SEBAGAI orang Indonesia yang dari sononya meyakini luhurnya nilai Bhinneka Tunggal Ika, di Melbourne ini pula saya bisa menyaksikan betapa kota nan indah ini multikultural banget!
Tak heran, karena 30 persen warga penduduk Melbourne ternyata malah tidak menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa ibu. Juga, berbagai ragam umat kristiani bisa tumplek bleg (melting) dalam satu acara: doa jalan salib.
Semangat toleransi begitu hidup kental dalam ritual ini. Di setiap perhentian di gereja, sang pastor atau pendeta mendapat mandat membawakan doa. Berbagai ragam bahasa pun muncul di sini. Misalnya pada perhentian ke-2 tiba-tiba terdengar bacaan Injil Mateus 26:36-39 berbunyi Yna Daeth Iesu gyda hwy i le a elwir Gethsmane…
Wah, bahasa apa itu? Begitu gumam saya. Ternyata, itu adalah bahasa Wales (Cymru). Pada perhentian ke-8, terdengar bacaan Injil dalam Deutsch alias bahasa Jerman.
Adalah Reverend Rowena Curtis dari Baptist Church yang juga convenor MCCIA yang membuka “jalan” dengan mengucapkan Demi nama Bapa, dan Putera, dan Roh Kudus saat hendak dilakukan ibadat jalan salib. (Bersambung)
Royani Lim, alumnus Program Pascasarjana Ekonomi di University of Melbourne (2007).
Photo credit: Royani Lim