“Di situ akan ada jalan raya, yang akan disebutkan Jalan Kudus; orang yang tidak tahir tidak akan melintasinya, dan orang-orang pandir tidak akan mengembara di atasnya.” (Yes 35, 8)
HARI ini saya merayakan pesta pelindung Paroki Slawi, St. Maria Immakulata, sekaligus melantik para prodiakon. Perayaan Ekaristi, pelantikan dan ramah tamah selesai sekitar pk. 10.00. Setelah itu saya pulang.
Sampai di daerah Paguyangan, semua kendaraan berhenti, karena ada kereta yang lewat. Sekalipun demikian, saya melihat beberapa bis dan kendaraan lain tetap jalan di jalur kanan, mendekati palang pintu penutup. Demikian juga, beberapa motor ikutan nlusup di sela-sela kendaraan lain, agar bisa berada di posisi depan.
Kenyataan seperti ini tidak hanya terjadi di palang pintu kereta Paguyangan, tetapi juga sering terjadi di tempat lain. Kendaraan besar dan kecil saling mendahului dan saling berebut jalan. Pemerintah sudah memperlebar dan memperhalus banyak jalan. Bahkan banyak jalan tol baru telah dibangun dan dioperasikan. Namun banyak kendaraan tetap berdesakan dan berebut jalan.
Bagaimana dengan situasi ‘Jalan Kudus?’ Jalan Kudus adalah jalan yang harus dilalui kalau seseorang ingin menjadi kudus atau suci. Mungkinkah banyak orang juga saling berdesakan dan saling berebut jalan tersebut?
Jalan Kudus pasti tidak akan dilalui oleh orang-orang yang tidak tahir atau orang yang tidak bersih dan suci hatinya. Jalan Kudus juga tidak akan dilalui oleh orang-orang pandir atau orang yang bodoh dan bebal. Orang yang tidak tahir dan orang yang pandir tidak akan melewati Jalan Kudus. Mereka akan memilih jalan-jalan duniawi yang memberi banyak kesenangan dan kenikmatan serta kepuasan lain. Mereka tidak akan melewati Jalan Kudus, karena tidak mau meninggalkan egonya dan kelekatannya terhadap harta dan kuasa duniawinya.
Jalan mana yang selama ini telah aku pilih untuk dilewati? Teman-teman selamat malam dan selamat beristirahat. Berkah Dalem.
Kredit foto: Ilustrasi (Ist)