Selasa, 04 04 2023
- Yes. 49:1-6.
- Mzm. 71:1-2,3-4a,5-6b,15,17.
- Yoh. 13:21-33,36-38.
“APA boleh buat, nasi sudah jadi bubur.”
Inilah kenyataan pahit yang harus diterima ketika hati diliputi penyesalan karena tindakan salah yang telah terjadi.
Mau menangis darah pun, peristiwa yang telah terjadi tidak mungkin ditarik kembali, ketika jalan salah telah ditempuh, dan mendapati diri dalam labirin rasa sesal yang tak terkira.
Inilah yang terjadi dalam diri Petrus dan Yudas, setelah kesalahan yang telah mereka lakukan.
Dalam keempat Injil diceritakan bahwa ada dua murid Yesus yang telah melakukan “kesalahan” yang fatal kepada Tuhan.
Yang pertama adalah Petrus yang telah menyangkal Yesus dan yang kedua adalah Yudas Iskariot yang mengkhianati Yesus.
Dalam kitab Matius bahkan kedua “kesalahan” ini ditempatkan berdampingan, kisah Petrus ditulis dalam Matius 26:69-75, sementara kisah Yudas ditulis dalam Matius 27:1-10.
Tapi uniknya kedua murid ini memiliki cara yang berbeda ketika mereka menyadari kesalahannya.
Yudas, setelah “menjual” Yesus seharga 30 keping perak kepada imam kepala dan tua-tua, akhirnya menyesal.
Penyesalan itu karena ternyata ia sadar bahwa ia telah menyerahkan Yesus yang akhirnya dijatuhi hukuman mati.
Yudas kemudian menghadap imam kepala dan bermaksud menyerahkan uang 30 keping perak tersebut kepada imam kepala dan tua-tua, dengan harapan hal itu akan memperbaiki keadaan.
Namun ternyata imam kepala dan tua-tua tidak peduli dengan uang itu.
Bagi mereka yang penting adalah Yesus akhirnya dihukum mati.
Merasa telah melakukan kesalahan fatal, Yudas akhirnya tidak berpikir panjang dan melemparkan uang tersebut lalu pergi dan menggantung diri.
Petrus, setelah sebelumnya mengatakan bahwa ia tidak akan menyangkal Yesus, ternyata begitu ditanya orang lain bisa takut juga.
Bahkan ia menyangkal Yesus sebanyak tiga kali sebelum ayam berkokok.
Dalam kitab Lukas diceritakan bahwa saat ayam berkokok, Tuhan Yesus berpaling dan memandang Petrus.
Bisa kita bayangkan perasaan Petrus?
Petrus yang beberapa jam yang lalu berkoar-koar bahwa ia takkan pernah meninggalkan Yesus, ternyata sudah menyangkal Yesus sebanyak tiga kali.
Padahal peristiwa penyangkalan tersebut belum sampai 1 x 24 jam sejak perkataan Petrus sebelumnya.
Saya yakin Petrus pasti malu dan sedih. Dikatakan bahwa ia sampai menangis tersedu-sedu dan pergi ke luar.
Saya yakin pada saat ia melihat tatapan Tuhan ketika ayam berkokok, pasti Petrus merasa lebih baik mati saja daripada menanggung rasa malu dan rasa bersalahnya.
Tapi di situlah perbedaan Yudas dengan Petrus. Ketika Yudas menghadapi masalah, ia lebih memilih jalan pintas yaitu mati.
Sementara Petrus ia masih memilih untuk tetap hidup dan menjalani konsekuensi perbuatannya, walaupun nanti ia akan ditanya Tuhan “Apakah engkau mengasihi aku?” hingga tiga kali sebagai konsekuensi penyangkalannya yang juga adalah sebanyak tiga kali.
Keputusan Petrus untuk tidak memilih jalan seperti Yudas akhirnya menjadikan Petrus sebagai batu karang Gereja.
Walaupun akhirnya Petrus mati juga, tapi ia tidak mati dengan cara yang memalukan seperti Yudas.
Tradisi mengatakan bahwa Petrus mati dengan disalib secara terbalik karena Petrus merasa tidak layak untuk disalib seperti Tuhan Yesus.
Bagaimana dengan diriku?
Apakah aku pernah melakukan “kesalahan” dalam hidup ini, dan langkah apa yang telah aku ambil?