Injil Minggu XIII/B 30 Juni 2024 – Dahsyatnya Berharap

0
218 views
Ilustrasi - Yesus menyembuhkan anak Yairus. (Ist)
  • Mrk 5:21-24, 35-43

Rekan-rekan,

Kali ini ada kisah mukjizat yang unik susunannya. Kisah mengharukan mengenai kesembuhan seorang perempuan dari sakit pendarahan (Mrk 5:25-34) terbingkai di dalam kisah Yesus menghidupkan kembali anak perempuan Yairus (Mrk 5:21-24, 35-43).

Kedua peristiwa itu terjalin satu sama lain lewat harapan yang kuat dan penuh kepercayaan dari orang-orang yang mendekat kepada Yesus, baik Yairus maupun perempuan tadi. Kekuatan penyembuh dalam diri Yesus tidak bisa tinggal diam di hadapan harapan yang sebesar itu dan kepercayaan yang selugu itu.

Menghidupkan harapan

Ketika Yesus kembali dari seberang danau dengan perahu, orang banyak datang berbondong-bondong mengerumuninya. Mereka ingin mendengarkan pengajarannya.

Seperti biasa, orang-orang itu juga memintanya menyembuhkan orang sakit. Seorang di antara mereka bernama Yairus, kepala rumah ibadat. Orang yang berkedudukan tinggi dan terpandang ini datang ke hadapan Yesus dan bersujud.

Ini tindakan penghormatan yang luar biasa, apalagi bila dilakukan oleh seorang kepala rumah ibadat. Dimintanya dengan sangat agar Yesus datang menumpangkan tangan pada anak perempuannya yang sedang sakit, katanya, “agar selamat” dan “tetap hidup”.

Harapan, Keyakinan dan Keberanian yang Menguatkan

Permintaan ini mengungkapkan harapan yang amat besar pada Yesus. Boleh diduga, sudah macam-macam upaya dijalankannya tetapi tanpa hasil. Kini ia amat khawatir anak perempuannya itu tidak bakal sembuh.

Tidak diceritakan apa jawaban Yesus. Hanya disebutkan bahwa ia pergi bersama Yairus diikuti orang banyak yang berdesak-desakan. Markus kiranya hendak mengungkapkan betapa besarnya harapan Yairus dan rasa ingin tahu orang banyak itu.

Apa yang bakal dilakukan Yesus? Dapatkah ia menyembuhkan seperti biasa? Sampai saat ini memang belum ditampilkan perkataan Yesus sendir

Di antara kerumunan itu ada seorang perempuan yang menderita penyakit pendarahan. Semacam haid yang berkepanjangan dan tak teratur. Ada hal penting yang jelas bagi pembaca waktu itu walaupun tidak dituliskan dalam kisah ini.

Menurut hukum agama Yahudi, perempuan yang sedang dalam masa haid dianggap menajiskan tempat yang dipakainya berbaring atau tikar tempat duduknya. Juga siapa saja, lelaki atau perempuan, yang bersentuhan dengan barang-barang tadi akan ikut najis. Mereka harus menjalankan upacara pembersihan diri.

Lihat peraturan yang terperinci dalam Im 15:25-30. Jadi perempuan itu harus disingkiri dan dijauhi. Dan karena keadaannya tidak membaik, ia tetap dianggap perlu menjauh dan dijauhi.

Boleh jadi, ia sendiri sengaja memisahkan diri. Hidupnya terkucil. Ia sudah menerima nasib. Putus asa. Tak ada tabib yang bisa menyembuhkannya dan uangnya sudah habis dipakai berobat.

Tapi kali ini ada sesuatu yang lain. Banyak telah didengarnya mengenai Yesus.

Hanya Markus-lah yang menuliskan hal ini, seakan-akan ia dapat menyelami batin perempuan itu. Dan kita diajak ikut merasakan yang dirasakan Markus.

Matius dan Lukas tidak merasa perlu memasuki batin perempuan itu. Perempuan tadi datang mendekat kepada Yesus, kendati ada orang banyak yang dalam keadaan biasa tentu menjauhi dan dijauhi perempuan itu.

Kabar tentang Yesus yang sampai ke telinganya ternyata menghidupkan kembali harapan yang sudah berangsur-angsur pudar dan mati. Perempuan itu menemukan keberanian mendekat ke tokoh tenar dan penyembuh hebat ini. Ia juga tidak membiarkan diri terhalang oleh rambu-rambu yang telah menyingkirkan dirinya.

Menyentuh jubah

Maka kata perempuan tadi dalam hati, “Asal kusentuh saja jubahnya, aku akan sembuh.” Dan terjadilah demikian.

Menarik diamati, dalam kisah ini, peristiwa menyentuh jubah itulah yang membuat Yesus mulai berbicara, “Siapa menyentuh jubahku?”

Pertanyaan aneh. Juga bagi orang zaman itu. Karena itulah murid-murid menyahut, lihat sendiri, kan ada banyak orang berdesak-desakan, kok bertanya siapa menyenggol jubah segala. Gimana sih Bapak Guru ini. Tetapi tidak aneh bagi Yesus – ia merasa ada kekuatan dari dirinya tertarik keluar.

Ilustrasi: Yesus menyembuhkan orang sakit, by Archdiocese of Washington.

Pakaian yang paling luar, jubah, memberi bentuk pada orang yang memakainya. Bagi orang zaman itu, pakaian membuat orang yang memakainya bisa dikenal secara khusus.

Motif seperti ini sering dijumpai: di sebuah gunung nanti pakaian Yesus jadi putih berkilauan, di bawah salib nanti pakaian luarnya diundi, di kubur nanti ada sosok yang berpakaian jubah putih – dan juga kisah penuh tanda tanya mengenai pemuda yang akan ikut ditangkap di Getsemani tapi berhasil meloloskan diri dengan melepaskan pakaiannya yang hanya sehelai itu.

Ia tidak lagi dikenali karena tak berpakaian lagi. Dalam peristiwa kali ini, perempuan yang sakit pendarahan tadi melihat Yesus yang sudah banyak didengarnya itu dengan mata kepala sendiri dan mengenali siapa dia: tumpuan harapan yang satu-satunya.

Dan sisi Yesus yang dikenalinya itulah yang disentuhnya. Dan ada kekuatan yang keluar daripadanya yang mengubah keadaannya.

Setelah mendengar reaksi Yesus, perempuan itu menjadi takut dan gemetar, lalu bersujud kepada Yesus. Ini pengakuan akan siapa Yesus itu. Tetapi apa yang dikatakan Yesus kepadanya?

Sapaannya penuh perhatian, “Nak, imanmu telah menyelamatkanmu. Bukan hanya kesembuhan dari pendarahan belaka diperoleh oleh perempuan itu. Berita tentang dia yang telah banyak didengar, itulah yang menyelamatkannya dari apatisme dan keputusasaan serta pengucilan diri dari masyarakat. Yesus masih menambahkan, “Pergilah dengan damai dan tetaplah sembuh dari penyakitmu.”

Harapan sembuh dari penyakit yang diidap 12 tahun itu menjadi kenyataan Dan bukan hanya itu, ia mendapat tambahan lebih besar lagi, bisa hidup damai dengan diri sendiri dan dengan orang lain, dan akan tetap begitu.

Inilah yang didapat oleh perempuan yang mengenali siapa Yesus itu dan berani mendekat kepadanya. Keluguan dan keberanian perempuan seperti itu masih bisa dijumpai kini juga dan perlu lebih diakui.

Tetaplah percaya
Pada saat itu datanglah beberapa orang dari keluarga Yairus dan mengatakan bahwa anak perempuannya sudah mati. Tak perlu lagi merepotkan sang Guru. Mereka tidak melihat siapa dia sesungguhnya.

Memang ia bisa menyembuhkan, tapi menghidupkan yang sudah mati? Mana bisa. Tak usah saling mempermalukan nanti. Begitulah jalan pikiran mereka.

Pembaca bagaimana?

Kisah penyembuhan perempuan berpendarahan tadi membuat pembaca tahu bahwa Yesus dapat menghidupkan harapan yang sudah mati. Memang Markus bermaksud membuat pembaca melihat perkara ini sambil mengikuti jalan peristiwa yang dituturkannya.

Pembaca boleh ikut merasakan yang dialami Yairus. Nasi sudah jadi bubur! Apa permintaannya menumpangkan tangan dan menyembuhkan anaknya masih ada artinya? Tetapi Yesus berkata kepadanya, “Jangan takut, percaya saja!” Dan ia berjalan ke rumahnya untuk menemui anak perempuannya.

Dalam Injil, “jangan takut” dipakai untuk mengisyaratkan kekuasaan ilahi. Dan ditambahkannya “percaya saja!”. Bila teks aslinya diikuti, maka perlu diterjemahkan “Tetaplah percaya saja.”

Jadi diandaikan orang memang sudah percaya dan diminta agar tetap demikian. (Lukas memakai bentuk yang bisa diterjemahkan “Percayalah saja.”, tapi ia juga menambahkan, “maka ia akan diselamatkan.” Luk 8:50).

Orang-orang mulai menertawakan Yesus ketika ia berkata bahwa anak perempuan itu hanya tidur, tidak mati, maka tak usahlah ribut-ribut menangisinya. Mereka tak bisa percaya.

Apa sebetulnya yang terjadi? Apakah Yesus yakin anak itu tidur.

Tidak usah kita menduga-duga. Baginya hidup atau mati itu urusan yang di atas sana. Nanti, seperti dikisahkan dalam Injil Yohanes, ia memanggil keluar Lazarus yang sudah empat hari mati. Baik anak perempuan tadi maupun Lazarus memang sudah mati, tetapi kematian pun kiranya tidak dapat bertahan di hadapan Yesus. Inilah yang ditampilkan bagi kita.

Hanya Markus-lah yang menyebut anak itu berusia 12 tahun. Pembaca diingatkan bahwa perempuan yang sakit pendarahan itu telah menderita 12 tahun juga sebelum berjumpa dengan sang pemberi kehidupan baru. Tapi ada juga alasan lain.

Pada usia itu seorang anak mulai menjadi dewasa menurut Hukum Taurat. Hingga umur ini seorang anak ada di bawah pengajaran bapaknya, yakni Yairus. Pada umur 12 seorang anak akan diserahkan kepada Taurat sendiri. Di dalam kisah ini anak perempuan itu dipanggil bangun oleh Sang Taurat yang hidup.

Dalam kisah ini anak itu tidak menjawab dengan kata-kata. Ia mendengar. Dan yang didengarnya pertama kali dari Taurat hidup ini ialah panggilan penuh perhatian “Talita”, kata asal Aram, arti harfiahnya domba betina yang masih kecil, tapi dalam bahasa Aram kata ini juga dipakai untuk menyapa anak perempuan, seperti “Nak”.

Kemudian didengarnya pula perintah, juga dari bahasa Aram, “Kum” (Bangunlah) dari dia yang menyapa dengan penuh perhatian tadi. Dan anak perempuan Yairus itu menurut dan hidup kembali.

Ketiga murid terdekat, yakni Petrus, Yakobus, dan Yohanes, ikut menyaksikan bagaimana kematian pun tidak bisa bertahan di hadapan perkataan dia yang membawakan kehidupan baru ini.

Mereka melihat sendiri bagaimana harapan dan kepercayaan Yairus menjadi hidup dalam diri anak perempuannya. Dan inilah yang dibagikan tokoh-tokoh yang paling berwibawa itu kepada kita semua lewat Markus dalam Injil hari ini.

Pada awal ulasan disebutkan Yesus tidak bisa tinggal diam di hadapan harapan yang sebesar itu dan kepercayaan yang selugu itu. Dan yang diberikannya kepada mereka ialah perhatian yang nyata.

Ini kasih. Dan inilah yang menyembuhkan, yang menghidupkan.

Itulah dahsyatnya berharap padanya. Di situlah letak mukjizatnya.

Salam hangat,
A. Gianto

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here