Sabtu 8 Juli 2023.
Kej. 27:1-5,15-29.
Mzm. 135:1-2,3-4,5-6.
Mat. 9:14-17
BANYAK orang mencari kepuasan dan makna hidupnya dengan kesenangan.
Supaya kita tidak terjebak dalam pencarian makna hidup yang semu, orang harus berani mengambil waktu untuk introspeksi diri.
Instropeksi diri adalah tindakan untuk melihat ke dalam diri secara utuh melalui penelusuran batin, baik itu dengan pikiran dan perasaan.
Dengan jujur berani melihat kembali segala tindakan yang salah dan serta menyesal dengan perbuatan kita dan mau merubah diri.
Sadar akan segala dosa menghantar kita pada pertobatan sebagai pembaharuan diri dari yang hitam menjadi putih, dari yang jahat menjadi baik.
Pertobatan merupakan tindakan penyadaran diri serta penyesalan.
Namun tidak semua orang bisa melihat diri dengan benar, karena tidak sedikit orang yang sibuk menilai perilaku orang lain yang berbeda dengan dirinya.
Perbedaan yang dilakukan oleh orang lain dianggap salah dan ingin diluruskan sesuai dengan paham dan keyakinannya.
Dalam bacaan injil hari ini kita dengar demikian,
“Kemudian datanglah murid-murid Yohanes kepada Yesus dan berkata: ”Mengapa kami dan orang Farisi berpuasa, tetapi murid-murid-Mu tidak?”
Jawab Yesus kepada mereka: ”Dapatkah sahabat-sahabat mempelai laki-laki berdukacita selama mempelai itu bersama mereka?”
Injil hari ini membuat kita dapat bisa melihat bagaimana para murid Yohanes dan orang Farisi berusaha untuk protes kepada murid-murid Yesus yang tidak melakukan puasa seperti yang mereka lakukan.
Mereka ingin meluruskan perilaku murid-murid Yesus yang dianggap tidak mematuhi hukum taurat.
Mereka menegur murid-murid Yesus, dengan mengatakan bahwa “Kami dan orang Farisi sudah berpuasa, tetapi mengapa murid-Mu tidak?”.
Mereka tidak dapat menerima bahwa mereka telah melakukan kewajiban puasa, sementara murid Yesus tidak.
Fokus puasa bukanlah tidak makan, tetapi melepaskan mata kita dari hal-hal duniawi dan berfokus kepada Tuhan.
Puasa adalah cara kita mengekspresikan kepada Tuhan dan kepada diri sendiri bahwa kita serius dalam hubungan kita dengan Tuhan.
Puasa menolong kita memperoleh cara pandang yang baru dalam kedekatan kita dengan Tuhan.
Kita lebih rendah hati, melihat kerapuhan dan kelemahan diri bukannya semakin angkuh dan sombong dengan merasa paling benar dan suci.
Bagaimana dengan diriku?
Apakah aku menjaga kemurnian sikap dan perilakuku dengan introspeksi diri secara teratur?