BAPERAN-BAcaan PERmenungan hariAN.
Jumat, 25 Maret 2022.
Tema: Menuju Kesempurnaan.
Bacaan.
- Yes. 7: 10-14, 8:10.
- Ibr. 10: 4-10.
- Lk. 1: 26-38.
“ROMO, saya tidak tahu apa yang terjadi di dalam hidup saya. Sungguh tidak mengerti. Tapi saya tetap berusaha percaya, Tuhan mempunyai rencana indah untuk saya. Saya pasrah dan menanam keyakinan di dalam diri, Tuhan mengerti deritaku.”
“Apa yang terjadi?”
“Saya juga tidak tahu persis. Saya seperti di sambar gledek. Mengagetkan sekaligus menghancurkan. Hidup porak poranda, linglung. Dua tahun ini, saya tidak bisa berbuat apa-apa, ‘lumpuh’ dan seperti mayat hidup.”
“Kenapa gitu?”
“Saya tidak tahu. Apakah saya tertipu? Atau saya kurang pintar menangkap firasat, terutama ketidakmampuan, ketidakpekaan atas gejala-gejala yang saya lihat dalam diri pasangan saya.”
“Apakah dia mendua?”
“Tidak tahu persis.”
“Apakah kalian sering bertengkar?”
“Tidak juga. Kalau pun ada perbedaan pendapat, kami cepat mengatasi dan malam hari kami melembutkan satu sama lain.”
“Apakah ia berperilaku aneh?”
“Tidak tahu persis. Rasanya ga ada tuh”
“Boleh tahu kisahnya?”
“Setelah anak saya berumur dua tahun, tiba-tiba dia pergi tanpa alasan. Tidak ada kata mau pergi ke mana dan mengapa.
Saat itu sudah 10 tahun pernikahan kami. Tidak ada kabar. Apalagi berita. Tidak jelas, apakah dia masih hidup atau tidak.”
“Sudah dicek di keluarga besarnya?”
“Sudah. Pihak keluarga besarnya juga tidak tahu persis di mana dia. Orangtuanya hanya berkata, ‘Kami tidak tahu di mana dia berada. Karena kalian sudah memutuskan berkeluarga, kalian sendiri harus bertanggungjawab. Kami tidak campur tangan. Kami sendiri bingung kenapa bisa terjadi?’
Intinya, dia meninggalkan saya dan anak kami. Tidak tahu apakah saya yang salah. Jika saya salah, minimal dia memberi tahu kesalahan saya.
Anehnya, sehari sebelum pergi, dia sudah resign di kantornya dan mendapat pesangon.
Tabungannya juga sudah ditutup. Saya ditinggal begitu saja dengan anak berumur dua tahun. Gila gak tuh, Mo?”
Aku terdiam bisu.
“Apakah tidak ada tanda-tanda aneh, ketika kalian pacaran?”
“Ia dari keluarga biasa dan normal. Adiknya memang ada ‘keterbelakangan’.
Kami dulu sama-sama mudika. Romo paroki minta kami berdua menjadi penggerak kaum muda. Kami memulai. Suasana paroki terwarnai oleh kehadiran dan gerak aktivitas kami.
Seingat saya, sayalah yang pertama kali mendekatinya; ingin bersahabat lebih dekat. Saat itu dia tak bereaksi. Dia ramah, sopan, baik, dekat dengan romo paroki. Kehadirannya membawa kegembiraan dan gelak tawa.
Namanya juga perempuan Romo, kadang kalau didekati sedikit jual mahal. Tetapi kalau dia didekati perempuan yang lain, timbul sedikit rasa cemburu. Semua itu tersimpan di hati saja.
Kami semakin lama semakin serius. Kami saling terbuka dan mengingini untuk berteman lebih dalam. Teman-teman yang tahu mendukung. Mereka yang pernah saya cemburui juga setuju. Kami ‘kecelakaan’ dengan sadar dan akhirnya menikah.
Kami pindah di luar kota. Sama-sama bekerja. Saya betul-betul menikmati kehidupan keluarga baru dengan segala kenikmatan, berbagi dalam suka duka. Saling memanggul beban bersama. Tiada yang lebih indah dari saat-saat awal perkawinan.
Seandainya pun ada percecokkan tidaklah begitu lama bertahan. Dia yang selalu meminta maaf, kendati saya tidak menuntut. Kami selalu menyelesaikannya ketika bersama di malam hari; meredakan ketegangan dengan kelembutan; berbagi satu sama lain.
Begitulah Romo kebahagiaan kami sontak menjadi neraka. Dua tahun seperti orang gila. Amat sangat sakit, mo. Pilu. Tersayat.
Saya harus bangkit hanya untuk membesarkan dan mendidik anak, Brito.
Airmatanya mulai berderai. Kepala tertunduk. Telapak tangan menutup wajah.”
Hari ini, kita merayakan Pesta Hari Raya Kabar Sukacita. Maria dipilih menjadi Bunda Penebus. Apakah dia tahu konsekuensi?
Tidak. Bunda Maria hanya percaya bagi Allah tidak ada yang mustahil. Allahnya, Allah yang menyertai.
Tercatat, “Lalu malaikat itu meninggalkan dia.” ay 38b
Bunda Maria berjalan sendiri dalam iman.
Tuhan, sanggupkan aku tetap berjalan menuju pada-Mu kendati harus sendiri.
Amin.
———————–