INTUISI dan rasa itu saling menghubungkan. Relasi itu mengikat. Intuisi, rasa, dan relasi yang hangat dapat membuahkan pemulihan.
Begitu juga dengan iman kita. Ia bagai jembatan atau sarana yang menyatukan, menghangatkan, memulihkan hubungan kita dengan Allah dan sesama.
Di atas segalanya, Allah sendiri yang memampukannya. Ia mau menjadi teman seperjalanan dalam diri Yesus.
Kiranya inilah salah satu inspirasi dalam bacaan hari ini. Bacaan diambil dari Bil 21: 4-9; Yoh. 8: 21-30.
Menangis tersedu-sedu
Dalam sesi rekonsiliasi saat retret, seorang renaja tanpa henti menangis tersedu-sedu. Suasana haru menyentuh batin. Dengan ekspresif, ia mengungkapkan pengalaman luka; merasa tidak dimengerti, tidak dicintai.
Kadang nafasnya terlihat sesak, wajah menahan emosi dan mengepalkan tangannya. semua tertunduk dan ikut merasakan pedihnya.
Pembimbing membiarkan sejenak.
Saat kecil, ia ditinggal ibunya dari senja sampai pagi. Ibunya harus mencari nafkah sebagai single parent. Ia menitipkan anaknya yang terkunci di dalam rumah pada tetangganya.
Sedang bercerita tentang kenangan masa lalu, kadang dengan menetes air mata, sang ibu datang dari belakang memeluk anaknya, terdengar suara, “Mami sayang kamu.”
Sebuah pelukan hangat mengharukan; menyentuh setiap batin. Sebuah pelukan kasih dan lembut; pelukan yang tidak menghakimi.
Tiba-tiba anak itu berbalik memeluk ibunya dan berkata, “…Mami….aku sayang mami.”
Sebuah pelukan menjembatani hati. Tanpa sadar terdengar tepuk tangan. Siapa yang tidak tersentuh haru oleh pelukan kasih?
Begitu juga bangsa Israel saat itu. Mereka berontak melawan Allah, bersungut-sungut. Seakan-akan merekalah yang paling menderita. Melupakan tindakan pembebasan dan penyertaan Yahwe.
Mereka seperti anak manja menuntut dan menuntut.
Allah mendidik mereka dengan hukuman. Ketika mereka menyadari keberdosaannya, mereka memohon kepada Musa, “Kami telah berdosa, sebab kami berkata-kata melawan Tuhan dan engkau; berdoalah kepada Tuhan supaya dijauhkan-Nya ular-ular ini daripada kami.” ay 7.
Jalan dan cara Tuhan mendidik tak terduga.
Siapa yang bertahan dengan iman akan menuai Sukacita. Bukankah pintu sukacita kadang harus dilalui dengan penderitaan, penyangkalan diri, pengorbanan.
Satu nas yang mengagumkan, “Apabila kamu telah meninggikan anak manusia, barulah kamu tahu, bahwa Akulah Dia, dan bahwa Aku tidak berbuat apa-apa dari diriku sendiri, tetapi Aku berbicara tentang hal-hal, sebagaimana diajarkan Bapa kepada-Ku.” ay 28.
Yesuslah jembatan ilahi menuju Bapa. Dalam Yesus kita tidak akan pernah kehilangan kepastian akan kasih Bapa. Ia tak pernah lelah menyertai kita.
Kuatkanlah keinginan hatiku, sedekat mungkin dengan Engkau. Amin.