Puncta 27 Maret 2025
Kamis Prapaskah III
Lukas 11: 14-23
KETIKA Pandawa diketemukan kembali setelah dikabarkan mati akibat kebakaran di Balai Sigala-gala, Adipati Destarastra memanggil mereka ke Hastinapura. Destrarasta ingin menghadiahkan tanah perdikan di Wana Wisamarta.
Mendengar berita itu, Gendari marah kepada Destarastra, suaminya. Ia tidak setuju dengan pemberian hutan belantara itu. Gendari merasa irihati karena pemberian itu. Dendam dan irihati sudah tertanam sejak ia jadi putri boyongan dan diserahkan sebagai isteri untuk Destarastra. Padahal ia berharap menjadi isteri Pandu.
Gendari menuduh Destarastra pilih kasih. Anak-anaknya sendiri tidak dipikirkan, tetapi anak-anak Pandu justru diberi hadiah tanah perdikan. Irihati ini terus disimpan menjadi dendam kepada anak-anak Pandu.
Ia bersumpah untuk selamanya anak-anaknya akan selalu memusuhi Pandawa dan mengarah kematian mereka. Irihati membuat segala tindakannya didasari sikap benci dan dendam membara.
Ketika Yesus mengusir setan yang membisukan, orang banyak kagum. Tetapi ada juga yang irihati kepada-Nya. Mereka menuduh Yesus menggunakan kuasa Beelzebul, Penghulu setan.
Ada pula yang meminta suatu tanda dari sorga kepada-Nya, untuk mencobai Dia.
Orang irihati memandang segala sesuatu dengan kacamata buruk dan jahat. Yang diinginkan hanyalah kejatuhan dan kehancuran musuhnya. Maka mereka ingin mencobai dan menjatuhkan Yesus.
Yesus menjawab cobaan dan tantangan mereka dengan menjelaskan, bagaimana mungkin sebuah kerajaan Iblis saling bertentangan. Pastinya mereka akan runtuh sendiri. Kerajaan yang saling berperang sendiri akan hancur berantakan.
“Setiap kerajaan yang terpecah-pecah pasti binasa, dan setiap rumah tangga yang terpecah-pecah, pasti runtuh. Jikalau Iblis itu juga terbagi-bagi dan melawan dirinya sendiri, bagaimanakah kerajaannya dapat bertahan? Sebab kamu berkata, bahwa Aku mengusir setan dengan kuasa Beelzebul.”
Apakah irihati juga menguasai hati kita sehingga kita tidak mampu melihat kebaikan orang lain dan hanya ingin mengarah kejatuhan sesama?
Waspadalah dengan sikap irihati karena akan menjatuhan diri sendiri.
Dari pelabuhan Bagan Siapi-api,
Naik kapal menuju Pulau Roti.
Jika kita memendam rasa iri,
Hidup laksana bensin dekat api.
Wonogiri, jangan suka irihati
Rm. A.Joko Purwanto, Pr