Sabtu, 24 April 2021
Kisah Para Rasul 9:31-42
Injil Yohanes 6:60-69
“Agama Katolik itu melemahkan masyarakat kami,” kata seorang bapak.
“Bagaimana bapak bisa punya kesimpulan seperti itu?,” tanya seorang frater.
“Sebelum agama Katolik masuk di dalam kebudayaan kami, kami bisa berperang dan bertempur dengan gagah perkasa,” kata bapak itu.
“Apa yang menyebabkan orang tidak mau bertempur lagi?,” kata frater.
“Ajaran agama Katolik soal cinta kasih; menolak kekerasan, tidak balas dendam, mengampuni orang yang bersalahl bahkan mengasihi musuh,” kata bapak itu.
“Bukankah ajaran itu menciptakan damai?,” kata frater.
“Benar frater, tetapi karena ajaran itu masyarakat kami menurun daya juangnya,” kata bapak itu.
“Saya kira bukan menurun daya juangnya, Pak. Melainkan hati masyarakat diwarnai sikap cinta kasih, tidak dikendalikan oleh dendam serta amarah lagi,” kata frater.
Sabda Tuhan membuka kebuntuan hidup hingga muncul jalan baru yang sesuai dengan jalan serta kehendak Tuhan.
Jika saja masyarakat di tempat bapak itu masih hidup dengan nilai lama yang diwarnai perang dan pertempuran, maka pewartaan Injil yang sejak dulu dilaksanakan oleh para misionaris dan para katekis belum berbuah baik.
Namun, ketika masyarakat di tempat itu tidak lagi menyelesaikan masalah dengan perang dan pertempuran, namun memilih musyawarah serta jalan damai karena kesadaran untuk saling mengasihi, maka pewartaan Injil sudah bertumbuh dan berakar serta berbuah.
Sabda Tuhan itu mengubah hati, bahkan menantang hati kita.
Sabda Tuhan menawarkan jalan keselamatan meski kadang tidak mudah kita terima, membingungkan, bahkan bertentangan dengan keinginan manusiawi kita.
Bagaimana kita bisa menyelaraskan keinginan kita dengan kehendak Tuhan dalam hidup ini?