Yoh 18:1–19:42
SATU pokok dalam Kisah Sengsara yang dibacakan pada Jumat Agung ini (Yoh 18:1–19:42) dapat direnungkan lebih lanjut, yakni kata-kata terakhir Yesus di salib: “Sudah selesai.” (Yoh 19:30) yang dalam bahasa Yunani-nya adalah “tetelestai“.
Dalam kaitan ini, baik pula kita mengingat catatan Yohanes mengenai bagaimana Yesus mengasihi “sampai pada kesudahannya” (Yoh 13:1) yang dalam bahasa Yunaninya adalah “eis telos“.
“Sudah selesai” (Yoh 19:30)
Terpikirkan kata-kata Yesus, “Sudah selesai.” (Yoh 19:30).
Seorang rekan pernah memahaminya sebagai ungkapan rasa lega: penderitaan sudah berlalu, karya keselamatan telah rampung. Pemahaman itu baik, tetapi terasa kurang pas. Seakan-akan segalanya sudah usai, layaknya tontonan yang berakhir: layar turun, bubar jalan.
Padahal, dalam teks aslinya digunakan kata Yunani “tetelestai” yang berasal dari akar kata “telos” – yakni tujuan akhir yang merangkum seluruh perjalanan dari awal hingga akhir, memberi makna menyeluruh pada semua yang telah dijalani.
Rasa-rasanya, Yesus hendak mengatakan bahwa kini seluruh perjalanannya telah terlaksana secara utuh. Orang Jakarta mungkin akan bilang, “sudah kecapai” sementara di Jawa disebut, “wis klakon.”
Ungkapan Latin “consummatum est” sangat tepat menggambarkan ini. Kata “consummatum” berasal dari “consummare” (con+summa), yang berarti “merangkum semua hingga utuh.”
Bukan dari kata “consumer” (dengan satu “m”) yang berarti “menghabiskan” makanan, waktu, uang; yang berkaitan dengan konsumsi.

Terjemahan “Sudah selesai” kurang pas tepat
Terjemahan Indonesia “Sudah selesai” kurang tepat, karena terdengar seolah tak ada lagi yang berarti. Mungkin akan lebih mengena jika diterjemahkan sebagai “Sudah terlaksana” atau “Sudah terpenuhi”.
Yang dimaksud Yesus tentunya adalah bahwa perjalanan-Nya dalam menjalankan pengutusan untuk menyelamatkan umat manusia kini telah tuntas – telah terpenuhi di kayu salib, melalui penderitaan dan wafat-Nya.
Dan dalam terang iman, kita percaya bahwa inilah jalan menuju kebangkitan – meskipun itu baru akan dipandang kemudian. Untuk saat ini, marilah kita resapi dahulu betapa dalam dan utuhnya karya penebusan yang telah digenapi di kayu salib.
“Mengasihi sampai pada kesudahannya” (Yoh 13:1)
Pada awal kisah Perjamuan Malam Terakhir menurut Injil Yohanes, disebutkan bahwa Yesus mengasihi murid-murid-Nya yang ada di dunia ini, dan Ia mengasihi mereka “sampai pada kesudahannya” (Yoh 13:1).
Dalam bahasa Yunani tertulis eis telos – yakni kasih yang dijalani sampai tuntas, sampai pada tujuannya, sampai terlaksana secara utuh. Tidakkah ini merupakan semacam pendahuluan atau bayangan dari kata-kata Yesus di salib, “tetelestai” yang berarti “sudah terlaksana”?
Tentunya begitu. Kedua ayat ini saling menjelaskan.
Yesus mengasihi para murid-Nya dengan kasih yang tak setengah-setengah – kasih yang dijalani hingga mencapai penggenapan dalam sengsara dan wafat-Nya.
Dan dengan demikian, wafat-Nya di salib bukan hanya akhir dari hidup, tetapi puncak dari kasih yang menyelamatkan. Kasih yang menjangkau manusia yang masih ada di dunia—yang masih bergumul dalam kegelapan dan kekuatan jahat.
Ia tidak meninggalkan kita. Ia tetap mengawani, menuntun kita melintasi lorong-lorong hidup yang paling kelam.
Kita boleh yakin: kita tidak akan ditinggalkan oleh Dia yang diutus oleh Bapa untuk membawa kita kembali kepada-Nya – ke sumber kehidupan; ke sumber terang.
Salam,
A. Gianto