YAYASAN Kanisius Cabang Yogyakarta hari Rabu-Jumat, 16-18 Oktober 2024 menggelar Jambore Penggalang. Digelar dalam pesta perayaan peringati 106 Tahun Kanisius. Mengadopsi tema “Penggalang Kanisius Tak Gentar: Penggalang Kanisius Terlibat Aktif, Generasi Tangguh Reflektif”.
Jambore Penggalang Yayasan Kanisius Cabang Yogyakarta ini mengambil tempat di Bumi Perkemahan Prambanan. Lokasinya berdekatan dengan kawasan budaya Candi Prambanan – satu pusat budaya di Indonesia.
Peserta jambore penggalang adalah siswa-siswi kelas VI Sekolah Dasar se-Yayasan Kanisius Cabang Yogyakarta. Jumlah peserta ada sebanyak 1.008 siswa dengan kakak pendamping sebanyak 98 orang.
Kemah budaya
Jambore dikemas dalam kemah-kemah budaya. Dengan harapan agar para peserta mengenal kekayaan budaya, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai ke-Pramuka-an. Terutama setia pada Janji Tri Satya dan Dasa Dharma Pramuka.
Selain itu, gelaran kemah budaya ini juga dimaksudkan agar peserta mau berproses membentuk kepribadian, kecakapan hidup, akhlak mulia dan memiliki karakter tangguh serta mengutamakan nilai persaudaraan.
Lima dasar nilai Kanisius
Konteks merayakan 106 Tahun Yayasan Kanisius adalah mengajak para peserta melakukan refleksi. Atas perwujudan lima nilai dasar Kanisius: kedisiplinan, keunggulan, kepedulian, kejujuran, dan kemerdekaan.
Saat upacara pembukaan jambore, sebanyak 1.008 Pramuka Penggalang dengan bersemangat mengumandangkan lagu Himne Pramuka:
“Kami pramuka Indonesia
Manusia Pancasila
Satyaku kudharmakan
Dharmaku kubaktikan
Agar jaya Indonesia,
Indonesia, tanahairku
Kami jadi pandumu.”
Esensi jambore penggalang
Jumpa pers acara sudah digelar Rabu 16 Oktober 2024 di mana hadir sejumlah imam Jesuit. Mereka adalah:
- Ketua Yayasan Kanisius Pusat berkedudukan di Semarang: Romo J. Heru Hendarto SJ.
- Bendahara Yayasan Kanisius Pusat berkedudukan di Semarang: Romo Ignasius Aria Dewanto SJ.
- Sekretaris Yayasan Kanisius Pusat: Romo Thomas Surya Awangga Budiono SJ.
- Kepala Yayasan Kanisius Cabang Yogyakarta: Bu Nur Sukapti.
- Ketua II Panitia Jambore Penggalang 106 Tahun Yayasan Kanisius: Kak Kensi Jati Hananingrum.
Mereka serempak menyampaikan esensi Jambore Penggalang merupakan bagian pendidikan karakter di sekolah-sekolah Yayasan Kanisius. Lalu, Jambore Penggalang ini digelar dalam rangka mensyukuri ulang tahun Yayasan Kanisius ke-106.
Berdiri tanggal 21 Oktober 1918
Yayasan Kanisius berdiri tanggal 21 Oktober 1918 di Muntilan, Jawa Tengah. Dengan sejarah panjang ini, maka sungguh layak kalau Yayasan Kanisius wajib mensyukuri dan mewarisi kerja keras dan kerja cerdas para Jesuit tokoh para pendiri Yayasan Kanisius.
Ini sungguh merupakan karya besar. Boleh melayani segenap anak didik yang sebagian besar berasal dari keluarga kurang mampu.
186 sekolah di wilayah pastoral Keuskupan Agung Semarang
Sekolah-sekolah di bawah Yayasan Kanisius berjumlah 186 sekolah. Sekolah-sekolah itu tersebar di banyak lokasi dan sejumlah kota. Maka, jika tahun lalu Yayasan Kanisius mengambil tema ”Berpadu untuk Kanisius Maju”, maka pada tahun 2024 ini mengambil tema ”Melangkah untuk Maju”.
Melangkah merupakan bagian pendidikan karakter. Jambore Penggalang Ramu menjadi salah satu bagian pendidikan karakter.
Anak perlu aktif bergerak
”Anak perlu melangkah, bergerak. Bapak-ibu guru bergerak dalam pembinaan dan pendidikan karakter. Itu merupakan panggilan yang paling mendasar dari para guru. Membimbing, menemani, mengembangkan karakter anak-anak. Itu diwujudkan melalui ke-Pramuka-an.
Tradisi ke-Pramuka-an sangat kuat dengan Tri Satya dan Dasa Dharma Pramuka. Ini yang mesti harus dan tetap diadopsi oleh sekolah-sekolah yang bernaung di bawah Yayasan Kanisius,” kata Romo J. Heru Hendarto SJ.
”Para guru melakukan pendampingan secara total. Ini menjadi bagian mewarisi semangat Santo Petrus Kanisius yang mendidik kaum muda. Pembinaan dan pendidikan karakter yang diwujudkan dalam jambore ini adalah ingin mengajak anak-anak agar selalu terlibat aktif yang di kemudian hari akan mampu menjadi generasi tangguh dan reflektif,” tandas imam Jesuit asal Sleman, DIY, ini.
Anak perlu diajak aktif. Supaya dengan keaktifannya itu, anak-anak menjadi pribadi tangguh, tidak jadi penakut; namun juga bukan asal berani semata. Anak-anak diajak membangun persaudaraan dan persahabatan dengan siapa saja dan hal itu direfleksikan sebagai kekayaan pribadi. Ini menjadikan pembinaan karakter yang mengandung refleksi yang kuat. Mereka menimba pengalaman. Mereka akan terkenang sepanjang hayat.
Melatih sikap reflektif
Jika anak-anak tangguh, tidak mudah menyerah, tidak gampang rapuh dan memiliki kegembiraan serta mampu bekerjasama dengan yang lain, maka anak-anak akan memiliki budaya persaudaraan. Juga terus-menerus tidak akan kenal lelah dalam menjalin persahabatan. Semua itu akhirnya menjadikan mereka punya sikap reflektif.
Sikap reflektif ini secara terus -dilatihkan pada anak-anak Kanisius. Ada buku panduannya, sehingga tidak hanya merefleksikan pengalaman di sekolah, tetapi juga pengalaman saat bersama teman-teman di jambore ini.
”Sikap reflektif mejadi penting di era percepatan teknologi dan kecenderungan sikap individualis yang dihadapi anak-anak saat ini,” lanjut Romo J. Heru Hendarto, SJ.
Pengalaman, refleksi dan aksi
Jambore Penggalang 106 Tahun Yayasan Kanisius dikemas dalam kemah budaya. Sesuai konteks saat ini dengan percepatan teknolgi, anak diharapkan tidak meninggalkan budaya bangsa.
Kompleks Candi Prambanan ini dengan sangat jelas menggambarkan budaya bangsa Indonesia. Anak-anak dapat belajar mengenal budaya khas Nusantara. Juga mengenal budaya kampung yang sarat dengan gotong-royong dan kerjasama sehingga anak-anak akan mengenal tata cara hidup dan kerukunan kampung.
Ada empat ”kampung” tenda yang masing-masing mengambil nama sesuai tema yang diangkat. Peserta di Kampung Pramuka dibekali dengan keterampilan ke-Pramuka-an.
Setelah mendapatkan pengalaman tinggal di Kampung Pramuka, pada malam hari para peserta kemah diajak merefleksikan pengalaman yang mereka rasakan dan alami sepanjang hari. Peserta diajak memeriksa diri terhadap apa yang telah dijalani; didampingi membangun niat untuk melakukan aksi untuk hari-hari berikutnya.
Proses pembiasaan memaknai pengalaman, berefleksi, dan memeriksa diri serta membangun aksi – semua itu merupakan bagian pembinaan karakter Kanisius. Sehingga diharapkan dalam hidup keseharian, anak-anak mampu bersikap reflektif,” demikian Ketua II Panitia Jambore Penggalang 106 Tahun Yayasan Kanisius: Kak Kensi Jati Hananingrum.
Menyaksikan gelar Sendratari Ramayana
Selain tinggal di Kampung Pramuka, peserta jambore budaya juga diajak untuk menyaksikan gelaran Sendratari Ramayana. Juga melakukan defile; dengan mengenakan busana daerah yang merupakan kekayaan budaya Nusantara; menikmati aneka jenis kuliner Nusantara sembari juga mengenal kuliner khas Yogyakarta.
Materi pengembangan diri penggalang
Penggalang dalam gerakan pramuka belajar mengembangkan diri dengan konsep materi 4H. Yaitu, Health (Kesehatan), Happiness (kegembiraan), Helpfulness (Saling tolong-menolong), Handicraft (Buah karya atau kerajinan).
Bagaimana itu diwujudkan dalam dinamika Jambore Penggalang 106 Tahun Yayasan Kanisius?
Kakak-kakak Pembina dan Pembimbing mengemas 4H dalam jambore ini dengan berbagai kegiatan. Kak Kensi misalnya menjelaskan dinamika materi pengembangan diri Penggalang dengan mengajak peserta melakukan kegiatan:
- Kesehatan: Peserta diajak melaukan pengelolaan tenda sehingga jika menjaga kebersihan juga menjaga kesehatan, memilah sampah dan membuah sampah pada tempatnya, melakukan MCK secara baik dan senam pagi.
- Kerohanian: berdoa bersama tiap pagi, dan menjalankan sholat bagi yang beragama Islam. Selama 3 hari 2 malam peserta tidak diperbolehkan membawa HP dengan maksud untuk fokus mengikuti kegiatan sehingga tidak terganggu dengan komunikasi maupun penggunaan HP yang tidak diperlukan
- Kegembiraan: peserta diajak mengikuti game yang sifatnya mendidik dan menggembirakan. Saling tolong menolong dilakukan sejak sebelum berangkat kemah, mendirikan tenda, mengatur kegiatan bersama, melaksanakan tugas bersama dan tinggal bersama dalam kampung pramuka.
- Buah karya atau kerajinan: Peserta diajak membatik pada kaos yang dibawa dan dipersiapkan dan pada saat hari terakhir acara bersama akan dikenakan.
Pendampingan berkelanjutan
Bapak Pramuka Dunia Boden Powel dan Bapak Pramuka Indonesia Sri Sultan Hemengku Buwono IX dalam dunia kepanduan dan kepramukaan telag memberi warisan untuk mendampingi anak-anak muda agar mereka memiliki keutamaan hidup.
Santo Petrus Kanisius meninggalkan pesan warisan untuk mendidik kaum muda agar mereka mampu bergerak mengubah dunia yang dihadapi. Terumuskan dengan ungkapan berbunyi: ”Jika ingin mengubah dunia, didiklah kaum mudanya”.
Seruan Apostolik Universal (Universal Apostolic Preferences) antara lain berfokus pada kegiatan mendampingi kaum muda dalam peziarahan iman dan berjalan menuju masa depan yang berpengharapan. Warisan-warisan ini menjadi acuan pendidikan karakter di Kanisius.
Bagaimana itu diteruskan setelah Jambore Penggalang dalam hidup keseharian di sekolah?
Kepala Yayasan Kanisius Cabang Yogyakarta Ibu Nur Sukapti memberikan penjelasan sehubungan pendidikan karakter yang berkelanjutan.
Setelah Jambore Penggalang anak-anak senantiasa diajak untuk belajar memiliki keutamaan-keutamaan seperti yang tertuang dalam Tri Satya dan Dasa Dharma Pramuka dalam kegiatan pramuka di sekolah.
Lebih dari itu, kata dia, pendidikan karakter di Yayasan Kanisius dilakukan dengan pendidikan keimanan, pendidikan kepeduliaan seperti kegiatan Jumat Kasih, menghargai pribadi-pribadi para siswa dengan cura personalis, pendidikan akademik dan non akademik serta kegiatan ekstra kurikuler yang muaranya menuju terbentuknya anak didik yang berkarakter.
Tanggapan siswa dan orangtua murid
Tio dari SD Kanisius Wonosari adalah salah peserta kegiatan ini. Kepada Sesawi.Net, ia mengatakan kegiatan Jambore Penggalang memberi pengalaman yang menyenangkan.
Karena di gelaran jambore ini, ia belajar seni tali-temali, mendirikan tenda, pesan morse. Juga diajak menjadi anak tangguh dan mandiri oleh Romo Heru Hendarto sebagaimana dikatakan saat ekaristi pembukaan jambore. Ia juga mengungkapkan senang tinggal di kemah bersama teman-temannya.
Seorang ibu, orangtua siswa SD Kanisius Sengkan menyampaikan kesannya tentang pelaksanaan Jambore Penggalang ini. Ia mengatakan senang dengan kegiatan kemah ini karena dapat menumbuhkan rasa tanggungjawab pada puteranya dan karena telah memberikan pelajaran kemandirian.
Anak dapat berhenti selama 3 hari 2 malam, tidak menggunakan HP, membawa perlengkapan kemah, bekerjasama dengan teman-temanya. Semua itu membantu mereka latihan bertanggungjawab, belajar mengurus diri sendiri dan bersosialissasi dengan temannya.
Jambore Penggalang 106 Tahun Kanisius, menjadi pengalaman bermakna bagi anak-anak. Untuk mensyukuri budaya Nusantara, persaudaraan dan persahabatan, mensuykuri gerak iman dan refleksi. Juga telah memberi kekayaan pengalaman agar nantinya mampu menjadi pribadi yang semakin tangguh dan mandiri dalam menapaki gerak perjalanan mempersiapkan masa depan.
Salam Pramuka.