Inilah tulisan sambungan (kedua) dari Romo Markus Marlon MSC yang berjudul Beriman Berarti Berelasi dengan Siapa Saja.
Orang yang ingin membangun relasi dengan orang lain memiliki niat dalam hatinya untuk berdamai. Relasi dari tingkat pribadi sampai ke negara-negara sudah menjadi kebutuhan. Di sinilah setiap negara memiliki duta. Duta adalah utusan yang membawa kedamaian bagi negara yang dikunjungi.
Sindhunata dalam Anak Bajang Menggiring Angin, dengan amat bagus memberikan ilustrasi tentang Hanoman, duta Rama. Tanggung jawabnya begitu berat sebagai duta karena harus menghadapi pelbagai tantangan. Baik dari pihak dalam (para kera pengikut Rama) maupun dari pihak luar (para ksatria pembela Rahwana).
Meskipun berat tugas yang diembannya, Hanoman, putra Anjani ini tetap melaksanakannya dengan sepenuh hati. Prof Kong Yuanzhi dalam Cheng Ho Muslim Tionghoa, menceriterakan seorang duta perdamaian yang luar biasa. Cheng Ho berhasil dalam membangun relasi dengan negara-negara tetangga dan dari relasinya yang baik dengan negara-negara yang dikunjungi itu, terjalinlah pertukaran: budaya dan hasil bumi.
Tidak sedikit hambatan yang yang dihadapi oleh Cheng Ho. Bahkan tantangan dari dalam (kerabat sendiri) tidak kalah dahsyatnya. Ia berprinsip, “Orang sering melempar batu di jalan kita. Tergantung kita mau membuat batu itu jadi tembok atau jembatan.”
Kritikan-kritikan dari orang lain dibangunnya sebuah jembatan sehingga bisa dipakai untuk menjalin relasi dengan orang-orang yang tadinya mengkritiknya. Itulah yang sering kita sebut sebagai kritik yang membangun. Sekolah Komik Pipilaka dalam Laksamana Cheng Ho menulis bahwa relasi dengan negara-negara lain itu tidak bertahan lama, sebab ketika Cheng Ho mangkat, buku-buku yang ditulis selama pelayaran dibakar musnah oleh orang-orang yang kontra dengannya.
Ibarat bangun rumah
Membangun relasi memang tidak mudah. Ibarat rumah yang sudah dibangun dengan baik, dapat dengan mudah dirobohkan. Pepatah China berbunyi, “Satu musuh kebanyakan dan seribu teman masih kurang” mengajak kita untuk bermenung bahwa yang namanya membangun relasi itu memang tidak mudah. Terkadang kita merasa bahwa relasi yang kita miliki itu sudah solid. Maka dengan modal itu, orang bisa membuat kesepakatan yang gegabah.
Ada dua ibu yang merasa sudah akrab satu dengan yang lain. Karena keakrabannya itu, mereka berdua sepakat untuk bekerja sama membangun usaha. Pada awalnya, mereka saling percaya, tetapi dalam perjalanan waktu, usaha itu semakin besar dan dari sana mulai ada saling curiga. Pecunia not olet yang artinya siapa pun suka pada uang. Tidak lama kemudian, relasi yang dibangun dengan niat yang baik, akhirnya layu sebelum berkembang.
Relasi yang sudah dibangun dengan baik pun kadang bisa juga dirobohkan oleh kekuatan roh jahat. Di dunia ini tidak semua orang akan sependapat dengan gagasan yang kita lontarkan. Niat ini muncul sebab dalam dirinya ada rasa iri, dengki dan kecewa. Elizabeth M. Ince dalam Thomas More dari London, melihat adanya relasi yang indah antara Raja Henry VIII (1491 – 1547) dan Thomas More (1478 – 1535). Sang raja bahkan sering beranjang sana di rumahnya.
Namun kekecewaan sang raja itu muncul setelah mengetahui bahwa Thomas More tidak mendukung pernikahannya dengan Anne Boyle. Thomas More setia dengan Paus. Akhir dari relasi itu adalah pemenggalan lehernya. Dalam Kitab suci, Saul awalnya begitu menyayangi Daud, bahkan sudah dianggap seperti anaknya sendiri.
Tetapi ketika Saul mendengar sendiri, rakyat memuji Daud, maka relasi mereka berdua menjadi terganggu dan ada niat terselubung bahkan terang-terangan mermaksud membunuh Daud (1 Sam 21: 1 – 26: 25). Tetapi dalam diri Daud tidak ada dendam dan benci kepada Saul. Daud semakin dikuatkan karena memiliki relasi yang baik dengan putra Saul, yakni Yonatan (Sam 18: 1 – 20: 42)
Kuat tapi rapuh
Ada juga relasi yang dari luar nampaknya kuat, tetapi fundamennya rapuh. Ini berlaku dalam relasi antara atasan dan bawahan. Seorang pemimpin adalah orang yang “kesepian”. Ketika waktu senggang tiba, ia menginginkan sanjungan, pujian dan pengakuan dari bawahannya. Inilah kesempatan yang ditunggu-tunggu oleh para penjilat.
Secara berlebihan mereka memuji pemimpinnya. Apa yang dikatakan oleh pemimpin itu selalu benar. Muncullah badut-badut baru yang membuat gelak tawa. Tertawa kemunafikan. Kisah ini bisa diperdalam ketika membaca dongeng “Pakaian Baru Kaisar” tulisan Hans Christian Andersen (1805 – 1875), penulis dongeng Swedia. Relasi karena jilat-menjilat tidak akan berlangsung lama. Ketika pemimpin mendapat SK pemberhentian, mereka pun akan mundur teratur dan pada gilirannya akan menjilat pemimpin yang baru. Relasi yang rapuh.
Inti dari relasi adalah komunikasi. Perseteruan, perkelahian, bahkan perang itu terjadi karena tidak adanya komunikasi yang baik. Sang duta dipermalukan, seperti yang terjadi dalam kisah, Kubilai Khan dan Arya Penangsang. Perundingan gagal total, sepertinya yang terjadi dalam kisah Mahabaratha dengan lakon, Kresna Duta.
Di pihak lain, komunikasi yang baik akan menumbuhkan sikap perdamaian. Setiap pagi, sebelum mengawali tugasnya, Yesus senantiasa berkomunikasi dengan Bapa-Nya. Ia pergi ke tempat sunyi dan berdoa (Mrk 1: 35). Semalam-malaman Ia berdoa kepada Allah (Luk 6: 12). Yesus senantiasa berelasi dengan diri-Nya sendiri, lingkungan-Nya , sesama-Nya dan Bapa-Nya.
Nuwun Romo, semoga kita makin pandai berelasi dengan baik dan bijaksana. Salam, FA. Arijanto