebutnya Bapa. Dari sana, Ia akan mengirim Roh-Nya kepada para murid-Nya. Ini juga telah diutarakan-Nya dalam pesan-pesan terakhir-Nya pada perjamuan malam sebelum Ia ditangkap.

Injil Sinoptik memakai cara penggambaran yang mengarah ke depan dan mengantisipasi peristiwa wafat Yesus di salib dengan Perjamuan Paskah. Di sini Yesus menegaskan pemberian diri-Nya –Tubuh dan Darah-Nya– sebagai jaminan Perjanjian Keselamatan yang baru. Barangsiapa bersatu dengannya akan terikut di dalam keselamatan. Roti yang disambut dan anggur yang diminum menandai kesatuan dengan Tubuh dan Darah Yesus – dengan diri-Nya sepenuh-penuhnya.

Injil Sinoptik juga memakai Perjamuan Paskah, yakni peringatan pembebasan umat Perjanjian Lama dari perbudakan di Mesir, untuk mengartikan kurban diri Yesus di salib nanti. Dia itu kurban yang membebaskan kemanusiaan dari perbudakan dosa. Dengan demikian, Injil Sinoptik juga menampilkan perjamuan bersama para murid tadi sebagai perayaan penebusan.

Bersama orang banyak
Meskipun agak rumit, uraian di atas menunjukkan betapa kayanya pemahaman para murid tentang Yesus Sang Mesias yang telah mereka ikuti dari tempat ke tempat dan kini tetap menyertai mereka, walaupun dengan cara yang berbeda. Dan perjamuan “berakah” yang menjadi ibadat mereka sebagai orang Yahudi menjadi perayaan bersama untuk semakin menyadari kenyataan batin ini.

Seperti halnya perjamuan “berakah” untuk memperingati dan menghadirkan kembali peristiwa keluaran dari Mesir, perjamuan ekaristi dijalankan untuk mengenang kembali kebersamaan batin dengan Yesus yang mengurbankan diri bagi keselamatan orang banyak. Patut dicatat, gagasan “eukharistia” (ekaristi) ialah padanan dalam bahasa Yunani bagi “berakah” Ibrani.

Dengan latar pemahaman di atas marilah kita petik warta Injil hari ini.

Ilustrasi: Perjamuan Malam Terakhir by Jean Baptiste de Champaigne.

Bayangan kita mengenai Perjamuan Terakhir boleh jadi amat dipengaruhi lukisan gaya Leonardo da Vinci: di sebuah ruang khusus, Yesus memimpin perjamuan yang dihadiri hanya oleh murid-murid paling dekat. Dan kita akan mengamati siapa-siapa dan bagaimana sikap mereka dan bagaimana sikap Yesus.

Penyampaian dari sisi seni ini memang mengungkapkan kekhususan kesempatan itu. Saat itulah lahir kelompok kecil yang akan menjadi komunitas penerus karya dan kehadiran Yesus di dunia ini. Mereka akan berbagi ingatan akan siapa Yesus yang mereka kenal dari dekat, yang mereka kagumi, yang mereka ikuti.

Walaupun demikian, pemahaman ini tidak amat cocok dengan yang kiranya terjadi dulu. Ruang tempat Yesus dan murid-murid-Nya makan pasti dipenuhi orang-orang lain juga. Yesus ialah tokoh yang telah menggemparkan seluruh wilayah utara –Galilea– dan tempat-tempat di sepanjang perjalanannya ke Yerusalem.

Ia disambut dengan sorak-sorai ketika memasuki kota itu, bagaikan seorang raja. Yerusalem waktu itu juga ramai banyak didatangi para peziarah yang akan beribadat tahunan di kota suci itu. Ia bahkan disangka akan menggerakkan masa membangun kerajaan baru. Itulah yang dituduhkan oleh para pemimpin Yahudi sendiri di hadapan penguasa Romawi.

Pemilihan tempat perjamuan juga dikisahkan dalam Mrk 14:12-16 dengan cara yang unik. Seakan-akan semuanya sudah diatur. Dua orang murid disuruh-Nya memasuki kota dan di sana mereka akan berjumpa dengan seorang laki-laki yang membawa kendi air. Mereka disuruh mengikuti-Nya. Dan orang itu akan menunjukkan ruang besar yang sudah diperlengkapi dan siap pakai.

Pembaca zaman dulu tahu bahwa seorang lelaki yang membawa kendi air bukan pemandangan yang biasa; bahkan aneh. Biasanya air dibawa dengan kerbat dari kulit. Ini cara Markus menarik perhatian pembacanya. Juga untuk menunjukkan bahwa tempat perjamuan yang direncanakan ini mudah diketahui orang, bukan hal yang diam-diam dipilih bagi kelompok sendiri.

Siapa saja akan bisa melihat orang yang membawa kendi air –sebuah pemandangan yang mencolok– dan mengetahui tempat yang ditunjukkan orang itu kepada kedua murid tadi.

Ilustrasi: Roti dan Anggur. (Ist)

Roti dan anggur
Yesus sudah jadi tokoh tenar waktu itu. Ke mana saja pergi, Ia selalu diiringi orang banyak. Juga tempat Ia berjamu dengan para murid-Nya pasti didatangi orang-orang pula. Mereka ingin melihat tokoh ini bersama kelompok murid yang kondang itu. Boleh kita hubung-hubungkan keadaan ini dengan peristiwa Yesus memberi makan banyak orang yang diceritakan sampai enam kali dalam Injil-injil.

Ia berbagi rezeki yang diperoleh dari Bapa-Nya dengan mereka yang mengikuti-Nya dan menaruh kepercayaan serta harapan kepada-Nya. Ia berusaha memurnikan harapan serta angan-angan mereka. Ia datang bukan sebagai Mesias yang akan membangun kembali kejayaan dulu atau menumbangkan lembaga penindas.

Ia datang untuk memperkenalkan Allah yang bisa didekati. Juga kali ini, di Yerusalem, di kota-Nya yang suci itu, Yesus memperkenalkan-Nya sebagai Allah yang bisa dijangkau orang banyak. Bukan lewat kurban dan upacara, tetapi lewat Diri Yesus, lewat Dia yang berani dengan tulus memanggil-Nya sebagai “Bapa”.

Tentu peristiwa ini mengagetkan. Dan ini terjadi bukan di Bait Allah, melainkan di sebuah ruang tempat ia mengadakan perjamuan dengan para muridnya.

Pada kesempatan itulah Yesus membuat roti dan anggur perjamuan menjadi tanda pemberian Diri seutuhnya kepada mereka yang ikut makan dan minum. Kata-kata “Inilah tubuh-Ku” (Mrk 14:22) dan “Inilah darah-Ku” (24) menjadi ajakan bagi mereka yang ikut serta dalam perjamuan itu untuk menyadari bahwa sebenarnya mereka bersatu dengan dia yang kini menjadi tanda keselamatan bagi orang banyak.

Injil merumuskannya sebagai Darah Perjanjian, yakni yang dulu secara ritual diadakan dalam upacara kurban sembelihan untuk meresmikan Perjanjian.

Bagaimana kita memahami perayaan yang dikisahkan Injil itu bagi orang sekarang?

Yang terjadi pada kesempatan itu erat hubungannya dengan inti perayaan ekaristi seperti kita kenal kini. Dalam peristiwa itu kumpulan orang di sekitar Yesus menyadari adanya dua kenyataan.

Pertama, kurban Yesus, dan yang kedua ialah kemungkinan berbagi kehidupan dengannya. Kepercayaan inilah yang kemudian berkembang dalam ujud perayaan ibadat ekaristi mengenang kurban tadi.

Dan ingatan ini diteruskan turun temurun hingga zaman ini. Tak ada satu hari pun lewat tanpa kenangan tadi.

Dalam hal inilah peristiwa Perjamuan Terakhir tadi masih terus berlangsung. Juga kesatuan dengan Dia yang mengurbankan Diri demi orang banyak menjadi semakin nyata.

Salam hangat,
A. Gianto

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here