REKAN-rekan yang baik,
Injil Minggu Adven II ini – Mrk 1:1-8 – hampir seluruhnya membicarakan Yohanes Pembaptis. Dia ini tokoh yang sudah sejak lama dinubuatkan sebagai utusan yang mempersiapkan jalan bagi Tuhan. Seluruh daerah Yudea dan semua penduduk Yerusalem mendatanginya di padang gurun minta dibaptis olehnya sebagai tanda bertobat demi pengampunan dosa. Ia juga tampil di mata orang sebagai seorang nabi.
Semua uraian mengenai Yohanes Pembaptis kiranya dimaksud untuk semakin menyoroti siapa yang akan datang nanti, yakni Yesus. Dia ini tokoh yang jauh lebih besar yang diumumkan oleh Yohanes sendiri. Marilah kita lihat cara Markus mengutarakan hal ini. Di bawah ditambahkan pula ulasan mengenai bacaan kedua yakni 2Ptr 3:8-14.
Injil “dari” dan “tentang” Yesus Kristus
Dalam Mrk 1:1, kata “Injil” sebenarnya dipakai dengan makna ganda. Makna biasa kata itu ialah berita yang melegakan, berita yang menggembirakan, kebalikan dari berita yang membuat orang sedih, tegang dan kusut pikirannya.
Markus kiranya bermaksud menunjukkan bagaimana Yesus membuat pikiran dan hati banyak orang serasa “plong”, lepas dari ganjalan-ganjalan. Akan diceritakannya bagaimana Yesus ini menyembuhkan orang sakit, mengusir kekuatan jahat, mengajar siapa Allah itu, memilih murid, dan oleh karena semua itu diikuti banyak orang.
Itulah cara Markus memperkenalkan Yesus. Tindakan serta ajarannya menjawab pertanyaan-pertanyaan serta keinginan dasar yang ada dalam diri orang pada waktu itu tapi juga pada zaman dan tempat lain.
Namun kata “Injil” bagi para pengikut Yesus pada zaman Markus menulis juga sudah mulai dipakai juga dalam arti “kabar baik” mengenai diri Yesus. Diberitakan di kalangan para pengikut Yesus bahwa ia yang tadinya disalibkan, wafat, dan dimakamkan itu kini sudah bangkit dari kematian dan kini hidup dan akan datang lagi dalam kemuliaannya pada akhir zaman.
Kabar baik inilah yang membuat para murid pertama dapat terus menghidupi kepercayaan mereka dan mewartakannya kepada banyak orang lain yang mau bergabung dengan mereka. Jadi kalimat pertama Injil Markus itu menunjuk pada dua hal sekaligus, yakni bagaimana asal mulanya “berita yang melegakan” yang dibawakan Yesus serta “berita yang menggembirakan” mengenai dirinya.
Pembaca diajak mendalami kedua-duanya.
Yesus ditampilkan dengan gelar Kristus dan Anak Allah.
Yang pertama berarti Yang Diurapi, yakni Mesias, tokoh yang resmi diangkat Yang Maha Kuasa sendiri untuk mengerjakan urusan-Nya di dunia ini. Orang Yahudi pada masa itu amat mengharapkan datangnya tokoh ini. Ia juga disebut sebagai yang amat dekat dan akrab dengan keilahian sendiri, dalam bahasa Kitab Suci, “Anak Allah”.
Maksudnya, ia mengerti yang dikehendaki oleh Allah dan patuh menjalankannya. Kini tokoh ini membawakan kabar yang melegakan orang banyak. Berita mengenai kedatangan tokoh ini sendiri juga menjadi kabar yang membuat lega orang pula. Jadi yang disampaikan dalam kalimat pertama Injil Markus itu ialah Berita Baik mengenai dia (Injil dalam kedua makna tadi) yang resmi mendapat tugas membawa kembali kemanusiaan kepada Yang Ilahi (Kristus) sebagai orang yang amat dekat dengan Yang Ilahi sendiri (Anak Allah).”
Tentu saja orang akan bertanya-tanya bagaimana Yesus bisa sehebat itu. Ayat-ayat berikutnya, yakni ay. 2-8, memberi penjelasan dengan menampilkan seorang tokoh lain yang waktu itu sudah amat dikenal, yakni Yohanes Pembaptis.
Mempersiapkan jalan
Yohanes Pembaptis bukan sembarang tokoh.
Pertama-tama, dalam ingatan orang zaman itu, dia ialah tokoh suci yang mempesona orang banyak. Mereka datang meminta nasihat, mencari kejernihan batin di tempat ia tinggal, yakni di padang gurun. Mereka datang kepadanya minta dibaptis (ay. 4-5) dan dengan tindakan itu orang mengungkapkan diri bertobat dan siap mendapat pengampunan dosa.
Kedua, dalam bayangan orang pada masa itu, Yohanes juga tampil seperti seorang nabi (ay. 6). Dan ketiga dan yang terutama, Yohanes itu diutus oleh Tuhan sendiri untuk “mendahului” serta “mempersiapkan jalan” (ay. 2b; hasil paduan Kel 23:20 dan Mal 3:1). Seolah-olah belum cukup, maka menyusul kutipan dari Yes 40:3 yang mempertegas siapa utusan ini. Dia adalah orang yang berseru-seru di padang gurun meminta agar yang mendengar mempersiapkan jalan bagi Tuhan dan meluruskannya bagi-Nya. Apa yang dimaksud akan dikupas lebih lanjut di bawah.
Tokoh yang sedemikian mengesan ini ternyata malah memberitakan kedatangan orang yang lebih berkuasa (ay. 7). Tentu orang-orang bertanya-tanya siapa itu. Pembaca dulu pun sudah tahu, yang dimaksud ialah Yesus sendiri. Tetapi dalam kisah ini orang-orang yang mendengarkan kata-kata itu belum menggagas siapa yang sedang dibicarakan sang Pembaptis.
Rasa ingin tahu orang banyak makin besar. Ia menambahkan bahwa membungkuk untuk melepaskan tali sandal orang yang sedang diwartakannya itu saja ia merasa dirinya kurang pantas (ay. 8). Siapa gerangan tokoh yang lebih besar daripadanya?
Ungkapan membungkuk melepaskan tali sepatu tidak hanya berarti penghormatan kepada orang yang dihadapi. Ada pula arti yuridisnya.
Marilah kita tengok Rut 4:7 yang menjelaskan kebiasaan di masa lampau: “Beginilah kebiasaan dahulu di Israel dalam hal menebus dan menukar: setiap kali orang hendak menguatkan sebuah perkara, maka yang seorang menanggalkan kasutnya sebelah dan memberikannya kepada yang lain. Demikianlah caranya orang mengesahkan perkara di Israel.”
Di dalam kitab Rut, tanah milik keluarga Naomi dan menantunya, Rut hanya bisa dijual kepada sanak dekat yang menurut hukum adat berhak membelinya. Namun orang ini resmi melepaskan haknya sehingga Boas bebas membeli tanah janda dan menantu itu dan mengurus mereka. Sanak dekat tadi melepas kasutnya (Rut 4:8) sebagai tanda pelepasan haknya. Kembali ke kata-kata Yohanes.
Dengan latar belakang kebiasaan tadi, maka kata-katanya bukan sekedar basa-basi melainkan pengakuan bahwa dirinya tidak layak menindakkan hal yang membuat Yesus melepaskan haknya. Apa yang dimaksud dengan hak Yesus? Tak lain tak bukan ialah membawakan baptisan dalam Roh Kudus dan mendekatkan kembali keilahian kepada manusia.
Yohanes Pembaptis hendak mengatakan dalam bahwa yang dijalankannya ialah membaptis dengan air – itulah yang bisa dilakukannya untuk menyadarkan orang banyak. Namun untuk sungguh membawakan yang di atas sana kepada manusia?
Ah itu hak dia yang lebih berkuasa yang bakal datang, yang akan membaptis dengan Roh Kudus. Orang banyak yang mendengar pernyataan itu dengan segera akan semakin bertanya-tanya siapakah dia yang dibicarakan ini? Perhatian pembaca Injil akan beralih dari Yohanes Pembaptis kepada dia yang diwartakannya.
Suara di padang gurun
Kutipan dari Yes 40:3 dalam Mrk 1:3 menjadi makin besar artinya bila ikut disimak konteksnya dalam tulisan Yesaya sendiri, yaitu Yes 40:1-2 yang ikut diperdengarkan dalam bacaan pertama hari ini: “Hiburkanlah, hiburkanlah umat-Ku, demikian firman Allah-mu….”
Begitulah sang nabi menyampaikan perintah yang difirmankan Allah kepada kekuatan-kekuatan surgawi menghibur umat Israel yang waktu itu berada dalam pembuangan di Babilonia. Umat tak perlu berkecil hati, yang terburuk sudah lewat. Yang perlu kini ialah melihat ke depan, kembali pulang ke negeri sendiri, melewati padang gurun. Seperti ketika Allah menuntun nenek moyang mereka keluar dari Mesir lewat padang gurun dulu, kini Allah yang sama akan memimpin umat-Nya kembali.
Dalam Yes 40:3 sang nabi menyebut diri sebagai suara yang berseru-seru menyampaikan kepada kekuatan-kekuatan tadi agar mereka juga mempersiapkan jalan, meluruskan lorong-lorongnya, meratakannya bagi perjalanan-Nya bersama umat. Itulah gagasan dasar dalam bacaan pertama sebagaimana ada dalam Kitab Yesaya.
Bagi Markus, suara yang berseru-seru itu ialah Yohanes Pembaptis. Dengan demikian Yohanes ditampilkan Markus sebagai nabi yang mengenali suara ilahi dan kehendak-Nya dan berani menyerukannya kepada balatentara surgawi tadi. Orang-orang berdatangan kepadanya di padang gurun mencari petunjuknya. Yohanes berseru, sekali lagi dalam pemikiran Markus, kepada kekuatan-kekuatan surgawi untuk menyiapkan jalan bagi mereka ini agar nanti dapat kembali lewat jalan yang lebar, lurus, rata bersama dengan dia yang kini akan menuntun mereka kembali….yaitu yang diumumkan kedatangannya. Dia yang jauh lebih besar.
Markus memperkenalkan Yesus lewat tokoh yang dalam anggapan umum dapat mengenali gerak gerik ilahi dan tetap membiarkannya bertindak menurut kehendak-Nya. Dia itulah Yohanes Pembaptis.
Kisah ini kisah bagi hidup batin, bukan cerita tentang seorang yang membaptis di padang gurun. Bila ditangkap dalam arti itu maka kesaksiannya membantu orang pada zaman lain. Yohanes Pembaptis ada dalam diri tiap orang yang dengan tulus menantikan Yang Ilahi datang membimbing hidup orang beriman.
DARI SURAT PETRUS (2Ptr 3:8-14)
Salah satu hal yang paling menarik dalam Perjanjian Baru ialah rujukan ke tulisan lain yang ada dalam kumpulan ini. Namun rujukan seperti itu walau jelas bagi penerima dulu sering susah dilacak oleh pembaca zaman ini.
Begitu pula dalam 2 Ptr 3:15 Petrus merujuk kepada surat Paulus bagi kalangan umat yang sama. Tapi surat Paulus yang mana tidak bisa dipastikan. Yang bisa diketahui ialah kesulitan memahami Paulus sehingga ada orang yang menyalahtafsirkannya karena kebebalan atau karena iman yang kurang teguh dan terperosok sendiri.
Paulus memang mengajarkan kemerdekaan iman ialah terbebas dari “hukum” lama sehingga dapat menjadi pewaris surga karena memang orang telah ditebus oleh Yesus Kristus. Inilah salah satu dari bagian inti pewartaan Paulus. Namun di kalangan tertentu boleh jadi disalah mengerti sebagai ajaran untuk berbebas merdeka dari semua aturan agama yang turun temurun dijalani. Ini malah menimbulkan perpecahan di kalangan umat.
Ada yang beranggapan bahwa hukum-hukum lama tetap berlaku untuk menjamin hidup abadi, ada yang mengatakan bongkar semua karena sekarang pokoknya cintakasih. Ada yang menumbuhkan gaya hidup menurut roh dan mau meyakinkan orang lain bahwa inilah yang terpenting. Begitu seterusnya
Dalam kaitan inilah surat Petrus kali ini mengajak umat agar tetap berupaya menjaga diri agar nanti pada akhir zaman dapat tampil di hadapan Tuhan dengan “tak bercacat, tanpa noda”. Inilah yang membuat orang cocok untuk hidup di tempat-Nya. Tak usah hitung menghitung kapan akhir zaman itu datang, karena Tuhan tak bisa dibatasi dengan perhitungan manusia.
Justru karena belum jelas akhir zaman segera tiba, maka masa ini sebaiknya disadari sebagai kesempatan menikmati kesabaran-Nya yang memungkinkan orang dapat bersiap-siap akan menerima kedatangan-Nya nanti, sekali lagi dengan “tanpa cacat dan tanpa noda”.
Inilah bahasa upacara persembahan kepada-Nya. Umat diajak agar melihat diri sebagai persembahan yang layak, tak bercacat, artinya utuh, dan tanpa noda, artinya bersih sehingga cocok baginya. Persembahan yang tidak demikian malah bakal menyinggung dan tidak terterima.
Dikenakan pada zaman kini. Bacaan kedua kali ini dapat membantu umat untuk melihat ke mana arah yang sesungguhnya yang sebaiknya dituju. Membawa diri sehingga semakin layak mendekat ke kehadiran ilahi sendiri. Sebuah ajakan untuk membuat wajah manusia semakin sesuai dengan kebesarannya. Sekaligus ajakan agar peka akan apa-apa yang menjadi “cacat” dan “noda” kemanusiaan: kemelaratan, ketakadilan, perbedaan yang tak kurang memberi keleluasaan untuk berkembang, serta mekanisme yang melanggengkan ketimpangan termasuk sikap-sikap beragama yang mengurung diri dalam kesalehan semu atau kutub lainnya, aktivisme lapangan yang makin lama makin menciutkan ruang batin. Masa Adven dapat menjadi masa meninjau mana arah-arah yang mesti diluruskan, mana jalan-jalan yang bisa dirintis untuk membuat kemanusiaan makin layak.
Salam hangat,
- Gianto