Selasa, 3 Mei 2022
- 1Kor 15:1-8.
- Mzm. 19:2-3.4-5.
- Yoh. 14:6-14.
SETIAP jalan dalam kehidupan ini akan menawarkan keindahannya masing-masing.
Setiap pejalan kehidupan senantiasa diberi kebebasan untuk memilih jalan mana yang akan dilaluinya.
Selain keindahan yang ditawarkan, di jalan itu juga ada riak-riak dalam bentuk masalah, kegagalan dan kehilangan.
Semuanya menyatu dalam derap langkah, yang kadang cepat terarah, namun juga kadang gontai tak tahu arah.
Antara keindahan dan kemuraman, bisa saja datang silih berganti dan tidak pernah mudah untuk dihindari bahkan dalam situasi tertentu ada semaca keharusan untuk menghadapinya.
Ketika ada dalam situasi berat itu, tidak ada guna memasang wajah muram, apalagi kemudian meletakkan beban atau menyerah begitu saja. Karena menyerah pada keadaan di tengah jalan kehidupan ini, tidak akan pernah mengubah situasi yang ada.
“Saya dilahirkan dalam keluarga yang sederhana, dengan banyak saudara,” kata seorang bapak.
“Setelah lulus sekolah dasar saya diikutkan keluarga yang bekerja di kota lain, karena orang tua tidak mampu membiayai sekolahku,” lanjutnya.
“Keluarga itu sudah menikah hampir sepuluh tahun, namun sampai pada waktu itu, mereka belum dikaruniai anak,” sambungnya.
“Secara ekonomi mereka berkecupan, karena dua-duanya bekerja,” ujarnya.
“Mereka sangat senang dengan keberadaanku, namun dalam rumah itu, ada keluarga lain yang tinggal bersama mereka, mereka itu yang saya rasakan tidak terlalu senang dengan kehadiranku di keluarga itu,” lanjutnya.
“Kadang mereka memberi saya pekerjaan di rumah, dari ngepel rumah, cuci baju, seterika, hingga saya tidak bisa belajar atau bermain dengan teman-teman,” kisahnya.
“Saya sudah biasa kerja di rumah jadi pekerjaan-pekerjaan itu tidak terlalu membebaniku, namun tetap saja terasa pedih manakala selalu diomelin, dimarahi, dan dituduh yang bukan-bukan,” katanya.
“Pada saat semacam itu, saya ingin lari pulang ke rumah, ingin mengadu pada orangtuaku, ingin saya menyerah dan tidak lagi tinggal bersama mereka,” lanjutnya.
“Namun kemudian, saya sadari bahwa tinggal bersama mereka adalah peluang terbaikku untuk mengubah jalan hidupku. Maka seberat apa pun saya tetap bertahan dan berjuang,” katanya lagi.
“Suasana kemudian berubah menjadi baik, ketika keluarga yang saya ikuti, dikaruniai anak,” lanjutnya.
“Setekah mekahirkan ibu itu mengundurkan diri dari pekerjaannya dan konsentrasi mengurus anak dan rumahtangga. Ibu sangat baik denganku, maka sedapat mungkin saya bersikap dan berbuat baik dengan membantu mengurus rumah, dan tidak membuat repot,” katanya.
“Perjalanan bersama keluarga itu kemudian terasa membahagiakan dan cepat berlalu hingga saya lulus kuliah dan kemudian mendapatkan pekerjaan,” kisahnya.
“Jika saya melihat kembali jalan kehidupan yang telah saya jalani, saya percaya sungguh bahwa Allah tidak mengulurkan tangan-Nya untuk mengangkat aku dengan memberikan masa depan dan hidup yang lebih baik,” sambungnya.
“Allah tidak membiarkanku tinggal dalam lorong-lorong kehidupan yang gelap. Melainkan Ia menghadiahiku secercah cahaya untuk menerangi merengkuh masa depan,” tegasnya.
“Dengan cara yang sungguh bijaksana Allah mengantarku menemukan kehidupan yang baik,” sambungnya.
Dalam bacaan Injil hari ini, kita dengar demikian.
Kata Yesus kepadanya: “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.”
Tuhan Yesus mengatakan,” Akulah jalan dan kebenaran dan hidup.”
Hal ini menunjukkan bahwa tujuan akhir dari perziarahan hidup di dunia ini adalah kehidupan kekal.
Tuhan Yesus adalah jalan yang penuh misteri. Untuk berjalan di jalan Tuhan, kita harus berani meninggalkan kenyamanan, melepaskan kepastian dan kemudian melangkah dalam keyakinan pada Tuhan semata.
Tuhan adalah jalan yang tidak hanya menghantar kita menemukan kebahagiaan di dunia ini, melainkan mengarahkan kita pada kehidupan kekal.
Untuk itu, perlu sebuah kepercayaan penuh pada kuasa Tuhan, karena meski kadang harus memikul salib di perjalanan ini, hingga langkah terasa berat dan sulit namun di ujung kehidupan ini, Tuhan menyediakan kelegaan dan keselamatan bahkan hidup kekal.
Bagaiaman dengan diriku?
Apakah aku mau menempuh jalan Tuhan meski itu berat dan sulit dilalui?